PROFESOR Sumitro pertama kali bertemu William tahun 1952 ketika ia menjabat menteri keuangan dalam Kabinet Juanda. William yang baru merintis usaha dibisnis otomotif ingin menjual produk Jawa Motor kepada Hankam. Untuk itu perlu izin dari Pak Cum, demikian nama akrab Sumitro. Izin diberikan dengan syarat,untuk membeli produk Jawa Motor, Hankam tidak boleh meminta anggaran ekstra.Ternyata, Hankam tak bisa memenuhi syarat tersebut dan transaksi pun batal. Kesan pertama yang kurang sedap itu tidak menghambat hubungan Pak Cum dan Om Willem. Kepribadian William dinilai oleh Sumitro sebagai tangguh menghadapitantangan, bisnisnya dilakukan dalam batasbatas hukum, usahanya tidak kenal jalan pintas dan tidak sekalipun mencoba-coba "merangkul" Sumitro dengan tindak penyuapan, baik uang maupun barang. Perjalanan waktu kemudian membawa keduanya ke persahabatan yang sejati. Ketika Sumitro mengasingkan diri di luar negeri sesudah terlibat PRRI/Permesta hubungan kedua sahabat itu makin erat. Banyak teman yang semula dekat dengan Sumitro tiba-tiba menjauh, tak lain karena Pak Cum dianggap musuh pemerintah yang berkuasa waktu itu. Sepuluh tahun di negeri orang, agaknya bagi Pak Cum merupakan "masa penuh luka". Pada masamasa sulit dan berbahaya itu, William termasuk sejumlah kecilteman yang tetap setia menjaga hubungan dengan Sumitro. "Ketika di pengasingan, William tetap baik. Adiknya juga masih suka menengok saya. KalauLebaran, masih juga datang," kata Pak Cum mengenang. Kembali ke Indonesia pada awal Orde Baru, Sumitro naik kembali sebagai menteri perdagangan. Kebetulan, waktu itu William mulai lebih serius menerjuni bisnis otomotif. Tahun 1989 ia mendirikan PT Gaya Motor. Setahun kemudian, pihak Toyota, yang sempat meninjau fasilitas perakitan PT Gaya Motor di Indonesia, rupanya cukup terkesan. Upaya kerja sama ToyotawAstra pun dijajaki. Upaya ini seakan dipercepat dengan rekomendasi Pak Cum untuk William lewat PM Fukuda kepada pihak Toyota Motor Inc. Pada 1970 kerja sama Astra dan Toyotadimulai, dan sejak itu bisnis Om Willem naik luar biasa. Tahun 1982, Sumitro diminta untuk menjadi konsultan Astra. Sumitro setuju dan ia bertindak sebagai konsultan Astra sampai dengan 1988, ketika ia "minta pensiun karena mau menulis buku". Dari dua buku yang dipersiapkan Sumitro, satu buku sudah diterbitkan, sementara satu buku lagi baru 60%. "Buku ini panggilan jiwa saya," tutur PakCum seraya memperlihatkan sejumlah map berisi naskah yang sudah diketik rapi. Namun, akhir Mei berselang, William datang ke Kebumen tempat Sumitro menulis buku dan mohon pertolongan. "Saya tidak akan pernah memaafkan diri saya bila saya menolak permintaan William," tutur Pak Cum. Itulah awal kisah bagaimana Sumitro diangkat menjadi chairman PT Astra International Inc.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini