Keputusan RUPS yang memilih cucu Nyonya Meneer sebagai dirut tidak dianggap sah oleh putra bungsu almarhumah. BERTENGKAR soal warisan, itu biasa. Namun, yang satu ini istimewa. Cekcok warisan Nyonya Meneer, yang meletup sejak 1985, belum juga reda. Ronde terakhir baru terjadi Januari lalu. Ketika itu, rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) memecat Hans Pangemanan dari jabatan direktur utama. Pada rapat serupa yang diselenggarakan tiga pekan kemudian, Charles Ong (salah seorang cucu almarhumah Nyonya Meneer yang mewakili sebagian besar saham perusahaan jamu itu) diangkat sebagai pengganti Hans. Keputusan mengangkat Charles sebenarnya sudah diambil pada Desember 1989, tapi saat itu Hans menganggapnya tidak sah. Alasannya: tidak dilakukan melalui RUPS. Kini, alasan tersebut tidak lagi berlaku untuk keputusan RUPS Januari silam. Apalagi manajemen yang dipimpin Hans tidak pernah membuat laporan keuangan selama empat tahun (1986-1990). "Makanya, dia (Hans Pangemanan) dicopot," kata Charles kepada Sri Raharti dari TEMPO. Lalu apa kata Hans, putra bungsu almarhumah Nyonya Meneer? Lelaki yang menguasai 33% saham perusahaan Nyonya Meneer ini menganggap RUPS itu tidak sah. Alasannya: ia tidak diundang sebagai direksi, melainkan hanya sebagai pemegang saham. "Masa sebagai direktur yang sedang diskors, saya tidak diundang untuk memberikan laporan pertanggungjawaban," katanya. Bahwa Hans dituduh tidak pernah melaporkan keuangan perusahaan selama empat tahun, itu pun dibantah. Hans menandaskan bahwa setiap triwulan ia menyerahkan laporan keuangan pada pemegang saham. Entah mana yang benar. Maka, terjadilah tuding-menuding, salah-menyalahkan. Kendati RUPS memecat Hans, orang yang bersangkutan tetap menganggap dirinya dirut yang sah. Konflik ini mengganggu kelancaran bisnis Nyonya Meneer, dan tak luput dari banyak peristiwa lucu. Adanya dua direksi di perusahaan itu pertama-tama meresahkan para pekerja. Sebanyak 34 karyawan yang dianggap pro-Hans Pangemanan dipecat. Lalu pernah terjadi, sekitar 300 pekerja dari kubu Hans dilarang masuk ke pabrik oleh petugas satpam, atas perintah Suria Nataadmadja, pengacara yang dijadikan kuasa direksi oleh Charles Ong. Yang lucu adalah, ketika Februari lalu Charles mulai masuk kantor sebagaimana lazimnya seorang direktur. Yang dia jumpai di kantor adalah ruang direksi yang terkunci. Tak mau mundur, Charles segera membongkar kunci, dan menggantinya dengan yang baru. Hal serupa dilakukan Hans beberapa jam kemudian, pada hari yang sama. Hans membongkar kunci yang baru saja dipasang oleh Charles. Merasa dilangkahi, Hans mengajukan kasus ini ke meja hijau. Ada tiga hal yang dia tuntut. Pertama, dia ingin tetap sebagai direksi, dengan alasan RUPS yang berlangsung tidak sah. Kedua, ia menuntut ganti rugi Rp 5 milyar, atas pencemaran nama baiknya sebagai direksi. Ketiga, niatnya membagikan saham kepada anak-anaknya harus diizinkan. Tuntutan terakhir ini penting, setidaknya untuk memperkuat kubu Hans Pangemanan. Soalnya, di Meneer tidak berlaku sistem satu saham satu suara, tapi satu pemegang saham (berapa pun jumlahnya) memiliki enam suara. Itulah sebabnya, Charles berusaha mengubah sistem tersebut. "Tapi Hans menolak karena takut kalah suara," ujar Charles. Sulit menebak siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Yang jelas, dengan 1.800 buruh plus omset Rp 5 milyar setahun, Nyonya Meneer oleh Pemda Jawa Tengah dianggap sebagai aset yang berharga. Maka, tidak aneh kalau untuk mendamaikan kubu Hans dan Charles, aparat pemerintah dari berbagai instansi -- - Dandim, Kapoltabes, Wali Kota Semarang, hingga Gubernur Ismail -- terjun sebagai penengah. Budi Kusumah, Heddy Lugito, dan Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini