Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Masalah jaminan pasokan listrik mencuat di tengah persiapan transisi operator Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina.
Tim transisi bekerja berkejaran dengan waktu untuk membereskan sejumlah urusan.
Tuntutan anyar kini datang dari daerah kepada sang operator baru.
SUDAH dua bulan lebih PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menunggu pengumuman lelang Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Cogen di Blok Rokan, Provinsi Riau. Pemilik pembangkit, PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara, dikabarkan berencana melepas asetnya menjelang berakhirnya kontrak kerja sama PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Blok Rokan pada 8 Agustus 2021. “Kami sedang mengikuti proses itu,” kata Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, kepada Tempo, Kamis, 11 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan listrik pelat merah itu dalam proses mengakuisisi North Duri Cogeneration Plant, pembangkit berkapasitas listrik 3 x 100 megawatt (MW). Pembangkit ini dilengkapi ketel uap yang memanfaatkan gas buang untuk memanaskan air berkapasitas produksi uap setara dengan 360 ribu barel air per hari. Fasilitas inilah yang memasok sebagian besar kebutuhan setrum dan uap untuk sumur-sumur minyak dan gas di Rokan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CPI sebenarnya punya empat pusat pembangkit dengan total kapasitas terpasang sekitar 600 MW. Selain di North Duri Cogeneration, infrastruktur serupa berada di pusat pembangkit Minas (100 MW), Central Duri (105 MW), dan Duri (21 MW). Tapi fasilitas di Lapangan Duri jarang dioperasikan sejak pembangkit baru, North Duri Cogeneration, mampu memenuhi kebutuhan. Seperti di North Duri, pembangkit Central Duri bisa menghasilkan setrum sekaligus uap. Produk uap dialirkan dan diinjeksikan ke ladang minyak Duri.
PLN berharap bisa memenangi lelang dan mengoperasikan North Duri Cogeneration. Pasalnya, perseroan telah berkomitmen menyuplai setrum dan uap kepada PT Pertamina Hulu Rokan, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang akan mengambil alih operasi Blok Rokan setelah kontrak Chevron habis. Kedua perusahaan juga telah meneken surat perjanjian jual-beli tenaga listrik dan uap pada Senin, 1 Februari lalu.
Blok Rokan di Duri, Riau. (Dok. Chevron Pacific Indonesia)
Merujuk pada perjanjian tersebut, PLN membagi layanan ke Blok Rokan dalam dua fase. Tahap pertama berupa masa transisi selama tiga tahun selama 9 Agustus 2021-8 Agustus 2024. Pada periode tersebut, PLN akan mengelola fasilitas yang saat ini telah melistriki wilayah kerja Rokan.
Adapun tahap kedua berupa fase pelayanan permanen yang akan berlaku mulai 8 Agustus 2024. Rencananya, PLN menyambungkan jaringan di Blok Rokan ke sistem kelistrikan Sumatera. Proyek pembangunan infrastruktur interkoneksi ini diperkirakan membutuhkan waktu tiga tahun yang akan dikerjakan selama masa transisi.
Kelak, pada 2024, cadangan daya sistem Sumatera yang mencapai 3.811 MW diproyeksikan mampu memenuhi kebutuhan listrik Blok Rokan. PLN bahkan memastikan jaringan interkoneksi tidak hanya akan menggantikan pasokan existing, tapi bisa melipatgandakan suplai ke Pertamina Hulu Rokan.
•••
PERSOALAN listrik menjadi salah satu yang belum tuntas pada masa persiapan transisi operator Blok Rokan pada Agustus mendatang. Masalahnya, North Duri Cogeneration dioperasikan oleh PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN), terpisah dari kontrak kerja sama minyak dan gas PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan. Selama ini, MCTN menyediakan jasa penyediaan listrik kepada CPI. Kedua perseroan masih terafiliasi lantaran saham MCTN juga dikuasai Chevron Corporation lewat Chevron Standard Ltd.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sempat melayangkan surat kepada Chevron untuk membicarakan persoalan ini beberapa waktu lalu. Dalam warkat, SKK berharap Chevron menghibahkan pembangkit North Duri Cogeneration.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menilai aset pembangkit yang sudah beroperasi lebih dari 20 tahun itu telah balik modal dan menghasilkan laba. “Maka sewajarnya kalau Chevron menghibahkan itu kepada negara,” ujarnya, Senin, 8 Februari lalu. Menurut Dwi, SKK Migas juga telah mengingatkan bahwa Pertamina sebagai operator baru Blok Rokan belum tentu memanfaatkan teknologi pembangkit yang sama dalam jangka panjang. “Paling lama sekitar tiga tahun, sebelum Pertamina dapat pengganti yang lebih efisien,” tutur Dwi.
Belum juga mendapat kepastian jawaban atas permintaan tersebut, SKK Migas belakangan mendengar MCTN akan melepas aset pembangkitnya lewat lelang. Seorang pejabat yang mengetahui proses lelang ini bercerita, rencana divestasi telah digeber sejak akhir tahun lalu. Selain PLN, beberapa perusahaan daerah dan swasta berminat dalam lelang tersebut.
Manager Corporate Communications CPI Sonitha Poernomo tak bersedia menjelaskan proses lelang itu. Ia hanya menegaskan bahwa Chevron Standard Ltd—pemegang saham MCTN—mendukung CPI dalam kegiatan transisi Blok Rokan ke operator berikutnya. “Ada berbagai hal yang didiskusikan. Namun, sesuai dengan kebijakan perusahaan, kami tidak dapat memberikan detail diskusi tersebut,” kata Sonitha, Jumat, 12 Februari lalu.
•••
TIM transisi Blok Rokan kini tengah dikejar waktu yang tersisa lima bulan menjelang peralihan operator pada Agustus mendatang. Dibentuk pada pertengahan tahun lalu, tim kecil yang melibatkan awak SKK Migas, Pertamina, dan Chevron Pacific Indonesia ini mengawal setidaknya sembilan isu utama yang kudu tuntas.
Selain mengurus pembangkit, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, tim harus memastikan migrasi data dan teknologi informasi berjalan lancar. Hingga awal Februari lalu, migrasi data teknis dan operasional telah terealisasi 80 persen. “CPI menyerahkan ke SKK Migas sebagai perwakilan negara, kemudian SKK Migas memberikannya ke Pertamina Hulu Rokan,” ucap Dwi. Sedangkan ihwal teknologi informasi, CPI telah mengalihkan 50 dari total 142 aplikasi yang ditargetkan kelar pada April nanti.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Aspek lain yang juga menjadi perhatian utama adalah rencana pengeboran sumur, pengoptimalan kerja ulang (workover), perawatan sumur (well services), dan pengurasan sumur menggunakan metode tahap lanjut (enhanced oil recovery/EOR). Sebelumnya, kendala transisi operator lebih dulu mencuat dalam urusan terakhir, yakni EOR yang kelak kudu dilakoni Pertamina untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi sumur-sumur tua Blok Rokan. Masalahnya, Chevron ogah memberikan formula kimia yang selama ini dikembangkannya khusus untuk kegiatan EOR di Rokan.
Menurut Dwi, Chevron telah memberikan lima komponen bahan yang dicampur dalam proses EOR di Lapangan Minas. Lima bahan tersebut adalah surfaktan, ko-surfaktan, soda es, polimer, dan ethylene glycol monobutyl ether. Surfaktan dan ko-surfaktan merupakan produk pabrik Chevron Oronite. Adapun tiga komponen lain diproduksi banyak produsen zat kimia untuk sektor migas. “Pertamina sedang bernegosiasi dengan Oronite,” kata Dwi.
SKK Migas juga mulai bisa bernapas lega setelah CPI akhirnya berkomitmen menggelontorkan modal senilai US$ 150 juta untuk pengeboran sumur minyak pada akhir masa kontraknya. Chevron, Dwi menjelaskan, akan mengebor 190 sumur. Sebagian sumur telah mulai dibor pada Desember 2020—molor dari target November. Menurut Dwi, aktivitas pengeboran akan ditingkatkan pada Februari ini. “Kemarin sempat kehabisan rig. Sekarang sudah dapat tambahan banyak,” ujarnya.
Untuk mendukung rencana ini, SKK Migas telah mempercepat skema pengembalian investasi yang menurut Dwi juga telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. “Sehingga Agustus nanti, saat Chevron keluar, dana bisa kembali,” tuturnya. “Investasi pengeborannya sekarang, manfaatnya dipetik tiga-empat tahun mendatang. Ini buat negara, Pertamina juga.”
Chevron menghentikan pengeboran sumur baru di Rokan sejak pemerintah menolak permohonan perpanjangan kontrak yang mereka ajukan pada Juli 2018. Akibatnya, produksi Blok Rokan yang dulu menjadi penyumbang terbesar produksi minyak nasional terus melorot dua tahun terakhir. Pada 2018, Blok Rokan masih menghasilkan minyak rata-rata 210 ribu barel per hari. Angkanya merosot tajam hingga sekarang hanya di kisaran 160-170 ribu barel per hari.
Pemerintah berkepentingan atas berlanjutnya kegiatan pengeboran menjelang pergantian operator. Pasalnya, penurunan produksi yang amat tajam bakal menyulitkan Pertamina untuk kembali menggenjot minyak Blok Rokan ke level 200 ribu barel per hari. Meski sudah uzur, Rokan masih menjadi tumpuan pemerintah untuk menopang produksi nasional dalam beberapa tahun ke depan bersama Blok Cepu, yang kini rata-rata memasok 220 ribu barel per hari.
PT Pertamina Hulu Rokan, operator baru pengganti CPI, optimistis berbagai program pengembangan bakal meningkatkan produksi dan cadangan minyak Blok Rokan. Anak perusahaan Pertamina ini menargetkan produksi setidaknya 1,5 miliar barel selama 20 tahun menggarap Rokan. Sebelumnya, selama 50 tahun mengelola blok ini, CPI telah menghasilkan total 11,9 miliar barel. Dalam paparannya kepada Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 9 Februari lalu, manajemen Pertamina menyatakan telah menyiapkan rencana pengeboran total sebanyak 1.246 sumur secara bertahap hingga 2025.
Saat ini, Dwi Soetjipto menjelaskan, Pertamina tengah menyelesaikan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan yang diperlukan untuk setiap kegiatan baru di Rokan. Perseroan juga sedang memilah 420 kontrak penunjang operasi Rokan pada masa pengelolaan CPI yang layak atau tidak untuk diteruskan kelak. “Pengalihan karyawan dari CPI ke Pertamina Hulu Rokan telah 70 persen mencapai kesepakatan,” ucap Dwi.
Belum juga rampung semua urusan transisi tersebut, Pertamina kini kedatangan tuntutan baru. Dalam rapat dengan Panitia Kerja Migas Komisi Energi DPR, Selasa, 9 Februari lalu, Pemerintah Provinsi Riau mendesak Pertamina agar melibatkan perusahaan daerah sebagai mitra kerja di Blok Rokan, baik sebagai operator maupun penyedia jasa penunjang migas, di masa mendatang. Hasil rapat tertutup tersebut agaknya akan menjadi babak baru kisah Rokan yang masih berliku.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo