PERUSAHAAN yang cari makan di Departemen Hankam rupanya sudah terlalu banyak. Proyekproyek yang ditenderkan akhlr-akhr ini sudah dikurangi, sedangkan konsumsi untuk anggota ABRI dan kepolisian, yang diperkirakan belum mencapai 500.000 orang, tentu sangat terbatas. Dalam pembukaan Munas Asperdia (asosiasi perusahaan penyedia) Hankam di Hotel Kartika Chandra, pekan lalu, Menhankam Poniman menganjurkan agar 237 perusahaan anggota menciutkan diri saja, antara lain dengan cara perpaduan usaha. Di kalangan penyuplai kebutuhan Hankam, ada pengusaha yang statusnya dari dulu memang swasta, misalnya penyuplai Susu Shinta, Raj Kumar Singh. Namun, kebanyakan anggota Asperdia Hankam sekarang ini mempunyai latar belakang militer: veteran, warakawuri, serta putra-putri mereka. Mereka diberi kesempatan, selain untuk berwiraswasta, juga bisa dipercaya untuk menangani pengadaan barang yang menuntut kerahasiaan dan keamanan. "Kami diharuskan Menhankam untuk mengenali rencana strategi (renstra) Hankam," tutur Srimulyono Herlambang, 55, pensiunan menteri panglima angkatan udara yang kini memimpin salah satu perusahaan rekanan Hankam. Presiden direktur PT ria Dharma itu mengaku sudah menjadi rekanan Hankam sejak 1976. Pada 1977 perusahaannya pernah menyalurkan 17 pesawat latih dasar II jenis Beechcraft Mentor T 34 C. Tahun 1981 juga mendatangkan sembilan pesawat seperti itu berharga US$ 11 juta (termasuk suku cadang dan pelayanan purnajual). Selain itu, ia pernah pula mengimpor 18 pesawat buatan Australia, yang harganya US$ 750.000 - US$ 2 juta. Seperti ketentuan yang berlaku umum, proyek-proyek bernilai di atas Rp 500 juta juga harus lewat tender, dan diawasi panitia pengendali harga pengadaan pemerintah di tingkat sejajar Sekretariat Negara. Berdasarkan ketentuan Hankam, ada barang-barang yang disuplai harus buatan dalam negeri, dan telah ditentukan standarnya, misalnya tekstil, sepatu, ban, dan tenda. Barang-barang yang masih perlu diimpor, misalnya payung terjun, helm, peluru, dan senjata. Tapi ini tak semuanya ditenderkan lewat anggota Asperdia karena ada yang langsung dibeli Hankam pada pabrikan. Pemenang tender anggota Asperdia yang harus melakukan impor, menurut Herlambang, biasanya mengenakan komisi 1%-10% kepada pabrikan. Sebelum melakukan kontrak pembelian, perusahaan anggota Asperdia tadi harus mendapatkan dulu surat pesanan yang ditandatangani Kasad, Kasal, Kasau, atau Kapolri dan asisten logistiknya (aslog). Juga harus disetujui dulu oleh Departemen Keuangan dan bagian keuangan Departemen Hankam. Tapi pembelian bernilai besar, dalam dua tahun terakhir ini, sepi. "Tahun lalu kami hanya menyuplai mesin ketik berniiai Rp 200 juta dan alat-alat tulis bernilai Rp 300 juta," kata Letjen (pur.) S. Tjakradipoera, komisaris perusahaan ban Intirub dan PT Guntur Djaja, sebagai rekanan Hankam. Memang ada juga program khusus penggantian perlengkapan prajurit - khususnya sepatu - dan perbaikan asrama, tapi kue tersebut terlalu kecil untuk dibagi-bagi kepada para anggota Asperdia. Wajar kalau Jenderal Poniman menganjurkan Asperdia menciutkan jumlah mereka. Namun, para anggota Asperdia rupanya belum merasa perlu melakukan merger. "Banyak pun bisa saja, asal jangan cari roti diHankam saja," kata Herlambang. Perusahaannya, PT Daria Dharma sendiri, misalnya, ikut menyelesaikan lapangan terbang Cengkareng, dan kini membuka biro perjalanan dan konsultasi penerbangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini