Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bahaya Dari India

Kebijaksanaan pemerintah tentang pencabutan larangan impor ternyata hanya sarung plekat. kekhawatiran pedagang-pedagang sarung dengan keputusan, yang berarti sarung plekat impor india menyaingi produk dalam negeri.(eb)

19 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL larangan impor ramai lagi. Ketika memberi ceramah di depan peseta Seminar KADIN, di hotel Sheraton Indonesia, Jumat, 11 Juli 1980, Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro memang menyebut: Larangan impor beberapa barang tertentu akan diabut. Reaksi keras dikeluarkan Hasyim Ning, Ketua Umum KADIN Pusat menentang rencana pencabutan larangan Impor tersebut. Dari Rachmat Mulyomiseno dari Komisi VII juga menentangnya. Tapi sebelum komentar menentang kebijaksanaan itu mcluas, pihak Departemen Perdagangan dan Koperasi mengeluarkan penjelasan. Isinya pencabutan larangan itu, ternyata ditujukan hanya buat sarung plekat. Ekspor ke Arab Sebelumnya, di depan peserta Seminar KADIN, di Ramayana Room hotel Sheraton Indonesia, Menteri Perdagangan Radius memberikan ceramah panjang lebar. Kebijaksanaan yang semula dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri itu, menurut Menteri, tidak bisa dilakukan terus menerus. Maka bersama Menteri Perindustrian, demikian Radius, telah dispakati untuk membolehkan masuk bebrapa barang-barang tertentu yang dikenakan bea masuk tinggi. "Proteksi sebenarnya merupakan obat yang baik untuk melindungi ekonomi nasional. Tapi untuk Jangka panjang, justru akan memukul diri sendiri," kata Radius. Benarkah hanya sarung plekat? Kepala Humas Deperdagkop jukri Alimudin mengakui secara bertahap larangan impor itu akan dicabut satu persatu. Sjukri mengatakan plekat didahulukan, karena memang barang itu toh terus masuk. "Terutama dari Pelabuhan Sabang. dibawa oleh inang-inang," katanya. Beberapa pedagang dan grosir eceran sarung plekat di Pasar Tanah Abang Jakarta, rata-rata terkejut. "Plekat dalam negeri, mulai digemari. Jika plekat impor masuk, bisa-bisa plekat dalam negeri tak laku," kata pedagang sarung Zain Al hadi. Katanya, ada tiga sarung plekat impor (dari India) yang terkenal dan memang pernah digemari masyarakat Indonesia: Moulana, Gajah dan cap Kursi. "Memang Moulana itu, sarung plekat yang laku, tetapi jika dia tak ada, mau tak mau masyarakat akan membeli buatan dalam negeri," katanya. "Dibandingkan dengan Moulana buatan India, sarung plekat kita sekarang sudah dapat bersaing. Hanya sedikit kalah halus dalam benang tenunnya," kata Adhyatma, pedagang plekat di Pasar Tanah Abang. Tapi kelebihan halus itu sebenarnya telah dapat ditutupi karena, "sarung plekat buatan dalam negeri ukurannya lebih besar daripada sarung impor," katanya. "Bahkan sejak 1972 Indonesia sebenarnya sudah mulai ekspor sarung plekat ke Arab Saudi dan Afrika." Pedagang plekat yang biasa dikenal sebagai "tuan Ong" itu mengakui, meskipun dilarang impor di pasaran ternyata masih dapat juga dibeli sarung Moulana buatan Madras, India itu. Perbedaan harga memang ada, antara Rp 500-Rp 750 per lembar. Rata-rata sarung plekat buatan dalam negeri, seperti cap Bintang Gajah, cap Manggis dan Tempat Sirih dijual di pasaran antara Rp 3000 sampai Rp 4000 per lembar. Cap Manggis, menurut Adhyatma, sejak 1952 telah diekspor ke Singapura. Baru belakangan ini cap Bintang Gajah menyusul diekspor ke Arab Saudi dan Afrika. Keduanya keluaran pabrik di Bandung. Tapi ada juga pedagang sarung di Tanah Abang beranggapan tak banyak pengaruhnya, jika pun Moulana masuk ke pasaran. "Kan pasti, harga sarung impor itu lebih mahal dari buatan dalam negeri," katanya. Dia mengakui masyarakat di sini belum mantap mencintai produk sendiri. "Bisa jadi banyak yang memaksakan diri membelinya, karena prestise," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus