Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sesudah tanah, air

Wakil pm singapura lee hsien loong dan menko ekuin & wasbang radius prawiro menandatangani kerja sama pemasokan air dari indonesia ke singapura. air bersih dialirkan dari bendungan di pulau bintan.

6 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tongkat dan kayu jadi tanaman, kata Koes Plus. Kini, "Air hujan pun bisa jadi uang." KATA-kata kiasan itu agaknya cocok untuk mengiringi penandatanganan kerja sama Jumat pekan lalu di Jakarta, antara Wakil PM Singapura Lee Hsien Loong dan Menko Ekuin & Wasbang Radius Prawiro. Kerja sama ini menyangkut pemasokan air dari Indonesia ke Singapura, lagi satu komoditi yang laris, sesudah tanah dan pasir yang bergunduk-gunduk diangkut ke sana dari Kepulauan Riau. Berdasarkan perjanjian itu, disepakati membangun bendungan di Pulau Bintan, Riau, yang berdaya tampung 121 juta galon air hujan per hari. Selain untuk kebutuhan Batam dan Bintan, sebagian (50%) lagi dialokasikan untuk Singapura. Untuk itu, pipa sepanjang 60 km siap mengalirkan air bersih ke Singapura. "Jadi, kita ini hanya jual air hujan," kata Menteri Muda Perindustrian, Tungky Ariwibowo. Maka, dibentuk perusahaan patungan antara Perusahaan Air Bersih Pemda Riau dan Public Utility Board Singapura. Proyek itu menelan investasi US$ 100 juta, tapi kepemilikannya belum jelas benar. Menurut Tungky, labanya dibagi menurut pemilikan saham. Untuk pengembangan sumber air, saham mayoritas dipegang oleh Singapura, sedangkan sebagian besar saham pemasokan air dikuasai Indonesia. Kabarnya juga, kontrak jual beli air ini berlaku 100 tahun dan dapat diperpanjang 100 tahun lagi. Kalau memang demikian, kontrak ini bertentangan dengan ketentuan PMA No. 1 tahun 1967. Dan aneh juga karena air Bintan hanya dihargai Sin$ 0,01 atau sekitar Rp 11 per m3, sementara tarif terendah di Jakarta sudah Rp 180 per m3. Lagi pula, Tungky berucap, air Bintan lebih mahal 50% dari air asal Johor, Malaysia. Kini, Singapura tiap hari menghabiskan 250 juta galon air yang dipasok oleh Johor, dan itu pun tidak lagi memadai. Bahkan, pada tahun 2000, Singapura membutuhkan 350 juta galon per hari, -- jumlah yang akan sulit dipenuhi oleh Johor. Apalagi Malaysia sendiri kesulitan air. Pilihan jatuh ke Indonesia. Hal ini sudah dibicarakan pada Oktober 1989. Waktu itu sejumlah pejabat Singapura sempat mengunjungi Riau. Mereka malah memilih sumber air di Pulau Burung. Akhirnya Bintan yang dipilih. Mungkin karena jarak Bintan-Singapura lebih dekat daripada Burung Singapura yang terpisah sejauh 150 km. BAS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus