Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah sang bapak pergi

Menunggu pemimpin yang baru dan akan menjalankan perusahaan berbeda dengan kasoem alm. pabrik kaca mata di leles akan berproduksi maksimal lagi nanti "setelah sang bapak pergi".(eb)

2 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEMURUH mesin diesel tak lagi terdengar sepanjang malam. Banyak mesin pabrik yang kelihatan menganggur. Beberapa malah ada yang mulai berkarat. Dan karyawannya, yang semula 35 kini tinggal 20 orang. Mereka, terutama yang sudah lama, mulai frustrasi juga. "Saya sudah merasa lengket dengan usaha almarhum," kata Omod. Orang tua itu, 55 tahun, telah menghabiskan separuh dari hidupnya di pabrik kacamata A. Kasoem di Desa Cikembulan, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Dan Kasoem, pengusaha yang konservatif, hemat namun dermawan itu, sudah tiada 6 bulan lalu. Adakah pabrik kacamata yang terkenal itu akan ikut menyusul menjadi almarhum ? Sana Budaya, 36, manajer pabrik di Leles itu mengakui terjadi kemunduran. "Bila dibandingkan semasih Pak Kasoem hidup, jelas kondisi sekarang jauh merosot," katanya pada pembantu TEMPO, Hasan Syukur. Produksi kacamata bi-focal yang 200 pasang sehari lengkap dengan gagangnya, kini dihentikan sama sekali. Produksi sekarang hanya terbatas pada pembuatan kacamata enkle fokus, cuma 60 sampai 70 pasang sehari. "Itu hanya untuk mengisi toko-toko Kasoem yang ada," kata Sana pula. Membuat lensa kacamata satu fokus memang jauh lebih mudah dari yang bifocal. "Bahan-bahan kami beli sudah setengah jadi. Tinggal penyesuaian ukuran saja," kata Sana yang pernah dikirim almarhum ke Prancis untuk studi khusus di bidang optik. Sudah 18 tahun dia bekerja di situ. Dan baru 5 tahun lalu diangkat menjadi manajer. Dia tak tahu pasti apakah pabrik itu akan kembali bekerja seperti sebelumnya. "Dulu dari bahan dasar sampai jadi dibuat di sini," katanya. Tapi anak buah Kasoem yang sampai sekarang setia itu beranggapan akan ada jalan keluar. Sekalipun, mungkin, berbeda dengan gaya kepemimpinan almarhum. Masalahnya, yang sampai sekarang belum terpecahkan, adalah siapa dari putra almarhum yang akan memegang kendali pimpinan di bidang produksi? Sekalipun ke delapan putra-putrinya sudah membentuk dewan komisaris sepeninggal almarhum, nampaknya belum ada yang tampil menggantikan kedudukan sang bapak. Tiga Jalur Selain Moh. Hatta yang masih belajar di Jerman dan Ny. Evie Kurnia yang ikut suami di Surabaya, semua anak-anak almarhum kini lebih merasa senang berdagang kacamata. Mereka umumnya punya optik sendiri meskipun toko mereka itu tak mengambil barang dari pabrik almarhum bapaknya. Doddy Jatmika Kasoem, 29, tergolong yang paling sukses. Optik Cobra, di Bandung miliknya, sangat memperhatikan mode. Dia senang menjual kacamata untuk anak-anak muda dalam beragam gaya. Pelayan wanitanya juga dipilih yang geulis. "Sebagai pedagang kita kan harus mengikuti selera konsumen," kata Doddy. Soal selera, itulah yang menurut Doddy kurang diperhatikan ayahnya. Almarhum lebih suka membuat kacamata untuk orang dewasa, berdasarkan kebutuhan, dan tidak mahal. Khawatir Sekalipun begitu, semua anak Kasoem yang masing-masing sudah berdiri sendiri itu tak rela membiarkan pabrik di Leles yang legendaris itu ambruk. Bahkan, seperti kata Soeradi Senjaya, menantu almarhum yang menjabat direktur operasional di Leles, putra-putri almarhum itu berambisi ingin mengembangkan pabrik, dengan cara yang lebih modern. "Soalnya cuma menunggu waktu," katanya. Yang ditunggu-tunggu kabarnya akan segera datang dari luar negeri. Harry Laksana Kasoem, 27 tahun, oleh almarhum dipersiapkan untuk mengkhususkan diri di bidang produksi. "Harry memang diarahkan untuk memimpin pabrik," kata Ny. Kumaeni Kasoem. Istri almarhum ini, yang tadinya ikut memegang keuangan perusahaan, kini lebih suka menjadi penasihat saja. Usianya sudah 61 tahun. Dan pekan lalu dia baru keluar dari RS Boromcus di Bandung, menjalani operasi kecil pada betisnya. Adakah Harry akan diterima sebagai Dir-Ut, itu tergantung dari hasil perundingan keluarga. Doddy sendiri nampaknya tidak keberatan. Tapi Harry, seperti kata Doddy, "tadinya khawatir saudara-saudaranya akan menjadi saingan Kasoem Optical." Untuk menghindarinya, semua anak almarhum sudah sepakat akan membeli kacamata dari pabrik di Leles itu nanti. Dan Soehardi optimistis: bukan saja 24 toko keluarga besar itu yang akan menggunakan produksi Leles "tapi juga optik-optik yang dibuka oleh bekas karyawan A. Kasoem," katanya. Suatu jalan keluar yang baik, nampaknya. Berbeda dengan almarhum yang merasa tak perlu reklame, perusahaan Kasoem yang baru ini akan melakukan kampanye lewat promosi. "Kita akan menempuh tiga jalur: mode, musik dan olahraga," kata Soehardi. Dia percaya kredit dari Bapindo sebesar Rp 1,2 milyar, tapi ditangguhkan realisasinya, akan mereka peroleh setelah ada kepastian siapa pimpinan baru. Kapan? Doddy Kasoem memperkirakan semua soal akan selesai awal Februari. "Akan kita resmikan kembali pabrik di Leles itu secara besar-besaran," tukasnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus