Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Meraup Cuan dari Sumber Pangan

Ekspor umbi porang melejit 75 persen pada 2020

23 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Asosiasi Petani Milenial Porang Galuh (APMPG) merawat tanaman porang di Desa Handapherang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, 17 Januari 2021. ANTARA/Adeng Bustomi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Porang bisa menjadi alternatif bahan makanan hingga kosmetik dan obat-obatan.

  • Pemanfaatan porang turut memberikan angin segar bagi petani dalam negeri.

  • Tingginya permintaan berdampak pada kenaikan harga ekspor.

JAKARTA — Tak ada yang menyangka sepotong umbi porang kini bisa sangat berharga. Dari umbi-umbian itu, beragam bahan pangan bisa dihasilkan, dari bihun, mi, hingga beras. Tak mengherankan bila pasar porang sudah menembus hingga ke Eropa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) Ahmed Joe Hara menuturkan bahwa naiknya permintaan porang itu tak lepas dari beragam manfaat yang dihasilkan. Salah satunya menghasilkan karbohidrat berupa pati atau starch. Kandungan ini juga terdapat pada singkong, ubi jalar, bangkuang, serta talas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Berbeda dengan pati atau starch dari umbi lainnya, pati porang memiliki sifat gel yang lembut yang dihasilkan dari material yang disebut glucomannan," tutur Ahmed kepada Tempo, kemarin.

Material inilah yang menjadikan porang sebagai komoditas baru penghasil pati yang memiliki keistimewaan. Apalagi pemanfaatan glucomannan meluas ke berbagai bidang, dari makanan hingga kosmetik dan obat-obatan. Selain itu, kata dia, banyak orang menggunakan glucomannan sebagai tanaman industri.

Meluasnya pemanfaatan porang turut memberi angin segar bagi petani dalam negeri. Menurut Ahmed, penanaman porang dalam satu tahun bisa menghasilkan panen kurang-lebih 15 ton per hektare. Jika biaya tani umum itu sekitar Rp 20 juta per hektare, Ahmed memperkirakan harga pokok produksi (HPP) porang mencapai Rp 1.300 per kilogram. Harga pada saat dibeli oleh pengepul atau eksportir dari petani sebesar Rp 4.000.

"Maka, ada selisih penjualan sebesar kurang-lebih Rp 2.700 rupiah per kilogram atau kurang-lebih Rp 40 juta per hektare dengan masa panen porang selama satu tahun," tutur Ahmed.

Petani menunjukkan umbi tanaman Porang di Desa Kedung Sari, Gebog, Kudus, Jawa Tengah, 30 Desember 2020. ANTARA/Yusuf Nugroho

Jika penghasilan Rp 40 juta tersebut dibagi dalam setahun, pendapatan rata-rata petani per bulan adalah Rp 3,3 juta. Menurut dia, hal itu cukup menguntungkan, terutama bagi petani lahan kering, karena porang pasti ditanam di lahan tegalan.

Pemilik CV Bumi Anugerah Jaya, Hendra S., berujar bahwa tingginya permintaan berdampak pada kenaikan harga ekspor. Fenomena ini mulai terlihat pada tahun lalu. Ia mencatat kenaikan harga penjualan mencapai sekitar 15 persen.

Namun, kata dia, tingginya permintaan juga berdampak pada kenaikan harga dan kelangkaan benih. Hal ini membuat badan usahanya sempat menghentikan ekspor karena harga benih dan bahan baku terlampau tinggi. "Kami harap pemerintah bisa mendukung penanaman lebih banyak, terutama untuk eksportir dengan membentuk perusahaan plasma, misalnya," tutur Hendra.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan, saat mengunjungi salah satu pabrik di Cina, porang digunakan sebagai karagenan atau zat pengental, salah satunya untuk bahan makanan. "Ini berbasis alam dan orang rata-rata ingin kembali pada bahan yang lebih alami, termasuk untuk pengenyal makanan," kata Rochim.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi menuturkan permintaan ekspor komoditas umbi porang ini melejit 75 persen pada 2020 dibanding pada tahun sebelumnya. Ia mencatat volume ekspor porang sebanyak 20,5 ribu ton pada tahun lalu. Sementara itu, volume ekspor porang pada tahun sebelumnya hanya mencapai 11,7 ribu ton. "Total nilai ekspornya mencapai Rp 924 miliar ke 16 negara, di antaranya Cina, Vietnam, Thailand, Taiwan, dan Laos," tutur Suwandi.

Menurut Suwandi, porang bisa dijadikan produk makanan olahan, seperti tepung, mi shirataki, beras konnyaku atau beras shirataki, boba untuk minuman, pengental makanan alami, dan minuman jeli. Dia berujar bahwa kandungan dalam porang baik untuk kesehatan karena mengandung glucomannan sebagai serat pangan. Bukan hanya makanan, porang juga bisa dijadikan spons pembersih wajah, produk kecantikan, hingga bahan baku pelapis antiair.

"Porang sedang banyak dikembangkan dan animo petani untuk tanam sangat tinggi karena komoditas komersial yang menjanjikan keuntungan," tutur Suwandi. "Adapun luas pertanaman saat ini sekitar 20 ribu hektare dan sudah tumbuh industri pengolahan dan ekspor."

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Ali Jamil, menilai kenaikan tren konsumsi porang di sejumlah negara terjadi karena sebagian masyarakat Jepang dan Korea mulai menggunakannya sebagai bahan pangan pokok. Menurut dia, beberapa wilayah sudah banyak mengembangkan produk ini, misalnya di Jawa Timur, yang meliputi Madiun, Banyuwangi, Kediri, Ngawi, Nganjuk, Ponorogo, dan Bojonegoro.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian Amirudin Pohan mengatakan, untuk pengembangan umbi porang ini, pemerintah memberikan bantuan untuk membangun kebun benih di beberapa daerah. Menurut dia, nantinya hasil bibit dari kebun benih ini bisa untuk pengembangan porang di sekitar daerah tersebut. Adapun tahun ini, kata Amirudin, pemerintah menargetkan pengembangannya mencapai 20 hektare.

"Kami memberikan bantuan 20 ribu bibit dan pupuk organik 1.200 kilogram untuk 1 hektare kebun bibit," kata Amirudin.

VINDRY FLORENTIN | LARISSA HUDA


KT-Infografis-Bisnis 4.2 Budidaya Porang

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus