Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dicari distributor

Seminar kadin membahas masalah distributor yang jumlahnya masih sedikit. pemerintah menganjurkan anggota APBN (Asosiasi Pengadaan Barang Jasa Pemerintah) menjadi distributor untuk masyarakat. (eb)

6 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKONOMI Indonesia, dewasa ini, tampaknya masih dikuasai segelintir distributor. Harga dan jumlah berbagai barang ditentukan mereka, kendati banyak yang sudah diproduksi di dalam negeri. Masalah ini hendak dipecahkan Kamar Dagang & Industri (Kadin) dalam sebuah seminar Kamis pekan lalu, yang disponsori Departemen Perindustrian. Permainan spekulasi primitif terhadap konsumen oleh distributor memang masih tampak. Sekitar tiga pekan terakhir, misalnya, kosumen semen di sekitar Jakarta hanya boleh mengambil sekitar lima kantung per hari dari toko pengecer. "Tahu 'kan 1 April barang-barang mau naik? Maka, distributor tahan barang," kata seorang tauke bahan bangunan di Tangerang. Para produsen juga ada yang mencap distributor seperti WTS: hanya menunggu datangnya produsen. Jika membawa barang yang bisa menghasilkan uang sekali tembak, dilayaninya. Sedangkan barang yang lama menetaskan uang dipersilakan tunggu. Sebaliknya, di musim sepi, distributor pada bersaing dan berani membanting harga. Bahkan, menurut seorang konsultan perdagangan, B. Sofyan Muchtar, ada distributor yang sampai berani menggelapkan barang dengan cerita kemalingan atau kebakaran. Terbatasnya jumlah distributor di Indonesia menyebabkan sebagian produsen bermodal kuat menciptakan distributor sendiri - paling tidak mengikutsertakan modalnya dalam jaringan distribusi. Hal ini tampak misalnya pada produsen semen (Indocement) dan susu (Bendera-Mantrust, Sarihusada-Tira, Indomilk-Pebapan). Jeleknya, langkah ini memberikan kesan monopoli, yang bukan hanya menutup "pemerataan" perusahaan distribusi, tapi juga diperhitungkan merugikan konsumen. Akhir-akhir ini, pemerintah menganjurkan agar para rekanan pemerintah memperluas usaha mereka menjadi distributor untuk masyarakat. Di musim pengetatan anggaran pemerintah seperti sekarang ini, anjuran tersebut rupanya disambut positif para penyuplai barang dan jasa, yang tergabung dalam APBP (Asosiasi Pengadaan Barang Jasa Pemerintah). Apalagi, sejak 1 April, rekanan pemerintah hanya boleh menyuplai dua jenis barang dan jasa. Namun, niat mereka memperluas usaha menjadi distributor itu terbentur berbagai halangan. Beberapa produsen barang dan jasa, yang merasa sudah memegang distributor kuat, tampaknya masih enggan menerima mereka. Produsen sendiri sangat sulit menentukan distributor yang diinginkannya. Kendati begitu, bekas direktur PT Unilever, R.M. Hadjiwibowo, dalam diskusi di Departemen Perindustrian pekan lalu itu, memberikan gambaran bahwa distributor yang diinginkan tentu yang tidak cenderung melakukan spekulasi, mampu mengelola stok secara teratur, menepati pembayaran yang sudah jatuh tempo, mampu memberikan informasi mengenai pasar, dan rajin memperluas pasar. Singkat kata, distributor bonafide umumnya bermodal kuat, dan mempunyai m?najemen yang rapi. Kelesuan pasar berbagai barang produksi dalam negeri agaknya diharapkan Menteri Perindustrian Hartarto bisa ditolong dengan memperluas jumlah distributor dengan para pengusaha anggota APBP. Untuk mengatasi halangan-halangan tadi, APBP meminta kebijaksanaan pemerintah untuk memisahkan perusahaan produksi dan jaringan pemasaran, termasuk dalam hal pemilikan modal. "Selama produsen bisa menjamin mutu dan bersaing dalam harga, tentu distributor tak akan lari," kata Elias Tobing, ketua APBP kepada Putut Tri Husodo dari TEMPO. Seminar biasanya juga menelurkan permintaan fasilitas. Pada seminar di Departemen Perindustrian itu terdengar keinginan permintaan subsidi bagi para (calon) distributor untuk mendapatkan kredit distribusi perdagangan dan unsur-unsur yang menunjangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus