BERITA pergantian pucuk pimpinan PT Astra International (AI) tidak sempat melambungkan harga saham perusahaan itu. Sepanjang pekan lalu, perdagangan saham Astra relatif normal. Transaksi meliputi 130.000 saham dengan harga yang naik sekitar Rp 150 menjadi Rp 11.900 per lembar. Perpindahan kendali Astra dari William Soeryadjaya kepada Sumitro Djojohadikusumo, agaknya bukan hal luar biasa bagi para spekulan. Namun, tak urung mereka menyiasati bagaimana kirakira rencana penjualan saham William. Memang, sejak Mei lalu, pada rapat umum pemegang saham (RUPS) AI, pendiri Astra itu mengungkapkan sejumlah sahamnya akan dijual. Tapi sampai sekarang, William dan keluarganya tetap pemegang saham mayoritas (76,75%) AI. Saham mereka tercatat atas nama PT Surya Satiyasakti Jaya (42,40%), PT Saratoga (6,58%), PT Credo Sejahtera International (6,58%), PT Suryaraya Pertiwi (6,58%), PT Suryaraya Serasi (5,11%), PT Watek Bahagia (3,30%), PT Sangga Minamas Inti (3,28%), dan PT Arman Invesment Utama (2,92%). Saham milik William (atas nama Surya Satiyasakti Jaya), berjumlah 100 juta lembar, sudah digadaikan pada sejumlah bank pemerintah dan swasta nasional. Sebagai barang jaminan, saham itu konon dinilai cuma sekitar Rp 5.000 per lembar, sepertiga dari harga di bursa ketika itu. Dengan adanya "diskon harga" itu, pinjaman yang diterima hanyalah Rp 500 milyar. Pinjaman itu berjangka pendek (satu tahun), tapi dapat diperpanjang kembali. Kabarnya, sudah pula ada pinjaman yang jatuh tempo dan diperpanjang. Rupanya, William tak ingin pinjaman ini dibiarkan menjerat perusahaannya. Salahsalah, ia terbelit utang hingga tak bisa menebus sahamnya kembali. Maka, sejak beberapa bulan terakhir, William dan putranya, Edwin Soeryadjaya, sering ke luar negeri untuk mencari investor. Pengamat bursa Kwik Kian Gie, berpendapat, jika William harus menjual sahamnya, mestilah ditawarkan lebih dulu kepada masyarakat umum pemegang saham. Menurut penalaran Kwik, harga penjualan Astra pasti lebih rendah dari harga pasar. Tapi, Kwik dibantah oleh Edwin Soeryadjaya. Awal tahun ini, 1% saham Astra milik keluarga Soeryadjaya sudah dilepas dengan harga Rp 10.000, padahal harga saham AI di bursa cuma Rp 8.000. Bahwa pemegang saham harus menawarkan sahamnya di bursa memang tak ada ketentuannya. Sudah sejak dulu, penjual saham di bursa bisa mencari sendiri pembeli, untuk kemudian transaksi dilakukan di bursa dalam bentuk transaksi tutup lewat satu pialang. Pemerintah dan BUMN pun sudah melakukan pola itu. Saham pemerintah di PT Indocement, misalnya, yang tercatat 30,38% sewaktu Indocement go public akhir 1989, dalam RUPS pekan lalu ternyata tinggal sekitar 25,93%. Adapun saham yang 4,45% sudah dijual kepada PT Kaolin Indah Utama (milik Liem Sioe Liong) tanpa ditawarkan lebih dulu kepada masyarakat. Penjualan itu dilakukan Pemerintah untuk menebus saham Liem di pabrik baja canai dingin (PT CRMI). Jika penjualan saham yang tercatat di bursa harus ditawarkan lebih dulu kepada masyarakat, tampaknya memang tidak akan efisien. Selain akan menghabiskan waktu lama, pasar saham itu sendiri bisa hancur berantakan. Bukan cuma penjual saham akan merugi, tapi juga masyarakat pemegang saham lainnya. Lalu, apakah Astra International sebagai perusahaan modal dalam negeri (PMDN) boleh menjual sahamnya kepada investor asing? "Kan ada deregulasi. Yang membolehkan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk mundur dan mengubah komposisi jadi 80% asing dan 20% Indonesia," kata Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo kepada Ninuk Iswardhani dari TEMPO. Namun, syaratnya setelah 15 tahun, perusahaan tersebut harus mengubah komposisi sahamnya menjadi 51% Indonesia dan 49% asing. "Saya rasa kasus Astra bisa masuk contoh kasus ini," kata Ketua BKPM. Dewasa ini Astra International telah melakukan company listing sehingga 49% sahamnya bisa dibeli asing. Menurut majalah Uang & Efek edisi terbaru, investor asing boleh membeli 118.677.020 lembar saham AI. Pada akhir Mei 1992 investor asing sudah membeli 31.452.350 lembar (13%) saham Astra. Artinya, hampir semua saham Astra yang diperjualbelikan di bursa (13,65%) sudah berada di tangan asing. Masalahnya sekarang, berapa persen saham Astra yang hendak dijual William. "Kami berusaha agar seminimal mungkin," kata taipan ini. Kabarnya, William hanya akan melepaskan 30% (sekitar 70 juta lembar). Saham ini bisa dipastikan akan dijual paling tidak kepada tiga investor besar dari luar negeri, sehingga masing-masing memegang 10%. Berarti, keluarga William masih tetap memegang kemudi 46,75% saham AI. Max Wangkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini