Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Jepang datang

Ekspor mebel buatan indonesia ke jepang masih seret. kualitas & desain mebel produk indonesia kurang memenuhi selera konsumen jepang. pengusaha mebel indonesia sulit mendapat kayu berkualitas.

2 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGUATNYA nilai yen berarti rezeki buat banyak eksportir. Terutama eksportir kayu lapis dan mebel. Dua jenis komoditi ini diramalkan akan naik permintaannya di Jepang. Alasannya: dengan menguatnya nilai yen, orang Jepang akan lebih suka membeli produk impor, yang harganya tentu lebih murah dari produk lokal. Kenyataan ini diakui sejumlah pengusaha mebel Jepang yang berkunjung ke Jakarta, dua pekan lalu. "Tahun lalu impor mebel kami cuma 10% dari kebutuhan. Tahun ini mungkin naik," kata Presiden Direktur Maruto Company Limited Toyotaro lori, plmpinan rombongan. Kendati cuma 10% dari kebutuhan, nilai impor itu sekitar 70 milyar yen. Tahun ini, jumlahnya diperkirakan naik. Maka, banyak pengusaha mebel, yang tergabung dalam Asosiasi Permebelan dan Hasil Kayu Indonesia (APHKI), tertarik memasuki pasar Jepang, yang selama ini didominasi eksportir Taiwan, Muangthai, dan Malaysia. Selama tiga hari 69 pengusaha kayu Jepang itu mereka jamu dengan pelbagai acara, di antaranya menyaksikan pameran. Usai menyaksikan pameran, beberapa pengusaha Jepang itu langsung memesan barang. Nilai pesanan sekitar US$ 160 ribu. "Jumlah yang lumayan," tutur Sekretaris Eksekutif APHKI J .L. Nawan dengan wajah berseri-seri . Kegembiraan Nawan bisa dimengerti. Selama ini, ekspor mebel Indonesia ke Jepang seret sekali. Tahun lalu, mebel Indonesia (di antaranya kursi teras, kursi meja, dan lemari kecil) yang diimpor pengusaha Jepang hanya senilai 300 juta yen. "Pasaran mebel Indonesia di negeri kami cuma di bawah 0,1%," kata Iori tanpa merinci alasannya. Ia hanya memberikan komentar, kalau Indonesia bermaksud meningkatkan ekspor mebel ke Jepang, perlu pembenahan di sana-sini." "Mereka berpesan agar kami meningkatkan kualitas," kata Bambang Pryambodo, Wakil Ketua Umum bidang ekspor APHKI. Selama ini, kualitas dan desain mebel produk Indonesia kurang memenuhi selera konsumen Jepang. Celakanya, "Harga produk mebel kita masih lebih tinggi 20% dibanding produk Taiwan" tambah Pryambodo, yang juga Direktur PT Sri Tokai, salah satu perusahaan pengekspor mebel. Di Indonesia, menurut Nawan, beban ongkos yang terserap untuk bahan baku kayu saja sampai 40% . Sementara di Taiwan, komponen kayu hanya menyerap 30% biaya produksi per unit. Ongkos yang harus dikeluarkan pengusaha mebel Indonesia tinggi karena sulit mendapatkan bahan baku berkualitas baik. "Dari bahan baku yang kami beli, yang layak pakai hanya 30% saja. Paling bagus 60%," keluh Bambang Pryambodo. Kayu ramin, misalnya, di pasar lokal, harganya sekitar Rp 350 ribu per m3. Sementara itu, di luar negeri harga bahan baku yang sama jauh lebih tinggi. Maka, pengusaha HPH lebih senang melempar kayu ramin ke luar negeri ketimbang menjualnya di dalam negeri. Bahan baku berkualitas baik itu, umumnya, diborong importir Taiwan. Pengusaha mebel anggota APHKI hanya memperoleh kayu (bahan baku) kelas dua, sekalipun mereka, sejak Oktober tahun lalu, punya "kartutruf" berupa SK Menteri Perdagangan No. 305/1986, yang melarang ekspor kayu bahan baku mebel lebih kecil dari ukuran: panjang 6 kaki, lebar 6 inci, dan tebal 3 inci. Maka, pengusaha mebel Indonesia kalah dalam merebut pasar ekspor. "Sebenarnya kami juga berani membeli kayu yang biasa diekspor itu dengan harga tinggi," kata Bambang Pryambodo. Meski harganya mahal, "kami bisa memanfaatkannya sampai 100% ." Perhitungannya, dengan begitu tak hanya ongkos produksi bisa ditekan, tapi produk juga bakal lebih mudah memasuki pasaran ekspor. Sayang, APHKI baru sadar sekarang. Ahmed K. Soeriawidjaja, Laporan Mohamad Cholid (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus