INILAH hotel yang warna gentengnya diracik dengan tahi sapi dan
dua kamar superluksnya berkaca jendela yang tahan peluru. Dan
lebih menarik lagi, manajernya punya optimisme di tengah resesi
sekarang.
Tak heran bila Hotel Nusa Dua Beach ini, yang Jumat pekan lalu
diselamati secara adat Bali, jadi perhatian. Terbentang di tanah
8,5 hektar, dengan bangunan seluas 37 ribu meter persegi yang
menyimpan 450 kamar, Nusa Dua Beach merupakan hotel pertama di
wilayah Nusa Dua, sali--daerah pariwisata terpisah yang sejak
dua tahun yang silam dibuka pemerintah. Di punggungnya Samudra
Hindia (Indonesia), di sekitarnya tanah gersang yang melompong.
Bagi si penanam modal, PT Bukit Nusa Hotel Corp., anak
perusahaan Garuda, masa depan tentu tak segersang dan
semelompong itu. Investasi di sini US$ 30 juta. Sebagian besar
dari jumlah itu US$ 25 juta, menurut ilham Alkayat, quantity
surveyor untuk proyek ini, dipergunakan buat bangunan. Meskipun
dalam perbandingan Direktur Utama Garuda Wiweko Supono invetasi
itu "hampir senilai sebuah pesawat DC-10" - lebih murah
ketirnbang satu Airbus atau jumbo jet--harapan untuk laba lebih
besar diharapkan dari sini.
Maka resesi boleh terus, hotel ini boleh tahan. Setidaknya
menurut pihak 'erowisata, yang mengelola hotel baru ini. Jenis
turis yang akan datang ke hotel Nusa Dua Beach, menurut Stanley
Allison, Manajer Utama Aerowisata "bukanlah yang sangat terkena
oleh resesi."
Turis beruang, itulah memang yang ditunggu. Tarif kamar hotel
ini sendiri rata-rata US$ 55 semalam. Tak terlampau mahal bagi
hotel yang sekelas, tapi kamar mewah presidential suite-nya yang
berjendela kaca tahan peluru dan berkolam renang pribadi akan
bertarif US$ 500 semalam di hari-hari awal, plus 20% buat
service.
Betapa pun Garuda punya dasar buat optimistis bahwa jualan
barunya itu akan laku. Selalu berusaha agar perusahaan
penerbangan yang dipimpinnya tak menjadi seperti Pertamina di
masa Ibnu Sutowo, Wiweko Supono tak ingin pengembangan yang
terlampau berani. Ia berangkat karena bertolak dari kenyataan
yang dikutipnya ini: tahun 1982, dibandingkan tahun 1981,
penumpang yang diangkut Garuda dari beberapa negara meningkat.
Dari Eropa meningkat 24%, dari Jepang 26% dan dari Australia
12%. Hanya dari Hongkong yang nihil.
Di samping itu, rata-rata pemakaian kamar hotel di Bali, menurut
Manajer Operasi Hotel Sanur Beach, Eddy Karmawan, masih di atas
75%. Tentu saja angka ini bisa diperdebatkan dalam masa suram
sekarang. Ida Bagus Kompyang, bekas Ketua Persatuan Pengusaha
Hotel dan Restoran di Bali, menyebut tingkat pengisian tamu
hotel sekarang hanya 40%. Dari Hotel Bali Beach diperoleh angka
40ø0. Di Hotel Hyatt jumlah tamu turun 12% dari tahun lalu.
Benar atau tidak angka itu, yang pasti dengan dibukanya Nusa Dua
Beach Hotel, persaingan tentu akan lebih keras. Upacara pekan
lalu, yang tak cukup dihadiri para pengusaha hotel lain di Bah,
mengisyaratkan itu. Toh seperti direkam pembantu TEMPO Nengah
Wedja di Denpasar, orang hotel di sini kini "menghimbau untuk
pemerataan."
Pemerataan? Dari pihak Garuda, pemerataan yang dikerjakannya
dengan investasi di Nusa Dua memang berbeda dari yang diharapkan
para pengusaha hotel (atau penerbangan) lain. Nlsa Dua Beach
Hotel dibangun dengan menggunakan setidaknya 70% bahan lokal,
dan cuma 30% bahan impor.
Segi ini agaknya yang paling membuat bangga Wiweko hotel barunya
bukan saja dibangun dengan arsitektur yang khas Bali, dengan
disain Ir. Darmawan. Hotel itu juga--karena gaya arsitekturnya
-- dibangun dengan teknik padat karya.
Pada masa puncak kegiatan pembangunannya, sekitar 4.500 orang
bekerja di sini. Ratusan truk bergerak mengangkut mereka.
Menyaksikan adegan itu, dalam kata-kata Ir. Abukasan Atmodirono,
52 tahun, sang manajer konstruksi dari kantor perencana dan
arsitek Gubahlaras, seperti menyaksikan rakyat yang pergi "ke
rapat akbar".
Namun efek yang lebih awet ialah bagi rakyat Desa Pejaten,
sebuah daerah yang tak hidup dari pertanian. Arsitektur Hotel
Nusa Dua Beach membutuhkan sejenis genteng khas Bali, yang
terakhir kali dibuat di awal abad ke-19. Untuk itu 3.500
pengrajin dari Pejaten -- yang sejak nenek moyang membuat barang
tanah liat --dapat kerja besar. Sebanyak Rp 100 juta uang masuk
ke desa itu, separuhnya buat pembikinan kembali genteng yang
nyaris punah tadi.
Yang masih jadi pertanyaan ialah bagaimana efek Hotel Nusa Dua
Beach bagi kawasan Nusa Dua sendiri. Sejak dipasarkan lima tahun
yang lalu--beberapa tahun sebelum dibuka resmi --sampai kini
baru tiga calon hotel yang siap dibangun di sana, di samping
Nusa Dua Beach. Yakni, menurut Nono Ganjar dari Bali Tourism
Development Corporation: HHI, Hotel Horison dan Club Mediterrane.
Jumlah itu tentu bisa dinilai kecil dan seret. Tapi Nonon Ganjar
mengingatkan: dalam resesi, "itu tak terlampau jelek". Nampaknya
memang banyak hal "tak terlampau jelek"di masa resesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini