Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi, mengatakan kementeriannya tidak dapat berbuat banyak terkait penyusutan lahan tambak garam di Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Sebab, lahan tambak tersebut sepenuhnya milik masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang punya lahan bukan KKP, tetapi masyarakat," kata Brahmantya saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Oktober 2018. Menurut dia, KKP hanya memiliki berwenang untuk melindungi kesejahteraan petambak garam.
Penyusutan atau lenyapnya lahan tambak garam ini terungkap dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sampang pada awal Agustus 2018. Lahan menyusut karena beralih fungsi menjadi area pemukiman. "Saat ini luas lahan tambak garam produktif masyarakat dan perusahaan hanya sekitar 2.800 hektare," kata Kepala Bidang Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Sampang, Moh Machfud di Sampang saat itu.
Awalnya pada 2011, luas lahan tambak garam di Sampang mencapai 4.382,7 hektare dengan produksi 397.922 ton. Rata-rata produktivitas tambak garam ini sekitar 80-100 ton per hektare. Artinya, telah telah terjadi penyusutan rata-rata produksi garam masyarakat sekurang-kurangnya hingga 36 persen dalam 7 tahun terakhir, dari 350.616 ton menjadi 224.000 ton. "Ini menyebabkan penurunan produksi garam tiap tahun," kata Machfud.
Brahmantya menambahkan, bahwa penyusutan lahan tambak garam memang bisa saja terjadi jika terjadi pemakaian lahan untuk keperluan lain. Ia mencontohkan bagaimana masyarakat yang ingin naik haji, berhak saja menjual lahan mereka. "Tapi kami tetap dorong agar jangan (dijual)," ujarnya.
Penyusutan lahan garam ini terjadi di tengah rencana pemerintah meningkatkan produksi garam nasional. Indonesia memerlukan 40.000 hektare lahan tambak garam untuk memenuhi kebutuhan 4,2 juta ton garam setiap tahun. Tapi, total lahan eksisting yang saat ini baru tersedia hanyalah sekitar 30.000 hektare. Untuk itulah, pemerintah mulai melakukan ekstensifikasi atau pengembangan terhadap 22.000 lahan garam eksisting agar bisa berproduksi lebih banyak.
FAJAR PEBRIANTO | ANTARA