Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sebuah hotel yang lain

Peresmian hotel nusa dua beach, bali, dibangun oleh pt bukit nusa hotel corp, anak perusahaan garuda. sebuah hotel yang dibangun dengan padat karya. (eb)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH hotel yang warna gentengnya diracik dengan tahi sapi dan dua kamar superluksnya berkaca jendela yang tahan peluru. Dan lebih menarik lagi, manajernya punya optimisme di tengah resesi sekarang. Tak heran bila Hotel Nusa Dua Beach ini, yang Jumat pekan lalu diselamati secara adat Bali, jadi perhatian. Terbentang di tanah 8,5 hektar, dengan bangunan seluas 37 ribu meter persegi yang menyimpan 450 kamar, Nusa Dua Beach merupakan hotel pertama di wilayah Nusa Dua, sali--daerah pariwisata terpisah yang sejak dua tahun yang silam dibuka pemerintah. Di punggungnya Samudra Hindia (Indonesia), di sekitarnya tanah gersang yang melompong. Bagi si penanam modal, PT Bukit Nusa Hotel Corp., anak perusahaan Garuda, masa depan tentu tak segersang dan semelompong itu. Investasi di sini US$ 30 juta. Sebagian besar dari jumlah itu US$ 25 juta, menurut ilham Alkayat, quantity surveyor untuk proyek ini, dipergunakan buat bangunan. Meskipun dalam perbandingan Direktur Utama Garuda Wiweko Supono invetasi itu "hampir senilai sebuah pesawat DC-10" - lebih murah ketirnbang satu Airbus atau jumbo jet--harapan untuk laba lebih besar diharapkan dari sini. Maka resesi boleh terus, hotel ini boleh tahan. Setidaknya menurut pihak 'erowisata, yang mengelola hotel baru ini. Jenis turis yang akan datang ke hotel Nusa Dua Beach, menurut Stanley Allison, Manajer Utama Aerowisata "bukanlah yang sangat terkena oleh resesi." Turis beruang, itulah memang yang ditunggu. Tarif kamar hotel ini sendiri rata-rata US$ 55 semalam. Tak terlampau mahal bagi hotel yang sekelas, tapi kamar mewah presidential suite-nya yang berjendela kaca tahan peluru dan berkolam renang pribadi akan bertarif US$ 500 semalam di hari-hari awal, plus 20% buat service. Betapa pun Garuda punya dasar buat optimistis bahwa jualan barunya itu akan laku. Selalu berusaha agar perusahaan penerbangan yang dipimpinnya tak menjadi seperti Pertamina di masa Ibnu Sutowo, Wiweko Supono tak ingin pengembangan yang terlampau berani. Ia berangkat karena bertolak dari kenyataan yang dikutipnya ini: tahun 1982, dibandingkan tahun 1981, penumpang yang diangkut Garuda dari beberapa negara meningkat. Dari Eropa meningkat 24%, dari Jepang 26% dan dari Australia 12%. Hanya dari Hongkong yang nihil. Di samping itu, rata-rata pemakaian kamar hotel di Bali, menurut Manajer Operasi Hotel Sanur Beach, Eddy Karmawan, masih di atas 75%. Tentu saja angka ini bisa diperdebatkan dalam masa suram sekarang. Ida Bagus Kompyang, bekas Ketua Persatuan Pengusaha Hotel dan Restoran di Bali, menyebut tingkat pengisian tamu hotel sekarang hanya 40%. Dari Hotel Bali Beach diperoleh angka 40ø0. Di Hotel Hyatt jumlah tamu turun 12% dari tahun lalu. Benar atau tidak angka itu, yang pasti dengan dibukanya Nusa Dua Beach Hotel, persaingan tentu akan lebih keras. Upacara pekan lalu, yang tak cukup dihadiri para pengusaha hotel lain di Bah, mengisyaratkan itu. Toh seperti direkam pembantu TEMPO Nengah Wedja di Denpasar, orang hotel di sini kini "menghimbau untuk pemerataan." Pemerataan? Dari pihak Garuda, pemerataan yang dikerjakannya dengan investasi di Nusa Dua memang berbeda dari yang diharapkan para pengusaha hotel (atau penerbangan) lain. Nlsa Dua Beach Hotel dibangun dengan menggunakan setidaknya 70% bahan lokal, dan cuma 30% bahan impor. Segi ini agaknya yang paling membuat bangga Wiweko hotel barunya bukan saja dibangun dengan arsitektur yang khas Bali, dengan disain Ir. Darmawan. Hotel itu juga--karena gaya arsitekturnya -- dibangun dengan teknik padat karya. Pada masa puncak kegiatan pembangunannya, sekitar 4.500 orang bekerja di sini. Ratusan truk bergerak mengangkut mereka. Menyaksikan adegan itu, dalam kata-kata Ir. Abukasan Atmodirono, 52 tahun, sang manajer konstruksi dari kantor perencana dan arsitek Gubahlaras, seperti menyaksikan rakyat yang pergi "ke rapat akbar". Namun efek yang lebih awet ialah bagi rakyat Desa Pejaten, sebuah daerah yang tak hidup dari pertanian. Arsitektur Hotel Nusa Dua Beach membutuhkan sejenis genteng khas Bali, yang terakhir kali dibuat di awal abad ke-19. Untuk itu 3.500 pengrajin dari Pejaten -- yang sejak nenek moyang membuat barang tanah liat --dapat kerja besar. Sebanyak Rp 100 juta uang masuk ke desa itu, separuhnya buat pembikinan kembali genteng yang nyaris punah tadi. Yang masih jadi pertanyaan ialah bagaimana efek Hotel Nusa Dua Beach bagi kawasan Nusa Dua sendiri. Sejak dipasarkan lima tahun yang lalu--beberapa tahun sebelum dibuka resmi --sampai kini baru tiga calon hotel yang siap dibangun di sana, di samping Nusa Dua Beach. Yakni, menurut Nono Ganjar dari Bali Tourism Development Corporation: HHI, Hotel Horison dan Club Mediterrane. Jumlah itu tentu bisa dinilai kecil dan seret. Tapi Nonon Ganjar mengingatkan: dalam resesi, "itu tak terlampau jelek". Nampaknya memang banyak hal "tak terlampau jelek"di masa resesi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus