Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Siap-siap PPN Naik Jadi 12 Persen Januari 2025, Pengusaha Muhammadiyah Minta Dibatalkan

Pemerintah akan naikan pajak tahun depan, Persatuan pengusaha Muhammadiyah berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen.

18 November 2024 | 14.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Harga barang dan jasa akan naik, karena bisanya produsen dan penjual akan membebankan pajak itu ke konsumen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, kenaikan tarif PPN 12 persen akan tetap berjalan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 7/ 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Menurut dia, penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor. "Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," katanya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024.

Menurut dia, APBN harus dijaga kesehatannya. "Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN," ujarnya seperti dikutip Antara.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, semua barang dan jasa akan terkena PPN seperti tas, pakaian, sepatu, produk otomotif, perangkat elektronik, pulsa telekomunikasi, perkakas, serta produk kecantikan dan kosmetik. Jasa atau layanan streaming musik dan film, seperti Spotify dan Netflix, juga termasuk dalam kategori jasa yang dikenakan PPN.

Lalu adakah barang dan jasa yang tidak terkena PPN? Berdasarkan Pasal 4A UU 7/2021 yang tidak terkena PPN 12 persen adalah semua jenis makanan dan minuman, karena sudah terkena pajak daerah atau retribusi daerah, yang besarnya tergantung daerah masing-masing. Tapi biasanya sekitar 10 persen.

Barang seperti uang, emas batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara, serta surat berharga juga dikecualikan dari pengenaan PPN.

Jasa berupa angkutan udara, darat, dan laut juga dipastikan naik. “Dapat kami sampaikan bahwa jasa angkutan udara dalam negeri, dalam hal ini berupa tiket pesawat merupakan objek PPN,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti kepada Tempo, Sabtu 16 November 2024.

Pemasukan Negara Naik, Daya Beli Merosot

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, mengatakan penerapan kebijakan ini bisa menambah pemasukan negara. “Potensi menambah penerimaan negara sekitar Rp 80 triliun. Tapi daya beli yang merosot, akan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Ajib kepada Tempo, Jumat 15 November 2024.

Menurut dia, pemerintah perlu memitigasi pelemahan daya beli masyarakat karena barang beredar di masyarakat akan akan naik harganya. Permintaan atau demand produk akan mengalami kontraksi. Sedangkan sisi pasokan juga akan melemah, karena kenaikan harga barang dan jasa tak terhindarkan.

Ketua Umum Asosiasi Pengurus Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menilai, kebijakan pemerintah menaikkan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025 akan memberatkan pembeli atau konsumen. "Berat dong, siapa yang berat? Iya pembeli," ujarnya di Tangerang, Minggu 17 November 2024.

Sohilin mengatakan, PPN memang naik 1 persen dari 11 persen menjadi 12 persen. Namun, jika dihitung 1 per 12, menurut dia, hal itu tetap akan memberatkan pembeli." Naiknya 1 per 12, yang menanggung adalah pembeli pada umumnya," ucap dia.

Solihin mengatakan perekonomian saat ini sedang tidak baik-baik saja. Bisnis ritel dihadapkan dengan berbagai tantangan, salah satunya pergeseran orientasi pada konsumen.

Menurutnya, orientasi konsumen saat ini mengarah pada produk dengan harga yang lebih murah, ukuran yang lebih kecil. Konsumen cenderung memilih produk yang lebih murah dalam satu kategori produk dari beberapa merek.

Konsumen yang loyal sudah mulai bergeser, yang tadinya lebih banyak membeli dengan ukuran yang besar, kini dengan ukuran yang lebih kecil.

Kondisi seperti inilah, ujar dia, yang dihadapi peritel dengan menyiapkan kebutuhan konsumen. "Salah satu strateginya adalah menyesuaikan selera konsumen yang berubah orientasi. Tapi Fungsi dan manfaatnya sama," kata dia.

Pengusaha Muhammadiyah Minta Dibatalkan

Jaringan pengusaha yang tergabung dalam Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen.

"Kenaikan PPN tersebut tidak sensitif terhadap dinamika dunia usaha saat ini dan malah kontraproduktif terhadap upaya pemerintah membuka lapangan pekerjaan di tengah kenaikan angka pengangguran," kata Sekjen SUMU, Ghufron Mustaqim, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 15 November 2024.

Ghufron menegaskan, saat ini banyak perusahaan yang mayoritas merupakan UMKM sedang berjuang di tengah ketidakpastian ekonomi. Bahkan, kata dia, banyak yang memutuskan mengurangi jumlah karyawan hingga gulung tikar sehingga menurutnya rencana kenaikan PPN mengancam kelangsungan bisnis mereka.

Ia mengingatkan, kebijakan yang akan berlaku pada tahun depan itu otomatis menjadikan RI negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN. Sebagai perbandingan, PPN di Malaysia hanya 6 persen. Adapun di Singapura dan Thailand sebesar 7 persen. Kenaikan pajak akan semakin memberatkan beban kalangan pengusaha, termasuk di sektor UMKM.

"Di Vietnam, Kamboja, dan Laos PPN-nya sebesar 10 persen. Alih-alih dinaikkan, PPN di Indonesia seharusnya diturunkan lagi ke 10 persen seperti semula, dan secara bertahap turun ke 6-7 persen. Ini untuk mendorong konsumsi masyarakat," ucap Wakil Ketua Lembaga Pengembang UMKM Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.

Ilona Estherina | Joniansyah | Hammam Izzuddin | ANTARA berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor Peminat Lapor Mas Wapres Membludak, Sekretariat Wakil Presiden Membuat Tata Tertib Ini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus