Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa hari terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kabar mengenai roti Okko dan roti Aoka yang diduga mengandung bahan pengawet berbahaya, sodium dehydroacetate atau natrium dehidroasetat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbaru, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan menemukan kandungan senyawa berbahaya itu di roti Okko yang diproduksi oleh PT Abadi Rasa Food. Sementara roti Aoka lolos uji laboratorium atau tidak menunjukkan adanya kandungan natrium dehidroasetat dalam produknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak kabar penggunaan natrium dehidroasetat itu beredar, produsen roti Okko, PT Abadi Rasa Food memutuskan untuk menutup sementara pabrik mereka yang berada di Bandung, Jawa Barat. Hal tersebut dilakukan sembari mereka memeriksa dugaan kandungan senyawa tersebut, seperti yang ditemukan dalam uji laboratorium dari PT SGS Indonesia.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo, pengelola Pabrik PT Abadi Rasa Food, Jimmy mengatakan sementara waktu karyawannya dipulangkan ke rumah masing-masing sembari menunggu hasil pengujian dari BPOM.
“Pekerja sudah tidak sabar mau kerja lagi. Saya bilang sabar saja, jangan menambah masalah, tunggu saja hasil dari pemerintah, pasti ada jalan terbaik,” ucap Jimmy, Selasa, 16 Juli 2024. Selain pabrik, kantor distributor pusat roti Okko yang terletak di kawasan tersebut juga tutup.
Kondisi ini berbeda dengan produsen roti Aoka, PT Indonesia Bakery Family, yang juga ditimpa tuduhan serupa. Head Legal Indonesia Bakery Family, Kemas Ahmad Yani mengatakan pabriknya tidak tutup atau menghentikan produksi untuk sementara waktu.
“Tidak ada (penghentian produksi). Intinya harus uji lab dulu. Sekarang mau tidak mau BPOM harus meng-clear-kan masalah ini,” kata Kemas, Rabu, 17 Juli 2024.
Masih dalam laporan Majalah Tempo, disebutkan bahwa riuh rendah pabrik roti Aoka masih terjadi saat Tempo berkunjung pada 17 Juli 2024. Bahkan, aroma wangi dari roti yang dipanggang menyeruak di sekitar pabrik tersebut.
Truk-truk besar yang sarat muatan juga keluar-masuk gerbang pabrik. Sejumlah pedagang di sekitar pabrik juga mengatakan keramaian masih terlihat ketika karyawan masuk dan pulang kerja.
Selain itu, kemas juga menegaskan bahwa produk perusahaannya telah mendapat izin edar dari BPOM. Sementara untuk membantah dugaan adanya bahan berbahaya, Indonesia Bakery Family telah mengutus tim ke Singapura dan Cina untuk melakukan uji laboratorium sebagai pembanding atas uji laboratorium roti Aoka di Indonesia.
“Melihat kondisi ini, kami menduga ada unsur persaingan bisnis yang tidak sehat,” ucap Kemas.
Sebelumnya, sejumlah pengusaha di Kalimantan yang tergabung dalam Paguyuban Roti dan Mie Ayam Borneo atau Parimbo, melakukan uji laboratorium terhadap beberapa merek roti untuk mengetahui bahan pengawet yang terkandung didalamnya.
Pengujian itu dilakukan setelah mereka menaruh curiga terhadap produk roti yang memiliki daya edar tinggi, hingga tiga bulan. Ketua Parimbo Aftahuddin pun mengirim sampel roti Okko dan roti Aoka ke laboratorium milik SGS Indonesia, bagian dari SGS Group. Ini adalah perusahaan multinasional yang menyediakan jasa laboratorium verifikasi, pengujian, inspeksi, dan sertifikasi.
Dari hasil pengujian itu, diketahui bahwa sampel roti Aoka mengandung sodium dehydroacetate dalam bentuk asam dehidroasetat. Senyawa itu disebutkan terkandung dalam roti Aoka sebanyak 235 miligram per kilogram. Demikian pula sampel roti Okko yang mengandung zat serupa sebanyak 345 miligram per kilogram.
Kendati demikian, dalam pengujian BPOM terbaru ditemukan hasil yang berbeda. Roti Aoka dinyatakan bebas dari kandungan senyawa sodium dehydroacetate. Sedangkan roti Okko terdeteksi positif mengandung senyawa yang kerap ada dalam produk kosmetik tersebut.
Akibatnya, BPOM pun mendesak produsen roti Okko untuk menarik produk dari pasaran, memusnahkan, dan melaporkan hasilnya kepada BPOM. BPOM juga memastikan proses penarikan dan pemusnahan produk Okko akan dikawal dan diawasi melalui unit pelaksana teknis (UPT) di daerah.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO