Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana Pertamina menjual aset mendorong serikat pekerja dari perusahaan pelat merah itu hari ini menggelar demonstrasi bertajuk "Aksi Bela Pertamina". Demonstrasi itu dilakukan di antaranya setelah munculnya wacana dari direksi PT Pertamina (Persero) untuk menjual sejumlah aset perusahaan guna meningkatkan kinerja portofolio bisnis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Massa aksi memulai long march dari Kantor Pusat Pertamina menuju ke Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Usaha mereka tak sia-sia karena menteri di dua kementerian ini yaitu Rini Soemarno dan Arcandra Tahar menerima perwakilan massa untuk mendengar tuntutan yang disampaikan.
"Pertemuan diwakili oleh Presiden FSPPB Arie Gumilar," kata Kepala Bidang Hubungan Kelembagaan, Media, dan Komunikasi Serikat Pekerja, Hendra Tria Saputra saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 20 Juli 2018.
Sebelumnya, Pertamina memang berencana untuk melepas sejumlah aset. Rencana ini akan segera diusulkan oleh Pertamina ke Kementerian BUMN sebagai pemegang saham perusahaan.
Meski demikian, Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan surat yang akan diusulkan kepada Kementerian BUMN masih berupa izin prinsip. Materi surat ini yaitu perizinan kepada pemegang saham untuk mengkaji rencana aksi korporasi Pertamina. "Ini prosesnya masing panjang," kata dia dalam keterangannya, Kamis, 19 Juli 2018.
Saat bertemu Rini Soemarno, serikat pekerja menyampaikan enam tuntutan untuk perbaikan kinerja perusahaan. Tuntutan utamanya yaitu menolak penjualan aset Pertamina. "Penjualan aset berupa share down aset hulu dan spin off bisnis refinery tidak akan menyelesaikan akar masalah keuangan Pertamina," kata Hendra.
Sementara saat bertemu Arcandra Tahar, serikat pekerja menuntut pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM sesuai harga keekonomian. Hendra menyampaikan bahwa sejak April 2016, harga BBM khusus penugasan yaitu premium dan solar tidak mengalami kenaikan. Kedua jenis BBM ini memang terus disubsidi pemerintah sehingga bisa dijual di harga, masing-masing Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter.
Masalahnya, harga minyak mentah terus mengalami kenaikan hingga ke level US$ 70 per barel. Lalu kurs rupiah juga sudah mencapai Rp 14.500 per dollar Amerika Serikat. Walhasil, beban yang harus ditanggung Pertamina untuk mempertahankan harga premium dan solar ini semakin besar. "Ini membuat Pertamina rugi," tutur Hendra.