Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mohammad ”Bob” Hasan kian jauh dari dunia bisnis. Setelah keluar dari penjara pada Februari 2004, kehidupan pengusaha yang dekat dengan (mendiang) bekas presiden Soeharto ini lebih banyak habis di lapangan golf atau mengurus olahraga atletik.
Mereka berdua ini karib lama, berteman sejak Soeharto masih berpangkat kolonel dan menjabat Panglima Teritorial IV/Diponegoro di Jawa Tengah. Adalah Jenderal Gatot Subroto, bapak angkat Bob, yang memperkenalkan mereka. Pertemanan mereka terus berlanjut hingga Soeharto duduk di puncak pemerintahan.
Bisnis Bob sebenarnya sudah lama dirintis, jauh sebelum Soeharto berkuasa. Mulanya Bob berbisnis angkutan laut, bukan kayu. Dia baru mulai merambah hutan pada 1967, dengan mendirikan Kalimanis Plywood. Bisnis kayu Bob semakin menggelembung ketika pada 1970, lewat perantaraan Angkatan Darat, bermitra dengan raksasa kayu Amerika Serikat, Georgia Pacific Timber, menguasai 350 ribu hektare hutan di Kalimantan Timur.
Sepanjang 1970-an itu saja, kongsi dagang ini telah mengekspor 2,2 juta meter kubik kayu gelondongan. Diperkirakan, tak kurang dari US$ 156 juta mereka raup. Sejak itu, laju bisnis kayu Bob tak tertahankan lagi. Kuku bisnis kayunya semakin kuat sejak dia menjabat Ketua Umum Asosiasi Panel Kayu Indonesia. Kendati hanya ketua asosiasi, kekuasaan Bob sangat luar biasa. Dari urusan izin ekspor, sertifikasi, hingga yang ecek-ecek seperti promosi, semua harus lewat tangannya.
Di sektor ini, Bob menguasai dari hulu hingga hilir. Di hulu dia punya beberapa perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan, seperti PT Essam Timber dan PT Jati Maluku Timber. Pabrik kayu lapis miliknya antara lain Kalimanis Plywood dan Santi Murni Plywood. Di Aceh, dia memiliki pabrik kertas semen, PT Kertas Kraft Aceh. Untuk mengangkut hasil pengolahan kayu, dia punya Karana Lines.
Maka tak aneh, meski bukan penguasa hutan terbesar, dia selalu disebut sebagai Raja Kayu. Pada 1991, hutan yang dikuasai Bob 1,086 juta hektare. Dia hanya berada di urutan kesepuluh. Kalah jauh ketimbang Djajanti milik Burhan Uray, yang menguasai 2,956 juta hektare, Prajogo Pangestu (2,721 juta hektare), atau grup Kayu Lapis Indonesia milik Gunawan Sutanto (2,484 juta hektare).
Kendati lebih dikenal di bisnis kayu, imperium bisnis Bob sebenarnya menjulur ke mana-mana. Di perusahaan asuransi PT Tugu Pratama Indonesia, dia pernah punya andil 35 persen. Pada 1989, dia membeli saham Bank Umum Nasional (BUN). Di McDermott Indonesia, Bob pernah menjabat presiden komisaris. Berkongsi dengan Hutomo Mandala Putra, dia mendirikan Sempati Air.
Krisis ekonomi kemudian menjungkalkan imperium bisnis Bob. Sebagian besar kredit BUN yang dikucurkan ke usaha Bob lainnya macet. Sejak Agustus 1998, BUN pun menjadi almarhum. Ketika BUN masuk ”perawatan” Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Bob berutang Rp 6,2 triliun. Untuk melunasi utangnya, dia menyetorkan 32 perusahaan di bawah payung Kiani Wirudha.
Dasar memang celaka, meski imperium bisnisnya sudah dipreteli, nasib buruk masih saja terus mengejar Bob. Pada Februari 2001, kasus korupsi pemetaan hutan menyeretnya ke balik jeruji penjara. Di tingkat pertama hanya divonis dua tahun penjara, eh, di tingkat banding, Raja Kayu ini malah diganjar enam tahun.
Kini, setelah empat tahun dia keluar dari bui, tak banyak terdengar lagi kepak bisnis Bob. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Nanang Roffandi Ahmad mengatakan Bob tidak pernah datang lagi ke acara mereka. ”Saya juga tidak mendengar dia berbisnis hutan lagi,” katanya.
Bekas orang kepercayaannya, Andi Darussalam Tabusalla, mengatakan kegiatan Bob sekarang hanya main golf di lapangan Rawamangun dan mengurus Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI). ”Pak Bob ingin tenang di hari tuanya,” katanya. PASI ini sudah seperti anak bagi Bob. Dia menjabat ketua umum sejak 1976. Menurut Andi, setiap kali ketemu, Bob tidak pernah lagi membicarakan bisnis.
Meskipun demikian, kata Budi Darma Sidi, salah satu pengurus PASI, Bob sudah tidak sesering dulu mengunjungi PASI. ”Paling kalau ada kejuaraan,” ujarnya. Tapi, kata Budi, bosnya itu masih rutin menerima laporan. Biasanya, Sekretaris Umum PASI Tigor M. Tanjung yang menemui Bob di kantornya di Jalan Menteng Raya 72, Jakarta Pusat. ”Sekalian rapat direksi perusahaan. Pak Tigor kan juga ikut megang beberapa perusahaan Pak Bob,” katanya.
Sejak dulu, Bob memang biasa berkantor di Menteng Raya. Kantor itu ditempati salah satu perusahaan miliknya, PT Pangan Sari Utama. Nah, perusahaan katering ini adalah salah satu miliknya yang disetor ke BPPN. Sayang, Tigor irit bicara soal bisnis bosnya itu sekarang. ”Yang pasti ada majalah Gatra. Yang lain adalah,” katanya, terbahak. Menurut Tigor, Bob tidak mau diwawancarai. Raja Kayu itu sepertinya sudah meninggalkan hutan.
Sapto Pradityo, Dianing Sari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo