Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PASAR telepon seluler Indonesia kebanjiran produk ilegal. Ponsel black market alias BM bertebaran di tangan distributor dan konsumen. Tak jelas berapa jumlah barang haram ini yang beredar. Tapi Kementerian Perdagangan memperkirakan lebih dari 20 persen ponsel yang ada di pasar adalah barang selundupan.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menawarkan jurus jitu untuk menutup pasar gelap ponsel di Tanah Air. Caranya: memblokir nomor international mobile equipment identity ponsel yang tidak terdaftar. "Itu kewenangan Menteri Kominfo," katanya. Sambil santap siang di kantornya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Gita menjawab pertanyaan Iqbal Muhtarom dari Tempo, Selasa pekan lalu.
Berapa kira-kira telepon seluler ilegal yang beredar?
Kami tidak punya angka empiris yang pasti. Tapi, berdasarkan masukan dari pimpinan perusahaan telekomunikasi, ada 70 juta handphone ilegal yang masuk ke Indonesia dari 250 juta handphone yang ada di Indonesia. Ini angka akumulatif. Sewaktu saya ke Roxy, banyak BlackBerry yang tidak dilengkapi kartu garansi. Tulisan di boks: "Hanya boleh dijual di Malaysia". Lha, kok dijual di sini?
Berapa potensi kerugian negara?
PPN 10 persen, switching cost kalau tidak salah Rp 500 ribu per handphone. Anggap satu handphone nilainya Rp 2 juta dikalikan 70 juta dikali 10 persen. Itu sudah Rp 14 triliun. Ditambah 70 juta dikali Rp 500 ribu, jadi Rp 35 triliun. Hitungan kasar, sekitar Rp 50 triliun yang tidak masuk ke negara.
Bagaimana Kementerian Perdagangan menyikapi?
Saya tidak berwenang menangkap, perlindungan konsumen bisa. Kalau produk tidak berlabel, tidak ada kartu garansi. Atau label dan kartu garansinya dalam bentuk fotokopian. Masalahnya, apa kita mau membereskan dengan metode itu? Sampai botak enggak bakal ketangkap 70 juta.
Menurut Anda, bagaimana solusi seharusnya?
Yang paling gampang adalah secara digital. Setiap handphone punya nomor IMEI (international mobile equipment identity). Harus dibuat aturan bahwa handphone yang bisa dijual adalah yang IMEI-nya terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kalau tidak, perusahaan telekomunikasi bisa memberi sanksi dengan mematikan saluran. Itu bisa secara teknologi, gampang banget. Tapi pimpinan perusahaan telekomunikasi agak takut karena ada efek sosial. Banyak pejabat dan tokoh punya handphone lebih dari satu. Kalau saluran dimatikan, nanti komplain.
Apa risiko bila saluran dimatikan?
Yang semula menggunakan empat handphone, nantinya bisa berkurang menjadi satu saja. Pendapatan perusahaan telekomunikasi turun.
Bagaimana mengetahui ponsel ilegal atau tidak?
Enggak bisa. Anda beli handphone di gerai Telkomsel pun, misalnya, belum tentu legal. Sebab, barang berasal dari dealer. Yang paling mujarab adalah nomor IMEI, nomor manufaktur, harus terdaftar.
Perusahaan telekomunikasi pun tidak tahu?
Bagaimana mengeceknya? Hanya dengan IMEI, dan secara digital IMEI itu bisa terdeteksi.
Bagaimana pemilik ponsel mengetahui nomor IMEI-nya terdaftar atau tidak?
Ke Kominfo. Idealnya, di titik penjualan semestinya ada sistem untuk mengecek nomor IMEI terdaftar atau tidak.
Ada gagasan seperti itu?
Saya bukan Menteri Kominfo. Saya menyuarakan, mengimbau.
Jadi bagaimana solusi sebaiknya?
Secara konvensional, penyelesaiannya di Bea-Cukai, kepolisian. Operasi penangkapan setiap hari. Tapi itu enggak efektif, enggak efisien. Padahal, kalau dilakukan cara digital, tinggal klik, pakai IMEI. Kalau mau bijaksana, dikembangkan periode transisi. Implementasi tidak perlu serentak, bisa dalam dua tahun. Minta operator seluler dalam dua tahun ke depan memastikan 70 juta handphone yang IMEI-nya belum terdaftar harus mendaftar diri lewat operator. Begitu terdaftar harus bayar PPN, switching cost.
Solusi jangka panjang?
Yang ideal memproduksi sendiri handphone di dalam negeri. Para pedagang biar jualan di dalam negeri saja.
Rencana itu sudah dibicarakan?
Secara lisan sudah saya usulkan. Aneh, kok saya yang mengusulkan? Saya bukan di hulunya, melainkan di hilir. Kominfo dong yang mengusulkan begini.
Bagaimana pembahasan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring?
September-Oktober 2013 rapat koordinasi. Solusi substantif, harus ada political will dari kementerian teknis, dan itu bukan di Kementerian Perdagangan. Yang menyetujui IMEI itu Kominfo.
Apa jawaban Menteri Komunikasi?
Nanti kami pelajari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo