Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli mempertanyakan kebijakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi soal impor pangan. Padahal, kata Rizal Ramli, Jokowi dalam berbagai pidatonya sering menunjukkan keberpihakan pada petani lokal dan berjanji untuk mencapai swasembada pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pidatonya ke kanan, tapi kok kebijakan dan personalianya ke kiri, ini karena politik dijadikan alat bagi-bagi kekuasaan," kata Rizal dalam diskusi bertema "Jokowi Raja Impor?" di Sekretariat Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Uno di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Januari 2019. "Pak Jokowi, who are you walking for (Anda bekerja untuk siapa)?"
Rizal Ramli mencontohkan kebijakan impor pada komoditas gula. Di zaman kolonial Belanda, kata dia, Indonesia menjadi eksportir gula nomor satu di dunia bahkan kebun-kebun tebu di Indonesia menjadi penggerak industrialisasi di Belanda. Tapi empat tahun periode Jokowi, kata Rizal, Indonesia justru menjadi importir gula terbesar di dunia. "Kok bisa hasilnya empat tahun berubah semua?"
Data soal impor gula ini pertama diungkap ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri pada awal Januari 2018. Berdasarkan data Statista, kata Faisal, Indonesia menjadi juara impor gula pada periode 2017-2018 dengan besar impor 4,45 juta metrik ton. Angka itu diikuti oleh Cina di posisi kedua dengan 4,2 juta metrik ton dan Amerika Serikat dengan 3,11 juta metrik ton.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan impor yang dimaksud Faisal adalah impor gula industri. Impor pun telah melalui rekomendasi Kementerian Perindustrian. "Kami tidak mengimpor gula konsumsi. Tahun ini kita belum ada sama sekali belum," katanya di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu, 9 Januari 2019.
Walau begitu, kata Rizal Ramli, ia memaklumi jika impor dilakukan karena ada kekurangan pasokan akibat actual scarcity alias kelangkaan alami, seperti kondisi cuaca. Namun yang sering terjadi, kata dia, adalah artificial scarcity alias kelangkaan semu. "Kelangkaannya dilebih-lebihkan."
Walhasil selain impor gula, kata Rizal, pemerintahan Jokowi juga mengimpor gula yang berlebih hingga 1,5 juta ton. Akibatnya, petani garam di Jawa Timur menangis karena garam mereka gak laku. Secara total, kata Rizal, nilai impor ini mencapai sekitar Rp 23 triliun atau dua kali lipat lebih besar dari anggaran Kementerian Pertanian.
Oleh sebab itu, Rizal Ramli menyebut empat tahun di masa Jokowi sebagai missing opportunity alias masa yang hilang. Akibat kelangkaaan semu itu, muncullah kegiatan impor yang ugal-ugalan dan praktik bagi-bagi rente. "Kami sudah laporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ada surat keputusan menterinya, mudah-mudahan KPK bisa periksa menjelang April," ujarnya.