Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Saham Garuda Indonesia Bakal Dibuka Kembali? Begini Kata BEI

BEI bakal mengambil sejumlah langkah untuk membuka kembali perdagangan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. setelah disuspensi Juni 2021.

9 Juli 2022 | 09.20 WIB

Pesawat Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 28 Februari 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Pesawat Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 28 Februari 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna Setia menyatakan pihaknya bakal mengambil sejumlah langkah untuk membuka kembali perdagangan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. atau GIAA. Sebelumnya saham perusahaan pelat merah itu disuspensi sejak pertengahan tahun 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Nyoman menjelaskan saat ini otoritas bursa tengah menelaah keterbukaan informasi Garuda Indonesia termasuk salinan perjanjian perdamaian final yang akan disampaikan oleh emiten tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Terkait pembukaan suspensi saham GIAA, maka Bursa akan melakukan pembukaan suspensi saham GIAA apabila penyebab dilakukannya suspensi telah dipenuhi seluruhnya oleh perseroan yaitu penjelasan terhadap restrukturisasi utang perseroan, termasuk sukuk," ujarnya, Jumat, 8 Juli 2022.

Bursa Efek Indonesia juga akan mempertimbangkan Garuda Indonesia untuk melaksanakan Public Expose Insidentil.

Dalam pengumuman sebelumnya per 18 Juni 2021 yang tertuang dalam Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021, BEI memutuskan penghentian sementara perdagangan efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa menyebutkan, otoritas dapat menghapus saham perusahaan tercatat jika ada kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tersebut.

Adapun peristiwa negatif yang dimaksud adalah yang secara finansial atau hukum berpengaruh terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka. Dan akibat peristiwa itu, perusahaan tercatat tak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Saham perusahaan yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai tersebut hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Sepanjang tahun 2021 lalu, Garuda Indonesia mencatatkan liabilitas atau utang sekitar Rp 199,5 triliun dan rugi Rp 62,55 triliun. Maskapai penerbangan itu juga mencatatkan ekuitas negatif sebesar US$ 6,11 miliar akibat total liabilitas yang mencapai US$ 13,3 miliar berbanding aset yang hanya US$ 7,18 miliar. Jika dirupiahkan, liabilitas tersebut setara Rp 199,5 triliun.

Adapun liabilitas GIAA terdiri atas liabilitas jangka pendek sebesar US$ 5,77 miliar dan jangka panjang US$ 7,53 miliar. Sedangkan, total aset lancar senilai US$ 305,72 juta dan aset tidak lancar US$ 6,88 miliar. Saat itu, rasio utang terhadap asetnya pun mencapai 185 persen, dengan debt to equity ratio (-2,18). Liabilitas adalah kewajiban yang dihitung setara nilai uang dan harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain.

Emiten tersebut membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 1,33 miliar setara Rp 19,95 triliun. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan beban usaha yang mencapai US$ 2,6 miliar setara Rp 39 triliun. Sementara pendapatan usaha lainnya juga tercatat negatif US$ 2,68 miliar.

Hal-hal itu kemudian membuat Garuda Indonesia mencatat rugi usaha hingga US$ 3,96 miliar setara Rp 59,4 triliun pada tahun 2021.

Sementara itu, Garuda Indonesia berencana melakukan penambahan modal negara (PMN) dengan memberian hak memesan efefk terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Rencana tersebut didasarkan pada rencana perdamaian.

Adapun salah satu skema restrukturisasi utang Garuda adalah dengan cara penerbitan saham baru yang akan dikeluarkan dalam rangka PMN melalui penambahan modal dengan memberikan HMETD, konversi atas utang kepada kreditur yang berhak menerima ekuitas melalui PMTHMETD, serta Konversi OWK.

Berdasarkan surat tertanggal 12 Mei 2022 dari Menteri BUMN, pemerintah mengalokasikan Rp 7,5 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara tahunan untuk penyertaan modal negara (PMN) kepada Garuda Indonesia. PMN akan dilaksanakan melalui penerbitan saham dengan memberikan HMETD, di mana Pemerintah akan melaksanakan HMETD milik Pemerintah dan menyetorkan modal baru di Perseroan sebesar Rp 7,5 triliun.

Sehubungan dengan PMN tersebut, Garuda Indonesia berencana menambah modal dengan memberikan HMETD kepada para pemegang saham perseroan dalam jumlah sebanyak-banyaknya 225.585.894.911 lembar saham atau sebesar 871,44 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor perseroan pada saat keterbukaan informasi. Saham baru dalam penambahan modal dengan memberikan HMETD ini akan dikeluarkan dengan nilai nominal per saham sebesar Rp 459 atau harga pelaksanaan.

BISNIS

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus