WILLIAM Soeryadjaya, 70 tahun, tak kelihatan lesu ketika menerima tim wartawan TEMPO Ahad malam yang lalu. Jabat tangannya, seperti biasa, masih terasa keras. Apa yang sesungguhnya mendorong William untuk akhirnya melepaskan tongkat komando sebagai chairman (komisaris utama) Grup Astra? Berikut petikan wawancara TEMPO di rumah kediamannya di Jalan Diponegoro 14,Jakarta Pusat: Menyesalkah Om Willem melepaskan jabatan sebagai orang nomor satu di Astra? Tidak. Keputusan ini benar-benar datang dari diri kami. Masalahnya, selama ini masyarakat maupun perbankan tetap tidak bisa membedakan Astra dengan Summa. Setelah diteliti, ternyata masalahnya ada pada jabatan presidenkomisaris itu. Jadi, ya, akhirnya kami putuskan untuk mundur dari Astra. Kapan keputusan itu diambil? Belum begitu lama, setelah ada kasus Bank Summa. Sebelumnya kan tidak ada masalah. Keputusan ini betul-betul datang dari kami. Semula kami hanya berbincangbincang dengan Pak Cum (panggilan akrab Sumitro Red.) mengenai cara mengamankan Astra. Lalu kami tanyakan, apakah dia bersedia menggantikan kami.Ternyata dia setuju. Mengapa Sumitro? Pertama, beliau orang yang memiliki integritas. Kedua, beliau mengerti soal ekonomi. Untuk komisaris itu dibutuhkan orang yang usianya sudah cukup matangdan banyak pengalaman. Kami rasa Anda juga setuju, beliau adalah pilihan yang tepat. Apalagi kami telah berteman selama 40 tahun. Kabarnya, Yayasan Prasetiya Mulya di bawah pimpinan Liem Sioe Liong mau membantu Om Willem. Betulkah? Itu cuma soal pembenahan aset di Summa. Begini. Masalah di Summa itu tidak lain karena membeli aset pada saat harga tinggi. Namun, pada saat ekonomi lesu, aset itu susah dijual. Di antara aset itu ada juga milik kawan-kawan Edward (putra sulung William yang memimpin Grup Summa Red.), yang utang secara pribadi pada bank maupun melalui joint ventures. Itu saja. Jumlah yang diambil kawan-kawan Edward itu berapa? Sedikitnya Rp 200 milyar ada di kawan-kawan Edward. Kenapa Om jadi yang bertanggung jawab? Bukankah Summa resminya tak punya hubungan dengan Astra? Ya, repotnya, orang lain yang pinjam, tapi keluarga yang harus tanggung jawab. Tapi, ya, sudahlah. Memang itu kebodohan kami. Jadi, bukan kesalahan keluarga saja. Sekarang sudah ada konfirmasi bahwa mereka, kawan-kawan Edward itu, memang berutang. Tapi ini tidak perlu dibesarbesarkan. Buat apa kita bikin masalah. Kalau yang di Surabaya? Mu'min Ali Gunawan, senior vice president Panin Bank, mengatakan aset Summa di Surabaya senilai Rp 200 milyar. Menurut dia, Rp 160 milyar dari penjualan aset itu akan masuk ke Bank Summa. Jadi hanya soal waktu. Yang kami sesalkan, media memberitakan Bank Summa secara membabi buta. Itu kan masalah yang sangat peka. Hal serupa terjadi di Citibank Hong Kong. Akibatnya, mereka harusmendatangkan uang tunai US# 2 milyar dari pusat. Begitukah yang terjadi dengan Bank Summa? Enggak. Untung, masih ada payung. Kalau tidak dipayungi Tuhan, mungkin sudah terjadi. Kami sudah sering melihat kejadian itu di bank-bank lain. Danpemiliknya lari. Sedangkan kami tidak. Kami betul-betul menyediakan aset likuid untuk menggantikan aset Bank Summa yang hilang itu. Ini sebenarnya suatu moral yang tinggi, di mana pemilik berani berkorban dan tidak melepaskan tanggung jawab. Betulkah dana yang diperlukan untuk menyuntik Bank Summa mencapai Rp 1 trilyun? Tergantung. Orang boleh saja mengatakan begitu, tapi itu kan hanya recovery loan dari aset. Jangan lupa, kami juga melakukan backup dengan menyediakan uang tunai Rp 700 milyar untuk Bank Summa. Apa itu uang punya Astra? Itu uang keluarga. Termasuk pinjaman yang dari bank pemerintah? Itu tidak jadi soal. Namanya juga orang dagang, uangnya bisa dari mana saja. Itu biasa. Soal penggadaian saham pribadi, itu juga biasa. Di mana-mana juga ada kolateral. Boleh tahu berapa nilai dan jumlahnya, Om? Wah, itu mah rahasia dapur. Ha . . . ha . . . ha . . .. Katakanlah borok Summa Rp 900 milyar. Lalu suntikan yang sudah diberikan Rp 700 milyar. Berarti hampir bisa diatasi? Bisa saja tidak begitu. Karena uangnya bisa terpakai atau kemakan. Tapi yang sangat penting adalah ini: kami yakin bahwa krisis di Bank Summa akan bisa kami atasi dalam waktu yang tidak begitu lama. Semula Bank Summa tumbuh pesat. Tapi kok bisa sakit? Kami membangun Astra betulbetul dari nol. Sedikit demi sedikit. Edward mestinya begitu. Jangan mau langsung lari. Kalau Summa itu tentara, seharusnya ada penjaganya. Kalau kita pelajari, kesulitan keuangan itu sumbernya tidak pada Bank Summa, tapi pada PT Summa International. Terutama bisnis properti. Seharusnya bisnis Summa itu dibarengi dengan riset. Namun itu tidak dilakukan. Tapi, ya sudahlah. Mengapa saham Astra akan dijual ke luar negeri? Karena pasar uang dalam negeri belum cukup kuat untuk itu. Kalaupun tersedia, lebih baik kami tidak mengutikutik dana dalam negeri. Karena mungkin ada pihaklain yang lebih penting untuk memakainya. Sementara perusahan lain dari PMA menjadi PMDN, kenapa Astra sebaliknya? Saham yang akan kami jual tidak lebih dari 49%. Coba hitung. Saham yang sudah dipegang masyarakat dan International Finance Corporation (salah satu anakperusahaan Bank Dunia Red.) berjumlah 19%. Jadi, sisanya sekitar 242 juta lembar saham. Jika 49% dikali 242 juta lembar, itu berarti yang dimiliki asing adalah 100 juta lembar lebih. Oleh Sumitro itu dianggap jauh lebih aman karena mereka tergolong investor yang punya pandangan strategis, yang melihat pertumbuhan suatu bisnis dari segi jangka panjang. Bukan tipe pengusaha yang cari capital gain melulu. Berapa banyak saham yang akan dijual itu? Paling tinggi 60 atau 70 juta lembar saham. Tapi itu juga belum ditentukan. Segala sesuatunya ingin kami bicarakan dulu dengan Pak Cum. Apa betul orang-orang yang katanya ingin membantu Summa itu sebenarnya mau mengincar Astra?Ya, sebenarnya bukan Summa yang mereka incar, tapi yang di belakangnya. Jadi, apa yang dikatakan oleh Prof. Sumitro itu betul. Buat apa kalau untuk sekadarmendapatkan bank, mereka harus keluar ratusan milyar rupiah? Dengan Rp 15 milyar saja mereka sudah bisa memperoleh izin untuk membuka bank. Jadi, tidakperlu pusing-pusing. 20Untuk mencegahnya, Sumitro dianggap orang yang tepat? Itu kan apa yang dirasakan sendiri oleh beliau. Sebagai orang yang banyak makan garam dan berpandangan luas, mungkin ia khawatir akan terjadi praktek yang demikian. Praktek akuisisi dengan memecah-mecah perusahaan dalam unitunit, seperti yang terjadi di luar negeri. Kalau ucapan itu datangnya dari Prof. Sumitro, tak akan ada yang berani menegur. Beliau adalah penasihat dari banyak perusahaan luar negeri. Mulai dari maskapai minyak Prancis Total, bank di Frankfurt, dan sejumlah perusahaan kelas wahid di Amerika. Bagaimana susunan direksi Astra yang baru? Susunan direksi di Astra tidak akan berubah. Tentang Teddy Rachmat punya usaha sendiri di luar Grup Astra, itu saya sudah tahu. Dia sudah minta izin, dan kami beranggapan itu tidak ada salahnya. Sebab, ia sudah 23 tahun di Astra. Suatu saat, seperti pada Ibrahim Risyad di Grup Salim, ia juga ingin berdiri sendiri. Ada kesan Astra senang menjual saham-sahamnya karena bisnis otomotif lagi susah. Lalu dari hasil penjualan itu Astra ingin membuka perusahaan baru. Betulkah? Tidak betul itu. Bisnis utama Astra tetap otomotif. Market share kami masih tinggi. Tahun lalu saja kami masih menguasai pasar dengan 55%. Astra juga sudah melebarkan sayapnya ke industri lain, di antaranya agrobisnis. Apakah itu tidak akan mengganggu Astra sendiri? Ekspansi itu untuk mengimbangi devisa (foreign exchange). Selama ini Pemerintah kan selalu ngedumel soal itu. Nah, kami ingin mengimbangi denganhasil ekspor di samping otomotif. Dan untuk agrobisinis, sudah ada pembiayaannya sendiri. Jadi, tidak akan mengganggu bisnis Astra. Omong-omong, apa yang mendorong Om Willem untuk berkorban begitu besar buat Summa? Lo, kan tadi saya sudah bilang bahwa keluarga kami memiliki aset yang likuid, sebanyak Rp 700 milyar itu. Jadi kalau kami mau membantu Summa, apa salahnya?Kami hanya ingin agar masyarakat memahami bahwa sebetulnya kami tidak ada keharusan untuk menolong Bank Summa. Tapi kami prihatin kalau Bank Summa yanglagi sulit sampai tidak bisa menepati kewajibannya kepada masyarakat. Siapa yang akan dirugikan kalau sampai terjadi begitu? Nasabah-nasabah kecil, kan?Nah, itu yang ingin kami hindari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini