Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hingga kini terdapat 66 perusahaan yang mengajukan permohonan memanfaatkan pasir laut, termasuk milik mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Mereka hingga kini masih dalam tahap verifikasi lebih lanjut, kata Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024.
Ke depan, pemerintah akan melakukan kontrol ketat dari berbagai aspek yang meliputi kelayakan usaha, sumber daya serta sumber dana, teknologi yang dihadirkan dalam pengerukan pasir hingga pengawasan soal volume pasir laut yang boleh dikeruk, katanya.
Hal ini agar kuota yang diberikan tidak melebihi batas ambang risiko berkaitan dengan lingkungan.
Menurut daftar perusahaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, salah satu perusahaan yang mengajukan izin tambang pasir laut adalah PT Gajamina Sakti Nusantara. Dalam akta perusahaan ini, tercatat nama pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Ketua Tim Hukum dan Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusril juga dikenal sebagai pakar hukum tata negara. Dia merupakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Kabinet Gotong Royong (pemerintahan Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz) dan Menteri Sekretaris Negara dalam Kabinet Indonesia Bersatu (pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla).
Kepada Tempo, Yusril mengakui Gajamina sebagai perusahaan yang baru ia dirikan pada Juni 2023 lalu. Menurut dia, untuk menjalankan usaha di bidang pembersihan sedimen laut, pilihannya adalah mendirikan perusahaan baru atau mengubah klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dari perusahaan lama menjadi usaha pembersihan sedimen. “Saya memilih mendirikan perusahaan baru,” ucap Yusril pada Kamis, 26 September 2024.
Selain PT Gajamina Sakti Nusantara, ada juga PT Bumi Lautan Samudera yang mengajukan izin untuk tambang pasir laut. Perusahaan itu tercatat sebagai perusahaan pengerukan pasir, operasi lepas pantai, dan pengembangan infrastruktur, seperti pengerukan buat pelabuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun dalam akta perusahaan tersebut, ada nama Rahmania Kannesia Dahuri yang menjabat komisaris. Rahmania, yang juga berprofesi dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta, adalah putri Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004, Rokhmin Dahuri.
Tetapi, ketika dimintai tanggapan tentang hubungannya dengan perusahaan itu, Rokhmin membantah kabar bahwa dia dan anaknya terkait dengan Bumi Lautan Samudera. “Wah, nama saya dan anak saya dicatut, tuh. Saya tidak tahu-menahu tentang Bumi Lautan Samudera,” katanya pada Jumat, 27 September 2024, seperti dimuat majalah Tempo.
Tim Kajian Bekerja 2 Tahun
Menurut Wahyu Muryadi, Tim Kajian yang berperan dalam pemanfaatan pasir sedimentasi laut telah mengkaji peraturan pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut selama lebih dua tahun.
Ia meyakini bahwa hasil kajian tersebut memiliki dampak positif yakni membersihkan endapan sedimentasi pasir laut yang mengganggu ekosistem laut termasuk terumbu karang.
Dalam proses pembersihan sedimentasi pasir laut, perusahaan pemilik izin wajib menggunakan cara yang tepat tanpa merusak ekosistem yang ada. Sementara soal pemanfaatan pasir tersebut, ia menyebut fokus utama adalah memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Karena kita tahu kebutuhan untuk reklamasi, kebutuhan untuk membangun sarana-prasarana pelabuhan yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah maupun swasta itu banyak sekali sehingga membutuhkan bahan urukan,” katanya.
Wahyu menjelaskan hingga kini pemanfaatan pasir laut yang boleh dikeruk berada di tujuh lokasi yang meliputi perairan di Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, perairan sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan, serta perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Namun demikian hingga kini diakuinya pengerukan pasir sedimentasi laut belum berjalan.
Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.