KENAIKAN tarif listrik ternyata tak sampai seumur jagung.
Diberlakukan bulan Mei tanggal 9 Juli sudah keluar keputusan
pemerintah untuk menurunkannya. Konsumen yang agak diringankan
dengan keputusan itu meliputi pemakai listrik dengan daya
sambungan 2200 watt ke bawah.
Juga industri kecil dengan daya sambung antara 100 ka sampai
200 kva. Penurunan ini berlaku untuk bulan Juli yang akan
ditagih bulan Agustus.
Penurunan tarif yang diumumkan Menteri Pertambanan dan Energi
Soebroto setelah sidng kabinet bidang Ekuin di Bina Graha itu
menyangkut bea beban yang sejak 1 Mei dinaikkan dari Rp 480/1000
watt menjadi RP 2800 tapi sekarang diturunkan menjadi RP1600.
Beberapa kompnen tarif lainnya juga mengalami penurunan. Untuk
golongan daya tersambung 250-500 watt bea tambahan dari RP 6
diturunkan jadi Rp 4 per kwh. Tapi biaya pemakaian tetap RP 23
per kWh. Sebelum kenaikan Mei RP 13. Gohngan 501-2200 watt
selain terjadi penurunan bea heban, biaya pemakaian juga
diturunkan dari Rp 31 menjadi RP 27 per kwh Sebelum kenaikan Mei
RP 13.
Tanggap Keluhan
Sedangkan golongan industri kecil mendapat penurunan dalam biaya
pemakaian dari RP 17 menjadi RP 15 di luar beban puncak (antara
jam 22.00 sampai 18.00). Begitu juga pada waktu beban puncak
(antara jam 18.00 sampai 22.00) dari RP 26 turun jadi Rp 24.
Ketika tarif itu mula-mula dinaikkan pada awal Mei kritik
masyarakat, terutama yang datang dari kalangan DPR-RI, ditujukan
pada kenaikan bea beban yang mencapai 500%. Aneh, kata mereka,
mengapa penyesuaian dengan kenaikan BBM mengakibatkan kenaikan
begitu besar. "Penurunan ini bukan karena salah hitung. Tapi
menunjukkan pemerintah tanggap terhadap keluhan masyarakat
banyak," jawab Soebroto kepada pers sehabis sidang kabinet yang
memakan waktu 4 jam.
Yang akan menikmati penurunan tarif ini meliputi 1.556.000 atau
70% dari seluruh konsumen yang berjumlah 2,2 juta. Tak pelak
lagi kebijaksanaan ini akan mengakibatkan penurunan pendapatan
PLN. "Ini adalah keputusan politik," kata seorang pejabat PlN.
Pernyataan itu bisa dimaklumi, sebab menurut laporan Menteri
Soebroto di depan DPR 24 Juni yang lalu, meski tarif sudah
dinaikkan bulan Mei, PLN masih merugi sekitar Rp 15 milyar saban
tahun. Ini diperhitungkan dari biaya produksi dan operasi
sebesar Rp 296 milyar sedang pemasukan hanya Rp 281 milyar.
Penurunan tarif yang justru diambil dalam sidang kabinet itu
agaknya memberi petunjuk kuat bahwa kenaikan tempo hari hanya
merupakan hasil perhitungan orang-orang di PLN (TEMPO 28 Juni
1980).
Pemerintah sendiri, kata Soebroto, berusaha meringankan beban
yang harus dipikul golongan kurang mampu. "Untuk pemakai yang
mempunyai daya tersambung lebih dari 2200 watt tetap dikenakan
tarif yang berlaku sejak Mei. Kalau keberatan, mereka bisa
menurunkan daya sambung tanpa dipungut bayaran," urai Soebroto.
"Kalau memang tak membutuhkan daya sebesar itu, sebaiknya
dikembalikan. Supaya bisa dipakai orang lain," himbaunya.
Sambungan tenaga listrik yang berlebihan itu semula "diundang"
oleh tarif yang dulu dirasakan murah oleh golongan
berpenghasilan tinggi. Tapi sekarang beberapa langganan kelompok
ini mulai mengajukan permohonan untuk menurunkan daya sambung.
"PLN akan memberi rangsangan dengan pelayanan cepat dan tidak
memungut biaya untuk penurunan daya itu," ujar Th. H.
Lumbantoruan kepala bagian hubungan masyarakat PLN. Untuk
menambah penghasilannya. PLN masih melihat satu kemungkinan.
Dari 2,2 juta konsumen ternyata ada 550.000 yang berlangganan
secara abonemen. Tak lama lagi sistem ini akan dihapuskan,
terutama yang berada di atas 200 watt.
PLN Distribusi Jakarta dan Tangerang baru-baru ini telah
mengedarkan keputusan menghapuskan abonemen di atas 200 watt dan
akan menggantinya dengan meteran. Menurut pengumuman yang
ditandatangani Ir. R. Latief Argadiredja itu, pemasangan meteran
gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini