Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sederet Kasus TNI-Polri dalam Persoalan Bisnis: Kasus Wadas. Inexco, hingga Rempang

Upaya melegalkan TNI berbisnis kembali mencuat. Polri juga disorot lantaran diduga beking korporasi. Berikut sederet kasus TNI-Polri intervensi bisnis

12 Maret 2025 | 13.15 WIB

Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 11 September 2023. Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
material-symbols:fullscreenPerbesar
Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 11 September 2023. Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Upaya melegalkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk berbisnis kembali mencuat sejak terakhir kali dibahas tahun lalu. Baru-baru ini, wacana itu bergulir lagi seiring dibahasnya rancangan undang-undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau RUU TNI di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagaimana diatur dalam UU TNI, prajurit TNI dilarang berbisnis. Menurut Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad ada upaya penghapusan pasal pelarangan tersebut. Penghapusan larangan, kata dia, menjadi dalih agar segelintir elite TNI bisa kembali berbisnis seperti saat era Orde Baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Ini hanya dalih daripada keinginan segelintir orang di elite TNI untuk kembali seperti masa Orde Baru di mana TNI bisa berbisnis,” kata Hussein saat konferensi pers menyikapi RUU TNI di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.

Tak hanya TNI, belakangan Kepolisian Indonesia atau Polri juga menuai sorotan lantaran turut memantau pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang berkepanjangan, sebagaimana diutarakan Kasubdit 5 Bareskrim Polri, Kombes M Irwan Susanto pada 5 Maret 2025 dalam acara Bisnis Indonesia Forum (BIF) di Jakarta.

"Selaku Kasubdit Dittipideksus, kami punya peran terkait dengan penydikan pasar modal. Apalagi, saat ini dengan adanya launching [Danantara] dari Presiden RI Prabowo Subianto, Bareskrim Polri juga concern memantau [harga saham] dan berkoordinasi dengan OJK khususnya dalam bidang pengawasan saham," katanya

Menurut Hari Prabowo, pengamat pasar modal, timbulnya tanya tentang pelibatan langsung polisi dalam dinamika harga saham di lantai bursa cukup beralasan, mengingat pengawasan kegiatan pasar modal, sesuai Undang-Undang (UU) tentang Pasar Modal, dilakukan oleh OJK, sedangkan BEI bertindak sebagai pelaksananya.

“Nah, jika dalam pemeriksaan ditemukan indikasi tindak pidana, kasusnya baru diserahkan ke lembaga hukum, yaitu Polri, Kejaksaan, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Ketua Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal (LP3M) Investa itu dalam keterangan tertulis, Ahad, 9 Maret 2025.

Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan memang ada penegakan hukum yang mengatur agar pihak kepolisian bisa turut memantau transaksi di pasar modal, tapi seharusnya diperlukan koordinasi antarlembaga. Ia juga mewanti-wanti agar pihak kepolisian sesuai dengan koridor dan jangan sampai malah bertujuan untuk intervensi pasar.

“Yang terpenting sesuai dengan koridornya masing-masing, asalkan tujuannya bukan intervensi. Namanya market ‘kan sebenarnya tidak menginginkan adanya intervensi pasar,” tuturnya kepada media, Kamis, 6 Maret 2025.

Pelarangan TNI dan Polri berbisnis bukan tanpa sebab. Tujuannya agar aparat penegak kedaulatan negara itu tetap profesional dalam menjalankan tugasnya. Apalagi, merujuk pada kasus-kasus yang terjadi belakangan, kendati TNI dilarang berbisnis, toh di lapangan banyak fenomena di mana para oknum diduga diam-diam turut mengintervensi dunia bisnis.

Tak jarang oknum anggota TNI maupun polisi diduga terlibat “mengamankan” bisnis-bisnis ilegal yang mana seharusnya mereka tindak. Bukan tudingan semata, ingat kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan pada November 2024? Perkara ini menyita perhatian lantaran seorang polisi tega menembak mati kolega sekantornya yang tengah mengusut dugaan bisnis tambang ilegal.

Dalam beberapa perkara proyek pemerintah, aparat TNI maupun Polri juga acap terlibat bentrok dengan masyarakat yang menyatakan penolakan. Tak jarang intervensi berujung Intimidasi dan memakan korban. Kasus Rempang dan Wadas adalah contohnya. Aparat seolah menjadi tukang pukulnya pemerintah untuk membuat rakyat manut.

Tempo merangkum sederet indikasi intervensi oknum aparat TNI maupun Polri dalam dunia bisnis:

1. Polisi jadi beking PT Inexco Jaya Makmur di Sumatera Barat

Kasus ini terjadi pada Mei 2018 di mana masyarakat Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat menolak berdirinya PT Inexco Jaya Makmur (PT IJM). Masyarakat menolak pembangunan perusahaan itu karena berada di tanah masyarakat adat. Namun, penolakan itu justru ditanggapi represif oleh TNI, Polri, dan Satpol PP.

“Kami mendapat informasi dari lapangan bahwa jelang sahur 23 Mei 2018, sekitar 46 orang masyarakat Simpang Tonang di tangkap oleh aparat gabungan dari unsur TNI, Polri, dan Satpol PP Kabupaten Pasaman. Mereka dibawa ke basecamp tambang emas milik PT IJM,” ujar Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumatra Barat, Wengki Purwanto, Kamis, 24 Mei 2018.

Akibat tindakan keji tersebut, kata Wengki, sekitar 20 orang warga Simpang Tonang mengalami luka-luka di bagian kepala, lengan, punggung, bahkan ada yang mengalami patah tangan. Wengki tindakan aparat yang melindungi kepentingan investasi PT IJM, alih-alih mengayomi masyarakat.

“Tindakan ini jelas tidak manusiawi, ini terjadi di hari-hari peringatan 20 tahun reformasi. Kita mengecam tindakan bar-bar aparat ini,” ujarnya. “TNI adalah alat pertahanan negara, sedangkan Polri mengayomi dan melindungi masyarakat. Bukan untuk memukul dan menganiaya.”

Anggota polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu, 9 Februari 2022. Mereka ditangkap polisi ketika Badan Pertanahan Nasional mengukur lahan rencana penambangan material Bendungan Bener di Wadas. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

2. Masyarakat tolak tambang Wadas, polisi kepung pemukiman

Konflik tambang di Wadas, Jawa Tengah pecah sejak beberapa tahun lalu ketika muncul izin tambang batu andesit di wilayah tersebut serta rencana pembangunan proyek Bendungan Bener di Purworejo. Sebagian besar warga yang bermukim di kawasan Wadas menolak proyek pemerintah tersebut. Mereka berulang kali berunjuk rasa dan kerap mendapat tindak kekerasan dari aparat kepolisian.

Salah satu puncaknya terjadi pada Selasa, 8 Februari 2022. Sebagaimana dilaporkan Gerakan Pecinta Alam Desa Wadas (Gempa Dewa), polisi menganiaya dan menangkap sejumlah warga yang melakukan penolakan. Mereka menyebutkan, sejak pagi, ribuan polisi bersenjata lengkap dikerahkan ke Wadas.

“Sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa mobil polisi memasuki Wadas. Mereka mencopoti poster-poster yang berisi penolakan terhadap penambangan di Desa Wadas,” kata perwakilan Gempa Dewa, Insin Sutrisno, lewat rilisnya.

Pada siang hari, kata dia, ribuan polisi mulai mengepung Desa Wadas. Mereka berkeliling ke seluruh penjuru kampung dengan mengendarai mobil dan sepeda motor serta berjalan kaki. Polisi lantas menangkapi satu per satu warga yang selama ini menolak keberadaan tambang dan proyek Bendungan Bener itu. Polisi juga menangkapi warga yang tengah beribadah di masjid.

Insin menjelaskan, para pemuda setempat dikejar-kejar polisi tak berseragam hingga ke hutan. Polisi juga disinyalir memutus jaringan telepon sehingga daerah itu sempat tanpa sinyal telekomunikasi. Setelah polisi menangkap para penolak tambang, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah mengukur tanah warga yang akan masuk area tambang.

“Kami warga Wadas yang sejak awal konsisten menjaga kelestarian alam menolak pertambangan batuan andesit di Desa Wadas, menuntut Gubernur Jawa Tengah dan Kapolda Jawa Tengah menghentikan pengukuran tanah dan rencana pertambangan di Desa Wadas,” kata Insin.

3. Aparat diduga lindungi tambang ilegal di Kalimantan Timur

Pada 2022 lalu, mencuat isu aparat TNI melindungi tambang ilegal di wilayah Kalimantan Timur. Isu itu terungkap dalam surat Laporan Hasil Penyelidikan Nomor: R/23/IV/WAS.2.4./2022/Divpropam dengan klasifikasi rahasia tertanggal 7 April 2022. Pada salinan dokumen bagian ketiga, terdapat tiga poin simpulan yang salah satu di antaranya menyatakan terkait adanya intervensi unsur TNI.

“Bahwa di wilkum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak polsek, polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang batu bara ilegal selain itu adanya kedekatan Sdri. TAN PAULIN dan Sdri. LENY dengan PJU Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres,” bunyi salah satu kesimpulan tersebut.

Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Andika Perkasa, mengatakan akan memverifikasi surat yang berisi kesimpulan ada faktor kedekatan dari sosok bernama Tan Paulin dan Leny dengan PJU Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres. “Sejak dua hari lalu untuk mendapatkan fakta bukti permulaan yang lebih spesifik,” tuturnya.

4. Aparat gabungan TNI-Polri paksa masuk wilayah Rempang

Rencana pemerintah membangun Rempang Eco-City di wilayah Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau menuai penolakan masyarakat setempat. Musababnya, masyarakat adat tak akan membiarkan kampung-kampung adat yang ada di Pulau Rempang digusur demi proyek pemerintah tersebut.

Kendati masyarakat menyatakan menolak, pemerintah tutup telinga. Justru, pada Kamis, 7 September 2023, ribuan aparat gabungan TNI-Polri dikerahkan untuk memasang pasok tata batas lahan Rempang Eco-City. Masyarakat pun tak tinggal diam dan berupaya menghalangi para aparat tersebut.

Masyarakat adat yang menolak kehadiran aparat gabungan itu melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Aparat kepolisian, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja hingga pengamanan BP Batam pun mencoba membersihkan pepohonan yang ditebang di jalan.

Aksi aparat tak berhenti sampai di situ. Mereka terus merangsek masuk wilayah Rempang, memukul mundur para warga lewat gas air mata. Bahkan, semburan gas air mata tersebut telah sampai hingga ke sekolah. Akibatnya, beberapa siswa dikabarkan mengalami luka-luka. Padahal, para guru di SD tersebut sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakan ke arah sekolah.

Suasana mencekam Pulau Rempang juga beredar di media sosial. Dalam sebuah video, terlihat salah satu sekolah di Rempang dipenuhi asap. Beberapa guru juga tampak berlarian membawa beberapa murid untuk pergi melalui pintu belakang sekolah. Hingga Kamis malam suasana di Pulau Rempang masih mencekam, bahkan para warga sampai saat ini masih bersiaga di beberapa lokasi.

5. Polisi tembak warga demi bela perusahaan sawit di Kalimantan Tengah

Belum rampung masalah bentrok aparat dengan warga di Pulau Rempang, Batam, pada 7 September lalu, kejadian serupa terjadi di Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah tepat sebulan setelahnya. Parahnya, seorang warga, Gijik, 35 tahun, tewas di tempat dan dua lainnya terluka berat diduga karena tertembak aparat pada Sabtu, 7 Oktober 2023.

Peristiwa itu terjadi ketika warga Bangkal melangsungkan aksi damai menuntut tanah plasma mereka dari PT Hamparan Masawit Bangun Persada I atau PT HMBP I. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut perusahaan itu telah membuka bisnis perkebunan sawit di atas tanah warga sejak 2006. PT HMBP I ini merupakan anak perusahaan Best Group Agro International milik Tjajadi.

Adapun warga Bangkal, dan warga Terawan serta Tabiku telah melakukan aksi protes menuntut tanah plasma mereka itu sejak September lalu. Mereka melakukan blokade jalan di areal yang telah diklaim oleh perkebunan PT HMBP I tersebut. Aparat kepolisian bahkan sempat menembakkan gas air mata saat ibu-ibu dan warga Bangkal mendekati pabrik sawit, Sabtu, 16 September 2023.

Selanjutnya, warga melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah dan perusahaan, pada Rabu, 3 Oktober 2023. Namun, PT HMBP I menolak tuntutan warga tersebut. Warga pun kembali turun pada Sabtu, 7 Oktober 2023 dan menyebabkan bentrok dengan aparat. KPA mencatat sedikitnya 20 orang warga mengalami kriminalisasi dan tiga orang tertembak. Dua di antaranya kritis serta satu orang tewas di tempat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Nasional menduga polisi mendukung pihak perusahaan dalam konflik yang menewaskan satu warga di Bangkal. Korban tewas adalah Gijik, 35 tahun, meregang nyawa setelah sebutir peluru tajam menembus dadanya. Walhi heran lantaran anggota polres dan polda setempat justru mendukung perusahaan alih-alih melindungi keselamatan warga.

“Polisi mem-back up perusahaan secara penuh. Kami heran ini mereka polisi atau satpam perusahaan,” ujar Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, Ahad, 8 Oktober 2023.

6. Polisi tembak mati pencuri sawit milik perusahaan di Bangka Belitung

Tindakan berlebihan dilakukan oleh personel Satuan Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Bangka Belitung menembak mati warga yang melakukan pencurian buah kelapa sawit. Polisi tersebut sanggup menghilangkan nyawa orang dalam rangka pengamanan di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bumi Permai Lestasi (BPL).

Korban diketahui bernama Beni warga Dusun Sungkai Desa Tugang Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat meninggal dunia di areal perkebunan sawit PT BPL, Ahad Sore, 24 November 2024 sekitar 16.00 WIB dan dimakamkan Senin Pagi, 25 November 2024. Peristiwa bermula saat satuan Brimob menindaklanjuti laporan perusahaan ihwal pencurian di wilayah perkebunan perusahaan..

Personel Brimob dan staf asisten PT BPL kemudian mendatangi lokasi tersebut dan melihat ada lima orang pencuri sedang menjalankan aksinya. Ia menyebut para personel Brimob dan staf asisten PT BPL sempat memberikan imbauan untuk berhenti dan diberikan tembakan peringatan sebanyak 12 kali. Namun, personel akhirnya menembak salah satu pelaku hingga tewas.

Yogi Eko Saputra, Mutiara Roudhatul Jannah, Avit Hidayat, Ikhsan Reliubun, Han Revanda Putra, dan Laili Ira berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus