Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Gubernur BI</B></font><BR />Setelah Agus dan Raden Kandas

Komisi Keuangan dan Perbankan DPR menolak Agus Martowardojo dan Raden Pardede. Komunikasi politik jadi kambing hitam.

17 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Burhanuddin Abdullah belum punya pengganti. Rabu pekan lalu, Komisi Keuangan dan Perbankan DPR ternyata menolak kedua calon yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pencalonan Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo dan Wakil Direktur Utama Perusahaan Pengelola Aset Raden Pardede menjadi Gubernur Bank Indonesia kandas melalui pemungutan suara.

Dari 50 anggota Komisi Keuangan yang ikut voting tertutup, hanya 21 suara yang mendukung Agus, dan 29 suara lagi menolak kedua calon. Raden bahkan tidak mendapatkan suara sama sekali. Inilah pertama kalinya calon pejabat publik yang diajukan Presiden ditolak. Memang, keputusan ini belum final karena masih dirapatkan di sidang paripurna DPR, Selasa ini.

Tapi penolakan itu setidaknya mencoreng Presiden. Pemerintah melalui Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa sudah menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Komisi Keuangan. Dia pun meminta DPR menjelaskan alasan penolakan kepada pemerintah dan publik. Jika sidang paripurna menguatkan keputusan Komisi Keuangan, pemerintah harus mengajukan nama-nama baru.

Hasil voting Komisi Keuangan itu sebetulnya di luar perkiraan karena sebagian anggota Komisi terlihat menyokong Agus begitu namanya diumumkan sebagai salah satu calon pada 15 Februari lalu. Misalnya, saat uji kelayakan dan kepatutan dilaksanakan Selasa malam pekan lalu, Agus sempat melontarkan kelakar. ”Saya akan berusaha menjadi gubernur bank sentral yang baik, tapi Bapak-bapak juga harus meng-approve saya sebagai Gubernur BI,” kata Agus. Dua puluhan anggota Komisi Keuangan yang hadir pun tertawa mendengar permintaan Agus.

Sejumlah anggota Komisi Keuangan pun mengaku puas dengan hasil tes Agus, yang dinilai punya ide-ide brilian untuk lebih mendorong perbankan mendanai sektor riil, terutama usaha kecil-menengah. Keberhasilan Agus di bank-bank yang pernah dipimpinnya dinilai bisa menjadi modal untuk merombak Bank Indonesia menjadi lebih kredibel, akuntabel, dan disegani.

Sedangkan Raden sejak awal memang sudah menyadari posisinya hanya sebagai ”penggembira”. Meski begitu, doktor moneter jebolan Boston University ini tetap tampil optimal saat menjalani tes Senin pekan lalu. Para anggota Komisi Keuangan pun menyukai jawaban-jawaban Raden yang sangat memahami persoalan moneter. Kekurangan Wakil Direktur Utama PT Perusahaan Pengelolaan Aset ini hanya karena dia belum pernah memimpin institusi besar.

Kepala Ekonom Bank Danamon Anton Gunawan mengaku kecewa melihat hasil pemungutan suara Komisi Keuangan. ”Ini mengejutkan,” katanya. Sebelum fit and proper test serta pemilihan dilangsungkan, Komisi mengundang kalangan pelaku pasar, analis, dan ekonom untuk dimintai pendapat soal kedua kandidat tersebut. Hasilnya, hampir semua yang diundang menyatakan Agus dan Raden bisa diterima sebagai gubernur bank sentral.

Tak cuma masyarakat yang terkejut, sejumlah anggota Komisi pun mengaku tak mengira hasilnya seperti itu. Hingga pukul 19.00, Rabu pekan lalu, sedikitnya 12 anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Golkar dan enam dari Fraksi Partai Demokrat sudah pasti memberikan suara untuk Agus. Agar bisa mencapai mayoritas (26 suara) untuk mengegolkan Agus, dibutuhkan delapan suara lagi.

Tambahan suara ini, menurut Vera Febyanthy, anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat, sesaat sebelum pemungutan suara, bisa diperoleh dari Partai Amanat Nasional, Partai Damai Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan. Pada mulanya, kubu pendukung pemerintah ini yakin bisa memperoleh tambahan suara tersebut.

Posisi mereka memang lebih baik dibanding yang menolak kedua calon. Kubu yang dimotori Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini baru mengantongi 17 suara, yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan (9 orang), Partai Keadilan Sejahtera (4), Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (1), dan Fraksi Bulan Reformasi (1). Dua lagi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional.

Menjelang magrib, sokongan untuk Agus semakin kuat dengan munculnya dukungan Partai Persatuan Pembangunan (6). Sehingga Agus diperkirakan akan menang dengan 26 suara. Sedangkan sikap Partai Kebangkitan Bangsa (4) secara solid menolak kedua calon. Ini berarti kubu yang menolak sudah mendapatkan 21 suara. Pukul tujuh malam, kata sumber ini, suara makin mengerucut ke Agus dengan datangnya instruksi ”Pilih Agus” dari Ketua Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir. ”Kami yang menolak sudah yakin bakal kalah,” ujar sumber Tempo.

Meski dukungan untuk Agus sudah menajam, Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan Awal Kusumah tetap menawarkan apakah perlu dilakukan voting atau cukup musyawarah mufakat. Memutuskan ini pun tidak mudah hingga Awal memberikan skorsing waktu 15 menit dan lobi pun cukup alot sampai kemudian diputuskan voting tertutup. Artinya, setiap anggota Komisi memilih calon tanpa menyertakan identitas dirinya.

Dengan alasan voting dilakukan secara tertutup, menurut Dradjad H. Wibowo, anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, sulit untuk memetakan siapa mendukung dan siapa menolak. Baginya, sistem itu membuat tidak ada yang bisa menjamin apakah suara fraksi solid atau pecah. Kondisi itu bisa saja terjadi pada PDI Perjuangan atau Partai Persatuan Pembangunan yang menolak Agus. ”Padahal di antara mereka ada yang punya hubungan erat dengan Bank Mandiri,” ujar Dradjad.

Begitu pula, sekalipun Partai Golkar sudah menginstruksikan untuk memilih Agus, tak ada garansi semua suara akan diserahkan ke Agus. Sebab, masih kata Dradjad, ”Di antara mereka ada yang sangat anti dengan Agus.” Pada akhirnya, kata Dradjad, semua ditarik ke garis partai. Tapi tetap saja sulit memastikan siapa memilih siapa.

Sebetulnya, menurut Rizal Djalil, yang juga dari Partai Amanat Nasional, suara penolakan itu sudah muncul sejak 15 Februari lalu ketika Ketua DPR Agung Laksono mengumumkan Agus dan Raden diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon Gubernur BI. Sebab, kata Rizal, sosok Agus sarat konflik kepentingan dan itu bisa mengganggu proses pemeriksaan dan pengawasan bank sentral terhadap Bank Mandiri yang dipimpinnya saat ini. Raden Pardede juga hanya dianggap sebagai calon pendamping.

Tapi yang paling disesalkan, tutur Rizal kemudian, Presiden Yudhoyono tidak kulonuwun kepada para ketua partai. Malah pemerintah terkesan bersikap mengabaikan ketika suara penolakan semakin keras berembus di Senayan. ”Memang ini bukan kesalahan Presiden Yudhoyono semata. Ini kesalahan petinggi di sekitar Presiden,” kata Rizal.

Sumber Tempo menambahkan, ada faktor lain pada diri Agus yang membuat dia tidak terpilih. Menurut sumber itu, Agus adalah salah satu dari dua bankir yang tidak disukai di Komisi Keuangan dan Perbankan karena dia sangat profesional dan bersih. Dradjad mengakui faktor politik pada akhirnya memang lebih kuat ketimbang urusan kompetensi dan integritas. ”Gubernur BI memang jabatan politis.”

Penolakan terhadap Agus dan Raden kembali memunculkan spekulasi nama-nama lain yang patut dicalonkan Presiden Yudhoyono. Salah satu yang disebut-sebut paling pantas memimpin bank sentral adalah Menteri Koordinator Perekonomian Boediono. Dia punya pengalaman yang lebih dari cukup dengan rekam jejak yang nyaris tanpa cela. Selain pernah ditugasi pemerintah di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dia pernah berkarier di bank sentral.

Kalangan analis dan pelaku pasar juga mendukung dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini kembali ke bank sentral. ”Setuju sekali, beliau kredibel, bersih, pengalamannya matang,” kata Anton. Kalangan internal di Bank Indonesia yang terpecah—setuju calon dari luar atau dari dalam bank sentral—pun sepakat setuju dengan Boediono. ”Kita butuh figur yang disegani di dalam dan di dunia internasional,” kata seorang pejabat BI.

Boediono, yang pernah menjadi salah satu Direktur Bank Indonesia, enggan memberikan komentar soal itu. Mantan Menteri Keuangan ini hanya berkata, ”Saya lebih senang yang muda-muda dan capable.”

Selain Boediono, muncul nama-nama yang cukup sering dibicarakan. Dari kalangan internal BI ada nama Miranda S. Goeltom, Hartadi A. Sarwono, dan Muliaman Hadad. Sedangkan dari luar BI beredar nama Widigdo Sukarman, mantan Direktur Utama BNI. ”Widigdo bisa dicalonkan,” kata Akbar Tandjung, bekas Ketua Umum Partai Golkar.

Namun, kata Akbar, siapa pun yang akan dicalonkan, Presiden sebaiknya melakukan komunikasi politik dulu dengan partai-partai. Tujuannya, supaya proses pemilihan Gubernur BI bisa berjalan baik. Bagi Akbar, penolakan Komisi XI kemarin memberikan pesan bahwa DPR ingin diposisikan sama dalam menentukan Gubernur BI. ”Ini kan proses politik yang sudah disepakati,” katanya.

Anne L. Handayani, Gunanto E.S., Eko Nopiansyah, Bambang Harymurti (Senegal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus