Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
ASDP Indonesia Ferry mengakuisisi saham Jembatan Nusantara.
Kapal-kapal Jembatan Nusantara ada yang rusak dan izinnya kedaluwarsa.
Akuisisi Jembatan Nusantara berisiko besar bagi ASDP.
PESAN pendek yang diterima Aminuddin Rifai pada pekan lalu mengakhiri rasa penasarannya terhadap rumor jual-beli saham PT Jembatan Nusantara—salah satu operator kapal penyeberangan swasta nasional—oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aminuddin, yang menjabat Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), selama ini belum mendapat pemberitahuan resmi mengenai penjualan saham Jembatan Nusantara kepada ASDP, perusahaan kapal penyeberangan milik negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Tempo, Aminuddin mengatakan kabar itu ia terima langsung dari Adjie, pemilik Jembatan Nusantara. “Dia yang mengirim pesan WhatsApp kepada saya soal akuisisi perusahaannya,” katanya saat ditemui pada Selasa, 30 Agustus lalu.
Gapasdap, organisasi yang membawahkan sekitar 70 perusahaan kapal penyeberangan, berkepentingan mendapatkan laporan akuisisi saham Jembatan Nusantara oleh ASDP Indonesia Ferry. Sebab, Aminuddin menjelaskan, aksi korporasi itu bakal mengubah peta bisnis penyeberangan nasional. Setelah membeli saham Jembatan Nusantara, ASDP bakal makin dominan di industri jasa penyeberangan laut.
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) saat peresmian layanan pembelian tiket ferry berbasis online Ferizy di Terminal Eksekutif Merak, Banten, Juli 2020. Indonesiaferry.co.id
Menurut Aminuddin, melalui pesan WhatsApp Adjie menjawab hanya dengan mengirim tautan video yang menayangkan pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, yang menyambut baik akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP Indonesia Ferry. Namun, saat Tempo meminta konfirmasi, Adjie tak memberikan jawaban.
Pembelian saham Jembatan Nusantara oleh ASDP ditandai dengan penandatanganan kesepakatan jual-beli atau sale and purchase agreement pada 22 Februari lalu. Dalam perjanjian tersebut, ASDP membeli saham yang dikuasai PT Mahkota Pratama serta PT Indonesia VIP. Adjie adalah pemilik dua perusahaan tersebut.
Dengan membeli saham, sekaligus memborong kapal-kapal Jembatan Nusantara, ASDP Indonesia Ferry bakal mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin pasar di lintasan penyeberangan laut. Pembelian Jembatan Nusantara merupakan bagian dari persiapan ASDP sebelum menjual sahamnya kepada publik melalui skema penawaran perdana atau IPO di Bursa Efek Indonesia. Sejak tahun lalu, ASDP bergembar-gembor akan menjadi emiten baru di Bursa Efek. Dengan melepas 25 persen sahamnya kepada publik, ASDP membidik dana segar Rp 3 triliun.
Awalnya IPO direncanakan berlangsung pada kuartal III tahun ini. Namun rencana itu harus tertunda. Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono, IPO mungkin baru akan berlangsung tahun depan. “Kami masih melihat kondisinya dan bergantung pada keputusan pemegang saham. Ada banyak BUMN yang antre mengajukan permohonan IPO. Tapi persiapannya tetap berjalan,” tuturnya kepada Tempo, Kamis, 1 September lalu.
Di tengah rencana IPO, aroma tak sedap muncul. Komisi Pemberantasan Korupsi dikabarkan sedang menelisik akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP. Sebab, KPK mendapat laporan tentang keganjilan pembelian saham Jembatan Nusantara, termasuk soal aset berupa 53 kapal feri dengan nilai transaksi lebih dari Rp 1 triliun.
Sejumlah narasumber yang ditemui Tempo mengaku ditanya-tanyai oleh penyidik KPK sejak dua bulan lalu. Petugas KPK menanyakan awal mula negosiasi pembelian saham Jembatan Nusantara oleh ASDP. Transaksi ini, menurut beberapa sumber, menjadi salah satu soal yang menghambat rencana IPO. Namun Sekretaris Perusahaan ASDP Shelvy Arifin tidak memberi tanggapan mengenai hal ini.
Ihwal penyelidikan akuisisi Jembatan Nusantara, juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya baru mengumumkan satu kasus pada tingkat penyidikan, penuntutan, serta persidangan. “Tidak semua dapat disampaikan ke masyarakat karena ada pembatasan informasi yang dikecualikan, sebagai bagian strategi dalam penanganan sebuah perkara,” ujarnya pada Jumat, 2 September lalu.
•••
RENCANA penjualan saham Jembatan Nusantara berjalan sejak 2014. Saat itu bos Jembatan Nusantara, Adjie, sudah menjajakan perusahaannya ke sejumlah perusahaan, termasuk ASDP.
Sejumlah penumpang di Dermaga Eksekutif Pelabuhan Merak, Banten, Jawa Barat, 7 Juli 2022. TEMPO/Subekti.
Kepada Tempo, Luthfi Syarif, mantan Direktur Utama PT Jembatan Maritim, anak usaha Jembatan Nusantara, mengatakan Adjie ingin menjual perusahaannya karena bisnis penyeberangan lesu sejak Jembatan Suramadu yang menghubungkan wilayah Kamal di Madura dengan Surabaya mulai beroperasi. Jumlah penumpang dan angkutan barang di trayek Pelabuhan Kamal-Pelabuhan Ujung merosot drastis karena beralih ke jalur darat. Lesunya volume pengguna kapal penyeberangan juga terasa di rute lain.
Hal lain yang membuat Adjie ingin melepas Jembatan Nusantara adalah masalah regenerasi kepemimpinan. Menurut Luthfi, Adjie tak memiliki penerus yang sanggup mengurus bisnis kapal feri setelah anak laki-lakinya, Daniel Adjie, meninggal. “Karakter owner kan berbeda-beda. Mungkin ada owner yang tak mau pusing,” ucap Luthfi, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Gapasdap.
Saat itu manajemen ASDP Indonesia Ferry yang dipimpin Danang Baskoro (almarhum) menyambut tawaran Jembatan Nusantara. Prosesnya sudah sampai tahap persiapan uji tuntas atau due diligence. ASDP menunjuk konsultan untuk melakukan uji tuntas. Namun, pada 2016, Dewan Komisaris ASDP menentang rencana itu. Alasannya, pembelian saham Jembatan Nusantara bertolak belakang dengan rencana ASDP meremajakan armada kapal feri.
Berdasarkan dokumen yang dilihat Tempo, dari 53 kapal milik Jembatan Nusantara, yang paling muda adalah buatan 2002 atau saat ini berusia 20 tahun. Jembatan Nusantara mengoperasikan kapal-kapal yang telah berusia 56 tahun atau buatan 1966.
Dewan Komisaris ASDP saat itu menyarankan manajemen membeli kapal baru ketimbang mengakuisisi perusahaan dengan armada yang uzur. Rencana akuisisi Jembatan Nusantara pun berhenti pada Desember 2016.
Namun rencana akuisisi Jembatan Nusantara kembali hidup tiga tahun kemudian. Menurut tiga sumber Tempo, pada Januari 2019 Adjie bertemu dengan manajemen ASDP yang dipimpin oleh Ira Puspadewi. Saat itu Adjie mematok nilai Rp 1,4 triliun untuk semua sahamnya. Utang Jembatan Nusantara pun harus diambil alih oleh ASDP sebagai pemegang saham baru.
Direksi ASDP tertarik pada penawaran Adjie dan mengadakan beberapa kali pertemuan, termasuk di rumah Adjie di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ditanya mengenai hal ini, Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono mengakui adanya pertemuan dengan Adjie, termasuk di Pondok Indah. Dia menyebutkan negosiasi itu lumrah. “Negosiasi juga tidak bisa sekali bertemu,” tuturnya.
Kapal milik ASDP Indonesia Ferry berlabuh di Dermaga Eksekutif Pelabuhan Merak, Banten, Jawa Barat, 7 Juli 2022. TEMPO/Subekti.
Direksi ASDP kemudian menyusun rencana jangka panjang perusahaan 2019-2023 yang salah satu isinya adalah upaya menumbuhkan bisnis secara agresif. Salah satu targetnya adalah menambah kapal paling sedikit 46 unit, baik berupa kapal baru maupun bekas. Upaya itu juga bisa dijalankan melalui kerja sama dengan perusahaan lain.
Sejumlah dokumen yang dilihat Tempo menunjukkan direksi ASDP mulai mengajukan rencana akuisisi Jembatan Nusantara pada 2019, tapi dewan komisaris menolak. Setelah berkali-kali dimintai izin, dewan komisaris akhirnya hanya memberi lampu hijau berupa skema kerja sama usaha (KSU) dengan Jembatan Nusantara.
Pada 11 Oktober 2019, direksi ASDP menyurati Menteri BUMN yang saat itu dijabat Rini Soemarno. Dalam surat, Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi mengabarkan persetujuan dari dewan komisaris mengenai rencana KSU dengan Jembatan Nusantara. KSU itu disebut sebagai bagian dari penjajakan akuisisi Jembatan Nusantara.
Surat ini kemudian dipertanyakan oleh dewan komisaris. Sebab, dalam surat bertanggal 20 September 2019, direksi ASDP meminta izin kepada dewan komisaris untuk menjalankan skema KSU dengan jangka waktu 15 bulan.
Toh, kerja sama ASDP dengan Jembatan Nusantara terus berjalan hingga kesepakatannya diteken pada 30 Oktober 2019. Bentuk kerja sama antara ASDP dan Jembatan Nusantara adalah pembagian pendapatan. ASDP harus memberi modal untuk pengoperasian Jembatan Nusantara sebesar Rp 32 miliar per bulan. Jembatan Nusantara akan mengembalikan modal kerja tersebut dari hasil operasi ditambah 3 persen dari biaya modal kerja buat kompensasi ASDP. ASDP juga berhak atas 5 persen sharing delta setelah pendapatannya naik 8 persen berdasarkan basis laporan keuangan yang telah diaudit pada 2018.
Empat bulan setelah KSU berjalan, Dewan Komisaris ASDP menyurati Erick Thohir yang menggantikan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN. Surat itu berisi peringatan bahwa kerja sama ASDP dengan Jembatan Nusantara berisiko tinggi. Komisaris juga mengingatkan bahwa mereka pernah menolak rencana akuisisi pada 2016.
Namun, pada Desember 2019-Juni 2020, Kementerian BUMN mengganti Dewan Komisaris ASDP. Sejak itu, rencana akuisisi Jembatan Nusantara berjalan mulus.
Harry Muhammad Adhi Caksono mengakui bahwa sejak 2019 ASDP mematangkan rencana akuisisi terhadap Jembatan Nusantara. Dia menyebut skema KSU sebagai bagian dari rencana akuisisi. “Itu seperti orang pacaran,” katanya.
Menurut Harry, dalam rencana jangka panjang perusahaan, ASDP membutuhkan kapal di rute komersial untuk menyeimbangkan bisnis di trayek perintis atau di daerah nonkomersial. Sebab, 70 persen rute ASDP berupa lintasan perintis yang berstatus penugasan pemerintah. Meski rutenya banyak, pendapatan dari lintasan tersebut hanya menyumbang 20 persen terhadap total kas ASDP. “Sebaliknya, 30 persen rute komersial menyumbang pendapatan sampai 80 persen,” ucapnya.
Tak ingin rencana akuisisi gagal lagi, ASDP membuat kajian, membentuk tim, dan mengontrak sejumlah konsultan. Harry mengatakan PT Sarana Multi Infrastruktur bertindak sebagai penasihat keuangan yang menghitung kewajaran nilai akuisisi berdasarkan kondisi keuangan dan aset kapal Jembatan Nusantara. ASDP juga meminta bantuan PT Biro Klasifikasi Indonesia sebagai pelaksana uji tuntas teknik kapal JN. “Mereka yang paling tahu kondisi kapal-kapal di Indonesia,” ujar Harry. Tempo meminta tanggapan Direktur Utama BKI Rudiyanto ihwal kelayakan kapal Jembatan Nusantara, namun belum ada tanggapan.
Untuk urusan pajak, ASDP memakai jasa PricewaterhouseCoopers. Suwendho Rinaldy & Rekan serta MBPRU & Partners menjadi kantor jasa penilai publik. Adapun Deloitte menjadi konsultan keuangan dan jasa firma Hiswara Bunjamin & Tandjung dipakai sebagai konsultan hukum. Harry menjelaskan, dari semua konsultan itu, ASDP mendapat nilai wajar untuk mengakuisisi Jembatan Nusantara. Nilai itu menjadi patokan direksi untuk menegosiasikan harga beli saham perusahaan tersebut. “Hasil penilaian konsultan menjadi semacam batas atas,” tuturnya.
Namun Harry tak mau membuka informasi harga wajar akuisisi berikut nilai yang disepakati dengan manajemen Jembatan Nusantara. Nilai itu terungkap dalam surat persetujuan Menteri BUMN pada 2 Februari 2022. Dalam Surat Keputusan Nomor S-87/MBU/02/2022 itu, Kementerian BUMN menyetujui akuisisi Jembatan Nusantara senilai Rp 1,272 triliun. Harga itu sudah termasuk biaya pelunasan utang Jembatan Nusantara ke bank sebesar Rp 83 miliar. Artinya, duit yang masuk ke kantong Adjie selaku pemilik Jembatan Nusantara bisa mencapai Rp 1,189 triliun.
Harry membenarkan kabar bahwa ASDP menebus saham Jembatan Nusantara sembari menanggung utang-utang yang tersisa. “Carry-over utang itu skema yang direkomendasikan oleh konsultan kami,” ucapnya.
Berdasarkan laporan keuangan Jembatan Nusantara tertanggal 31 Desember 2018 yang diaudit kantor akuntan publik Hadori Sugiarto Adi dan Rekan, total aset Jembatan Nusantara mencapai Rp 1,641 triliun. Dari jumlah itu, Rp 1 triliun adalah aset tidak lancar, seperti kapal yang menjadi agunan pinjaman. Adapun kewajiban atau liabilitas perusahaan sebesar Rp 719 miliar, sebanyak Rp 544 miliar di antaranya berupa utang bank.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk adalah kreditor terbesar Jembatan Nusantara dengan pinjaman Rp 198 miliar untuk kredit investasi dan Rp 19,9 miliar buat kredit modal kerja. BRI mengucurkan pinjaman sejak Maret 2017 dengan plafon kredit investasi Rp 200 miliar dan kredit modal kerja Rp 20 miliar.
Dua orang yang mengetahui akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP menyatakan BRI mendanai transaksi tersebut. Saham kepemilikan Jembatan Nusantara menjadi agunan. Untuk transaksi ini, BRI mengucurkan dana Rp 900 miliar. Pinjaman diberikan dalam dua tahap, yakni Rp 600 miliar dan Rp 300 miliar. Sisanya didanai dengan kas ASDP. Harry membenarkan kabar mengenai pinjaman dari BRI. Namun dia enggan menyebutkan nilainya. “Yang kami pinjam jumlahnya jauh lebih kecil dari uang ASDP yang ditempatkan di BRI,” ujarnya. “Kami juga menambah jaminan berupa uang kas ke BRI.”
Namun Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menampik informasi bahwa perseroan memberikan kredit kepada ASDP untuk membiayai akuisisi terhadap Jembatan Nusantara. Menurut Oryza, akuisisi dilakukan sendiri oleh ASDP pada Februari, sementara perjanjian kredit baru ditandatangani pada Mei lalu. ASDP baru mencairkan kredit tersebut pada Agustus. “Sampai saat ini, plafon kredit yang diberikan jauh lebih kecil dibanding nilai akuisisi. Dan kredit yang dicairkan jauh lebih kecil dari plafon kredit dan nilai akuisisi,” kata Oryza. “Kredit tersebut dijamin sangat aman oleh aset dan uang tunai.”
Oryza menuturkan, BRI memberikan kredit kepada ASDP agar perusahaan dapat mengembangkan bisnis. Total dana simpanan ASDP di BRI yang jauh lebih besar ketimbang plafon kredit juga dipertimbangkan. Selain itu, BRI mempertimbangkan keuangan ASDP yang berkinerja baik.
Toh, nilai akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP jauh di atas harga yang diajukan penawar lain. Adjie pernah menjajaki calon pembeli selain ASDP. Salah satunya PT Jemla Ferry lewat skema paket penjualan enam kapal, bukan akuisisi, senilai Rp 300 miliar. Namun tawaran itu ditolak Jemla. “Kondisi kapalnya tidak menarik. Tahun tua,” ucap Edi Hermanto dari Internal Control Jemla Ferry kepada Tempo, Selasa, 30 Agustus lalu. Edi mengaku menemani bosnya menghitung tawaran Adjie.
Seorang pengusaha menyebutkan Adjie juga menawarkan saham Jembatan Nusantara kepada PT Agung Transina Raya atau Agung Line, lini bisnis perkapalan milik Agung Concern Group. Agung Line menawar saham Jembatan Nusantara Rp 1,1 triliun. Edi Hermanto mengaku mendengar ketertarikan Agung Line untuk mengakuisisi Jembatan Nusantara. Namun Direktur Agung Line Ryano Panjaitan tidak memberi tanggapan saat Tempo meminta konfirmasi.
Tempo meminta konfirmasi kepada Adjie sejak Rabu, 31 Agustus lalu, tapi pengusaha itu tidak merespons. Demikian pula asisten Adjie, Joni, yang memutus sambungan telepon ketika dihubungi. Adapun anak perempuan Adjie, Novi Veronika Adjie, enggan menjawab pertanyaan seputar transaksi akuisisi Jembatan Nusantara. “Mohon maaf, saya tidak pegang JN (Jembatan Nusantara). Mungkin bisa berhubungan dengan pihak terkait,” tuturnya pada Jumat, 2 September lalu. Novi menjabat Direktur Pemasaran dan Komersial Jembatan Nusantara sebelum perusahaan itu diakuisisi ASDP.
•••
SEJUMLAH pelaku bisnis kapal penyeberangan menilai akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP Indonesia Ferry sebagai langkah yang ganjil. Sebab, kata Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Aminuddin Rifai, akuisisi ini berjalan ketika kondisi bisnis penyeberangan sedang jenuh. Kapal-kapal yang beredar lebih banyak daripada jumlah penumpang. Lonjakan jumlah penumpang hanya terjadi pada masa tertentu, seperti Idul Fitri dan Natal serta tahun baru.
Aminuddin memberi contoh, di trayek Merak-Bakauheni yang merupakan lintasan teramai di Indonesia, masa operasi kapal di dermaga reguler hanya 12 hari dalam sebulan. Di sana Jembatan Nusantara mengoperasikan tujuh kapal dengan tanda pengenal berupa tulisan “We Love Indonesia” di badannya. “Sekarang jumlah kapal yang beroperasi di Merak ada 73, ini tidak ideal. Idealnya hanya 45-50 kapal,” dia menjelaskan.
Aminuddin mengatakan kelebihan jumlah kapal itu diperparah pengoperasian Dermaga 6 atau dermaga eksekutif milik ASDP yang menyedot okupansi kapal-kapal swasta. Walhasil, tingkat keterisian kapal swasta tinggal 40 persen. “Kami tidak diizinkan beroperasi di dermaga eksekutif.”
Di tengah persoalan ini, ada informasi tentang kondisi Jembatan Nusantara yang buruk. Dari surat manajemen baru Jembatan Nusantara kepada ASDP pada 10 Maret 2022, diketahui kas yang tersisa Rp 6,078 juta dan saldo di bank Rp 137,4 juta. Sebanyak 30 kapal Jembatan Nusantara pun tak bisa berlayar. Ada yang surat izinnya kedaluwarsa, masuk jadwal docking atau perbaikan, masuk jadwal henti operasi, ada pula yang rusak.
Jembatan Nusantara juga dihadapkan pada kewajiban membayar utang. Pada 24, 25, dan 28 Februari 2022, perusahaan ini sudah harus membayar cicilan yang jatuh tempo ke Bank OK, CSUL Finance, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, BRI, dan Bank Syariah Indonesia senilai Rp 7,2 miliar. Perusahaan juga memiliki tunggakan gaji kepada pegawai Rp 5,2 miliar.
Kondisi ini menyebabkan arus kas perusahaan negatif dan manajemen Jembatan Nusantara meminta pinjaman darurat kepada ASDP selaku pemegang saham baru senilai Rp 25 miliar untuk mendanai operasi. Hingga Desember 2022, total cicilan pinjaman yang harus dibayar oleh Jembatan Nusantara mencapai Rp 116,2 miliar. Selain itu, ada prediksi keperluan biaya hingga Rp 20 miliar untuk docking 15 kapal pada Maret 2022.
Ihwal temuan tersebut, Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono mengklaim kondisi itu lazim dalam proses akuisisi. Menurut dia, diperlukan modal kerja untuk merawat kapal hingga mengisi bahan bakar kapal yang baru saja diambil alih. “Kalau misalnya kita rental mobil, kadang-kadang tangkinya kosong. Kita mesti beli bensin supaya mobil bisa jalan,” dia mengibaratkan.
Harry menambahkan, kondisi kapal hingga utang Jembatan Nusantara sudah diketahui dalam uji tuntas sebelum akuisisi. Dalam setiap langkah itu, ada konsultan yang mendampingi. “Sebelum kami bertindak, sudah ada pengecekan kalau kapal-kapal ini laik laut,” katanya.
Harry menegaskan, ASDP dan para konsultan telah menilai aset dan prospek bisnis Jembatan Nusantara, termasuk biaya pemeliharaan kapal supaya tetap laik laut dan menghasilkan uang. “Itu sudah ter-cover dari due diligence engineering.” Dia pun yakin Jembatan Nusantara bisa menjadi anak usaha yang menguntungkan bagi ASDP. Kondisi keuangannya juga diyakini bisa positif pada akhir tahun ini. “Insya Allah untung. Harga akuisisi yang kami negosiasikan sudah di bawah batas atas. Semoga itu menjawab pertanyaan, bahwa akuisisi ini tidak kemahalan.”
KHAIRUL ANAM, AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo