Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Saya jadi makin minder

Wawancara tempo dengan jakob oetama, 59, pimpinan kelompok kompas-gramedia tentang bisnis media saat ini. peran pk ojong dalam mengelola bisnisnya.

30 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKOB Oetama 59 tahun, sang komandan Kelompok Kompas- Gramedia, agaknya punya peran lain di samping mengelola isi dan bisnis medianya. Bagi beberapa teman dan rekannya, putra seorang pensiunan guru di Sleman ini mulai dijuluki sebagai resi. Gaya bicaranya memang perlahan dan tenang, dengan suara yang mantap. Kepribadian itu pun dibawanya dalam gayanya menulis, yang tak jarang membuat pembacanya tak sabar. "Kalau saya menjadi wartawan di Amerika pun, gaya saya ya akan tetap begini," katanya pelan. Pekan lalu dia menerima wartawan TEMPO Yopie Hidayat, untuk suatu wawancara khusus. Beberapa petikan: Figur Anda di Kompas sudah dianggap seperti setengah dewa. Benarkah? Pertama, citra, pesan, dan informasi itu bobot kebenarannya kan tak selalu seperti itu. Kedua, saya memakai hubungan pribadi dalam manajemen, terutama pada wartawan. Lha, kalau dasar manajemennya begitu, mana mungkin membikin jarak. Tapi sejak Pak Ojong meninggal, saya kan duduknya tidak lagi di bawah. Saya duduk di tempat yang tadi diduduki Pak Ojong, mungkin lalu ada perasaan semacam itu pada wartawan-wartawan muda. Bisa jadi, juga karena saya ini yang memulai mendiri- kan Kompas, lama-lama saya jadi figur seperti bapak. Terus saya bisa memandang persoalan, dan sebagai orang yang lebih tua memberikan masukan. Tapi saya sendiri tetap suka ikut rapat, ikut menilai trend dan memberikan sumbangan pemikiran. Bagaimana bisnis media sekarang ini? Memang sudah jelas, persaingan media akan makin ramai. Koran-koran baru yang dikelola secara profesional punya hubungan dengan modal-modal kuat. Mereka juga punya komitmen yang teguh. Sementara itu, ada juga penerbitan lama yang diperbarui. Di sisi lain, perubahan masyarakat juga begitu cepat. Salah satu ciri zaman sekarang, perubahan kebudayaan itu jaraknya pendek. Nah, padahal koran itu kan ajangnya masyarakat. Maka, wartawan akan semakin berat kerjanya. Sedangkan medianya sendiri juga beda. Dulu TEMPO sendirian, sekarang sama-sama. Kompas dari dulu tidak sendirian, tetapi sekarang yang lain berupaya meningkatkan secara profesional. Memang, saya rasa ini tantangan yang makin besar. Di satu pihak ini baik, mungkin akan memacu perkembangan pers lebih lanjut. Yang sudah maju pun jangan lalu mapan, jangan sampai dikejar. Kelompok Kompas-Gramedia terus berekspansi ke daerah dan majalah. Kalau ke daerah itu kami kerja sama. Memang ini dianjurkan oleh Dewan Pers, agar koran yang sudah berkembang membantu dan bekerja sama dengan koran yang lebih lemah. Dasarnya, untuk menjaga agar koran lemah itu jangan mati. Kalau maja- lah, sebenarnya dari tahun 70-an kami sudah punya. Ada Intisari, Bobo, dan sebagainya. Lumayanlah, karena majalah lain tak ada. Kemudian yang lain tumbuh, dan mereka jadi besar. Sebagai sesepuh yang menangani, saya ibarat tertidur. Misalnya saja saya lupa, bahwa Intisari itu bulanan. Sudah bulanan nggak pernah pasang iklan, makin dilupakan orang. Se- mentara itu, majalah dari kelompok lain terus ramai memasang iklan. Kami pun ikut berpromosi, dan melakukan usaha-usaha untuk menyegarkan manajemen dalam majalah, dengan menempatkan orang-orang yang lebih muda. Mereka inilah yang bersemangat. Jelas, semangat itu yang penting, jangan sampai habis. Tapi kami selalu pakai sistem kerja sama kok, kan kelompok saya tak mungkin dapat SIUPP .... Lalu sekarang larinya bikin tabloid banyak-banyak. Itu sih terserah Arswendo (Atmowiloto -- Red.). Saya kan sebetulnya lebih suka mikir tentang perkembangan masyarakat. Hati saya di sana. Adakah perasaan ingin pensiun dari semua urusan bisnis, kecuali sebagai wartawan? Beberapa tahun ini saya rasakan itu. Tapi mungkin saya akan menarik diri secara bertahap. Mungkin wartawan itu kayak serdadu tua. Dia tidak akan mati, tapi menghilang pelan. Be- gitu kan? Ya, jadinya bikin senang diri sendirilah, he ... he ... he .... Bisnis yang nonmedia bagaimana? Pengelolaannya akan dipisah, supaya sehatlah. Tapl sebenarnya bisnis yang lain itu kan kecil. Orang kan cuma lihat Kompas. Maka, waktu ada majalah yang bilang saya ini konglomerat dan foto saya dipasang bersama konglomerat lain, ketawa saya. Orang nggak tahu, sih, kami ini kecil. Apalagi setelah banyak perusahaan yang go public, semua jadi jelas betapa kaya mereka. Saya jadi makin minder.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus