Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo membuka opsi penggunaan jaminan hari tua untuk uang muka program 3 juta rumah.
Buruh menolak rencana pemanfaatan dana jaminan hari tua untuk uang muka program 3 juta rumah.
Pemanfaatan dana JHT untuk uang muka program 3 juta rumah berisiko bagi tabungan pensiun pekerja.
PEMERINTAH terus mencari cara untuk mewujudkan program 3 juta rumah per tahun. Program ini merupakan janji Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan hunian murah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Sejumlah kementerian dan lembaga berdialog dengan tajuk "Percepatan Penyaluran Program 3 juta Rumah" untuk mendorong realisasi program tersebut.
Dalam diskusi itu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan rencana kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Kerja sama ini akan membuka opsi bagi masyarakat untuk memanfaatkan saldo jaminan hari tua (JHT) guna memperoleh rumah. "Isunya, bagaimana memanfaatkan saldo JHT masyarakat sebagai uang muka,” ujarnya di Jakarta Pusat, Jumat, 29 November 2024.
Ia menjelaskan, pemerintah akan menyiapkan virtual account yang bisa digunakan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau bank lain untuk menggunakan saldo JHT sebagai uang muka. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu merogoh kocek untuk dana awal ketika mendaftar program 3 juta rumah. Saat ini Kementerian BUMN sedang menyiapkan skema untuk memudahkan penempatan dana dari BPJS Ketenagakerjaan ke bank.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, anggota Satuan Tugas Perumahan, Bonny Z. Minang, mengatakan program 3 juta rumah akan menggunakan skema kredit pemilikan rumah (KPR) dengan bunga rendah atau khusus. Maka, setelah uang muka dibayarkan dengan saldo JHT, pembayaran cicilan bakal berjalan dengan skema KPR. Pemerintah akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk membayar cicilan rumah melalui skema tersebut.
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan, hingga saat ini, belum ada keputusan ihwal pemanfaatan saldo JHT untuk uang muka program ini. "Belum ada pembicaraan soal rencana pemerintah menggandeng BPJS Ketenagakerjaan untuk mewujudkan program 3 juta rumah," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 4 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, ia menjelaskan BPJS Ketenagakerjaan memiliki program serupa, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT). Melalui program MLT, peserta BPJS Ketenagakerjaan bisa menggunakan fasilitas pembiayaan perumahan yang dibiayai dari dana investasi program JHT.
Manfaat tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan dalam Program JHT. Tapi Oni menekankan bahwa fasilitas manfaat layanan tambahan bersifat tambahan sehingga pemanfaatannya bergantung pada peserta. Peserta BPJS Ketenagakerjaan dibebaskan memilih menggunakan fasilitas pembiayaan perumahan atau tidak dengan saldo JHT yang mereka miliki.
Fasilitas pembiayaan perumahan tersebut, di antaranya, berupa pinjaman uang muka perumahan (PUMP). Fasilitas ini bisa dimanfaatkan peserta BPJS Ketenagakerjaan yang ingin punya rumah tapi masih terhambat mengumpulkan biaya uang muka. Pinjaman ini akan membantu pembiayaan sebagian atau seluruh uang muka untuk pembelian rumah tapak ataupun rumah susun. Jangka waktu kredit untuk pinjaman uang muka maksimal 30 tahun dengan batas pinjaman maksimal Rp 150 juta. Pinjaman ini hanya bisa diberikan untuk pembelian rumah pertama dan untuk rumah subsidi.
Pemerintah berencana menyediakan 2 juta rumah di perdesaan dan 1 juta apartemen di perkotaan per tahun. Kepala Satuan Tugas Perumahan Hashim Djojohadikusumo mengatakan pembangunan 2 juta rumah di perdesaan akan dipercayakan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), koperasi, serta badan usaha milik desa. Sedangkan pembangunan 1 juta apartemen akan dilaksanakan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah.
Sebelum wacana pemanfaatan dana JHT, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menyatakan realisasi program 3 juta rumah amat berat karena membutuhkan dana setidaknya Rp 53,6 triliun. Sementara itu, anggaran yang tersedia untuk 2025 hanya Rp 5,27 triliun sehingga ada defisit Rp 48,33 triliun.
Adapun dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan pada 2023 mencapai Rp 712,3 triliun. Nilainya meningkat ketimbang angka pada setahun sebelumnya yang sekitar Rp 627,69 triliun. Sedangkan pada Januari-September 2024, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 776,8 triliun.
Nasabah BPJS Ketenagakerjaan di Menara Jamsostek, Jakarta, 4 November 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Rencana pemerintah membuka opsi pemanfaatan dana JHT untuk uang muka program 3 juta rumah mendapat penolakan dari buruh. "Kami keberatan JHT dipakai sebagai uang muka program 3 juta rumah," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat.
Menurut Mirah, dana JHT merupakan hak buruh. Secara hukum, uang tersebut tetap menjadi milik buruh dan tidak boleh digunakan tanpa persetujuan mereka. Penggunaan JHT untuk uang muka rumah harus didasarkan pada persetujuan buruh sebagai pemilik dana.
Mirah mengatakan uang JHT sering menjadi sandaran utama buruh ketika terkena pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon atau dengan pesangon yang jumlahnya tidak mencukupi untuk bertahan hidup. Ketika sudah tidak bekerja, buruh akan mengandalkan saldo JHT untuk keperluan sehari-hari. Maka, penggunaan untuk uang muka rumah tidak menjadi prioritas buruh ketika mendapatkan dana tersebut.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) juga menolak rencana penggunaan uang JHT untuk uang muka program 3 juta rumah. "Wacana ini akan ditentang serikat buruh. Kami masih trauma terjadinya korupsi di ASABRI, Jiwasraya, dan beberapa lembaga pemerintah yang mengelola keuangan rakyat," ujar Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban. Ia merujuk pada kasus dana pensiun karyawan BUMN yang ditutup Otoritas Jasa Keuangan karena pengelolaan yang buruk.
Elly berpandangan saldo JHT seharusnya hanya dimanfaatkan oleh buruh untuk kebutuhan mendesak. Dengan demikian, uang JHT bukan solusi bagi pemerintah untuk mendanai program ambisius ini. Dia berharap pemerintah bekerja keras mencari sumber pendanaan di luar saldo JHT agar tidak membebani atau merugikan pekerja.
Bahkan kalangan pengusaha properti turut memperingatkan risiko penggunaan dana JHT demi mendorong percepatan program 3 juta rumah. Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia Bambang Ekajaya menekankan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan JHT dan kebutuhan uang muka rumah.
Jika pemerintah tetap membuka opsi pemanfaatan dana JHT untuk program 3 juta rumah, ia menyarankan pembuatan aturan yang membatasi penggunaan saldo hingga proporsi tertentu. Misalnya, hanya 50 persen dari saldo JHT yang bisa digunakan untuk uang muka. "Sehingga proteksi terhadap kebutuhan di hari tua tetap terjamin," tuturnya.
Direktur Utama Cipta Graha Grup itu pun mendorong Kementerian Perumahan merancang peta jalan yang jelas untuk mencapai target ambisius 3 juta rumah. Sebab, jika target tercapai, tidak hanya kebutuhan perumahan yang terjawab. Sektor properti juga akan kembali bergairah dan memacu setidaknya 184 sektor usaha terkait.
Tingginya risiko penggunaan saldo JHT untuk uang muka dalam program 3 juta rumah juga menjadi sorotan ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat. Ia berpendapat langkah tersebut dapat merusak fungsi dasar JHT sebagai tabungan pensiun, yang dirancang untuk menjamin keamanan finansial pekerja di masa depan. "Saldo JHT adalah jaring pengaman pekerja, bukan alat untuk menutupi kebutuhan jangka pendek yang berisiko tinggi," ucapnya.
Sebagai alternatif, ia mengusulkan pemberian subsidi langsung kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui dana APBN atau program khusus.
Achmad menekankan kebijakan perumahan ini harus dirancang secara holistik dengan mempertimbangkan keberlanjutan program, keamanan finansial pekerja, dan dampak ekonominya. Pemerintah juga perlu menetapkan batasan penggunaan saldo JHT serta memberikan edukasi keuangan kepada pekerja untuk mencegah dampak buruk di masa depan. Dengan pendekatan tersebut, ia menilai program 3 juta rumah dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengorbankan stabilitas keuangan pekerja pada masa tua.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Hammam Izuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.