Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Catu ditelan salju

Sidang regular opec di wina, bersepakat untuk tetap bertahan pada gambar patokan, gagal menetapkan alokasi kuota masing-masing anggota. (eb)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALJU-salju pertama mulai membasahi Wina, ibukota Austria, di Minggu pagi lalu, bertepatan dengan pembukaan sidang regular organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Di sebelah Hotel Inter-Continental, di sebuah lapangan tenis besar, puluhan anak muda nampak asyik bermain ice-skating, menari-nari di atas es, tak menghiraukan sidang para menteri OPEC. Di dalam ruangan Johann Strauss yang gemerlapan dengan nyala lampu-lampu kristal, tempat berlangsungnya konperensi, juga terasa suasana akrab. Di luar dugaan banyak orang, delegasi Iran yang berjumlah 16 orang, dan paling besar, kali ini duduk bersebelahan dengan delegasi Irak yang cuma lima orang, sesuai dengan abjad. Biasanya, seperti dalam konperensi OPEC di Bali dan di Jenewa tahun lalu, kursi kedua anggota yang masih bermusuhan itu, ditengahi oleh kursi Indonesia. Saling tuding antara Iran dengan Arab Saudi, seperti terjadi dalam sidang di Quito, ibukota Ekuador, enam bulan lampau, juga tak terjadi. Dan Menteri Perminyakan Arab Saudi heikh Zaki Yamani, yang beberapa hari sebelum sidang, mengancam akan menurunkan harga patokan minyaknya dengan dua dollar, nampak banyak senyum, dan tak lupa menyapa Mohamad Gharazi. "Tadinya kita khawatir akan terjadi apa-apa, tapi sungguh di luar dugaan sidang kali ini berjalan cukup lancar," kata Menteri Pertambangan dan Energi Subroto. Adapun yang menolong terciptanya suasana yang baik itu, menurut ketua delegasi Indonesia, disebabkan "semua anggota merasa prihatin dengan gambaran ekonomi yang suram pada tahun 1983." Adanya kepentingan bersama itu pula yang membuat segenap anggota, termasuk yang suka main banting harga, seperti Nigeria, Lybia, dan Iran, bersepakat untuk tetap bertahan pada harga patokan setinggi US$ 34 per barrel. Kepastian untuk mempertahankan harga patokan jenis Arabian Light Crude, pagi-pagi juga sudah dilontarkan oleh Mana Saeed Otaiba, ketua delegasi Persatuan Uni Emirat Arab. Berbicara sebagai salah seorang anggota panitia monitoring harga minyak, Al-Otaiba, sehari sebelum dimulainya sidang, menandaskan kepada pers tekad OPEC tersebut. "Ingin saya tandaskan secara hitam-putih -- OPEC tetap memperta nkan harga pada tingka 34 dollar per harrel," katanya. Suara-suara di luar sidang agak terkejut juga dengan tekad OPEC itu. Sebab Arab Saudi sendiri telah menjual minyak jenis ALC itu di pasaran tunai spot) dengan US 31 per barrel. Berapa besarnya porsi pasaran tunai itu memang sulit ditebak. Sebuah sumber yang mengetahui menduga sekitar 35% dari ekspor minyak OPEC telah dijual di pasaran tunai, yang tentu saja, jauh lebih murah dibandingkan dengan harga kontrak. Tapi bagi negara-negara non-OPEC, seperti Meksiko, dan Inggris, keputusan OPEC untuk bertahan pada harga resminya itu disambut hangat. Sebab di mata mereka, penurunan harga di saat lembeknya pasaran minyak sekarang, hanya akan membuat harga itu sendiri bertambah runyam. Meksiko yang dilanda utang besar, kini menghasilkan sekitar 2,7 juta barrel sehari, dan sekitar 85% dari ekspornya pergi ketetangganya: AS. Inggris dan Norwegia, produsen minyak jenis North Sea Crude yang kurang lebih setingkat dengan jenis Minas kita, masing-masing menghasilkan 1,7 juta, dan sekitar 500 ribu barrel sehari . Kalau masalah harga patokan resminya sudah dianggap bukan soal, maka yang paling pelik buat para menteri OPEC adalah: bagaimana membagi kue produksi yang kini mengecil itu secara merata. Dalam suatu sidang istimewa di Wina bulan Maret lalu, para menteri OPEC bersepakat untuk menetapkan alokasi tertinggi kuota sebanyak 17,5 juta barrel sehari bagi segenap anggotanya. Indonesia kebagian kuota 1,3 juta barrel, diam-diam telah menggenjot produksi jauh di atas kuota. Terakhir, menurut catatan para pengamat ekonomi di Wina, mereka telah memompa produksinya antara 2,5 - 2,7 ju ta barrel sehari, dan sekaligus melakukan banting harga hingga US$ 31 per barrel untuk ekspor minyaknya termasuk biaya pengangkutan (cost and freight). Nigeria juga secara terang-terangan melanggar konsensus OPEC, dengan melakukan berbagai macam potongan harga kepada para pembelinya di Eropa, dan menaikkan produksinya di atas kuota 1,3 juta barrel. Begitu pula Lybia. Tapi yang paling menarik adalah Venezaela, salah satu pendiri OPEC. Yang tak mau kalah ikut melakukan penyimpanan: dari kuota 1,5 juta menjadi 2,3 juta barrel sehari per November lalu. Merka, tentu saJa menyajikan setumpuk alasan mengapa sampai melangkah jauh dari keputusan bersama di Wina. Itu pula sebabnya Sheikh Yamani dua hari sebelum sidang mengeluarkan ansaman, kalau beberapa rekannya terus-terusan membuat tindakan sepihak. Pukul rata, sejak Maret sampai akhir November lalu, telah terjadi penyimpangan produksi sebanyak 1,8 juta barrel sehari. Kini mereka kembali berkumpul untuk mencapai konsensus baru. Minggu malam itu mereka berunding di salon Belvedere Gloriette, lantai paling atas dari hotel yang bertingkat 12, dipimpin Ketua OPEC Yahaya Dikko, yang juga ketua delegasi Nigeria. Tak begitu jelas apakah para menteri menikmati sampanye Austria Hofburg Cuvee yang disediakan bagi mereka. Tapi dalam sidang yang disambung esok paginya mulai pukul sebelas hingga lepas makan siang para menteri OPEC itu bersepakat untuk mengangkat jumlah kuota bersama mereka dari 17,5 juta menjadi kurang lebih 18,5 juta barrel sehari. Batas kuota yang baru itu memang tak sepenuhnya memuaskan para anggota OPEC, khususnya bagi negeri seperti Nigeria, Iran dan Lybia yang merasakan kesulitan dana untuk membiayai kebutuhan dalam negeri. Tapi itulah jalan tengah yang dianggap cukup untuk tak merusak pasaran minyak. Kini tiba soalnya unnlk membagibagi kuota 18,5 juta barrel itu, begitu rupa, sehinga bisa disetujui para anggota. Sebab, bagaimanapun juga, sidang OPEC sekali ini harus keluar dengan suatu keputusan yang berarti. "Bukan seperti waktu-waktu lalu, di mana OPEC keluar dengan pernyataan setuju untuk tidak bersetuju," kata Menteri Subroto. Sikap mengambang seperti itu, dianggap berhahaya kali ini. "Bisa menghancurkan OPEC," kata seorang anggota delegasi Iran. Ketua delegasi Indonesia itu lalu mengajukan suatu pandangan yang cukup menarik: bahwa kuota 18,5 juta barrel itu bisa naik turun tergantung dari keras tidaknya pasaran. Menurut Subroto, pada kuartal pertama dan keempat, di saat negara-negara pembeli di Eropa dan Jepang memasuki musim dingin, seluruh kuota diperkirakan bisa naik dengan 5,4% menjadi 19,5 juta barrel. Sebaliknya pada kuartal kedua dan ketiga, menjelang musim dingin, akan terjadi penurunan yang juga sektar 5,4% sehingga kuota waktu itu menjadi 17,5 juta barrel sehari. Tak diketahui apakah Dr. Subroto juga sudah melontarkan pembagian kuota produksi nasional itu. Tapi sidang pun mulai kacau ketika Iran menolak usul yang dikemukakan oleh Mana Saeed Al-Otaiba. Dalam batas-batas 18,5 juta barrel itu, Dr. Otaiba beranggapan Arab Saudi perlu menekan produksinya menjadi 5,5 juta barrel, agar memberi kelonggaran bagi beberapa anggota yang lain. Maka menurut menteri perminyakan Persatuan Emirat Arab itu, Iran perlu mendapat jatah yang jauh lebih besar dari sebelumnya 2,5 juta barrel. Gharazi setuju dengan pendapat Otaiba, asal saja jumlah itu dianggap jatah untuk ekspor negerinya. Sedang untuk kebutuhan dalam negerinya, orang Iran itu minta tambahan sebanyak 700 ribu barrel lagi. Tentu saja permintaan Iran sulit untuk diterima sidang. Mungkin karena ada instruksi dari Teheran, Mohamad Gharazi tak mau mundur dari jumlah 3,2 juta barrel. Suasana rembukan bertambah kacau ketika Dr. Humberto Calderon Berti dari Venezuela juga menuntut jatah 1,9 juta barrel. Rekan-rekannya lebih setuju kalau ia bisa menerima kuota 1,6 juta barrel. Sungguh di luar dugaan bahwa Venezuela, yang biasanya tampil sebagai penengah, kali ini bersikeras. Ada yang bilang, itu antara lain disebabkan banyak anggota yang "telah memojokkan Venezuela selama sidang." Benar tidaknya, entahlah. Tapi yang pasti, suasana sldang yang semula lancar itu, sama sekali berubah, selepas pukul dua siang. Sheikh Ahmad Yamani lalu minta diri dan berkemas-kemas untuk pulang ke Ryadh sore itu juga, diikuti banyak anggota yang lain. Dan sidang OPEC di Wina yang semula diharap-harap, telah gagal mencari jalan keluar. Sebuah edaran pers yang dibacakan oleh sekretaris jenderal OPEC, hanya menyebutkan dasar produksi total OPEC untuk tahun 1983 tidak melampaui batas 18,5 juta barrel sehari. Edaran itu tak menyebutkan suatu ancer-ancer waktu, kapan orang-orang minyak itu akan kembali kumpul untuk membicarakan kuota produksi nasional. Juga tak disebut-sebut bahwa OPEC bertahan pada harga patokannya. Bagi Indonesia yang dikenal patuh, itu tidak berarti bahwa produksi minyak akan tetap bertengger pada kuota 1,3 juta barrel. Kini, kalau saja Indonesia mau, produksi bisa dinaikkan menjadi 1,5 juta barrel, sesuai dengan usul yang dibawa oleh Menteri Subroto. Ia juga bisa memilih kuota produksi 1,4 juta barrel, sesuai dengan proyeksi produksi yang akan dianggarkan untuk tahun hskal mendatang. Bahayanya, kalau negeri seperti Iran dan Nigeria melanjutkan siasat banting harga, itu pasti tak baik untuk OPEC. Mudah-mudahan saja, Arab Saudi tak sampai melaksanakan ancamannya untuk menurunkan harga patokan minyaknya. "Kalau sampai itu terjadi, keadaan bisa semakin parah," kata seorang delegasi. Itulah OPEC, yang kini berusia 23 tahun, tapi belum juga dewasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus