KALAU ada yang bilang, "Orang Indonesia kalau merokok kayak lokomotif," tampaknya ada juga benarnya. Setidak-tidaknya hal itu terlihat dari daftar 600 perusahaan terbesar negara-negara Dunia. Ketiga dan Industri baru, terbitan majalah South dari Inggris edisi terakhir, Agustus 1987. Perusahaan rokok PT Gudang Garam dan PT Djarum Kudus -- yang baru sekali ini bersedia mengirim angka penjualan, masing-masing US$ 737 juta dan US$ 636 juta -- ternyata langsung ditempatkan di peringkat ke-89 dan ke-108. Jauh di atas Daewoo Electrics, produsen perlengkapan elektronik Korea Selatan, yang sudah lama punya reputasi internasional. Hebatnya lagi, perusahaan rokok lainnya tak ada yang masuk hitungan. Kejutan lainnya datang dari Astra International. Dengan penjualan mencapai US$ 700 juta, pendatang baru ini kontan saja nonkron di nomor ke-95. Dua pesaingnya tertinggal jauh. Sevel Argentina jatuh ke urutan ke-278, karena hanya mampu mengantungi US$ 277 juta. Sedangkan San Yang Inds. dari Taiwan, juga muka baru, harus puas berada di nomor 284 dengan nilai jual US$ 271 juta. Sayangnya, karena tak cukup gesit menerobos lesunya bisnis angkutan udara yang tengah melanda sebagian perusahaan penerbangan dunia, kedudukan Garuda Indonesia tergusur dari urutan ke-94 menjadi 105, bersamaan dengan kemelorotan penjualannya dari US$ 669 juta menjadi US$ 667 juta. Bisa dimaklumi. Singapore International Airline saja, yang boleh dibilang masuk barisan elite perusahaan penerbangan, juga turun dari peringkat 42 ke 47. Penjualannya memang turun: dari USS 1.447 menjadi US$ 1.376 juta. Peringkat sebuah perusahaan ternyata tak bisa dijadikan patokan untuk mengukur peningkatan bisnisnya. Contohnya, Petrobras dari Brasil, yang naik kelas dari urutan 8 ke-5, meski penjualannya turun dari US$ 9.693 juta menjadi US$ 9.465 juta. Juga Kuwait, yang kini berada di urutan ke-2 nilai jualnya ketika masih di nomor 3, US$ 14.900 juta, meski merosot menjadi USS 14.532 juta. Sedangkan Pertamina, yang penjualannya turun drastis menjadi US$ 8.407 juta dari US$ 12.600 juta, memang tergeser dari tempat duduknya di nomor 5. Di tengah ramainya gontok-gontokan di antara para penghasil minyak yang tak kunjung usai, cuma Petroleos de Venezuela (PDVSA) yang bisa naik lebih dari sejuta dolar, dari US$ t2.723 juta menjadi US$ 14.808 juta, sehingga loncat menduduki peringkat teratas, dari urutan ke-3. Perusahaan itu, yang pada 1976 menggabungkan 14 perusahaan minyak asing yang beroperasi di wilayah Venezuela, memang termasuk salah satu penghasil minyak jadi terbesar dan paling menguntungkan di dunia. Dunia perbankan tampak semarak. Kekayaan sepuluh besar, dalam daftar 150 bank terbesar, mengalami kenaikan 12% menjadi US$ 340 milyar. Hanya satu yang terpental Bank of Seoul, yang turun dari urutan 10 ke-11. Tak lain karena masuknya pendatang baru dari Taiwan, Bank of China, yang dengan aset US$ 56,69 milyar langsung menyerobot tempat ke-2. Urutan teratas masih dipegang Hongkong & Shanghai Banking meski hartanya turun menjadi US$ 68,82 milyar dari US$ 68,83 milyar. Sedangkan Bank Negara Indonesia 1946, yang kekayaannya naik dari US$ 7,54 milyar menjadi US$ 7,60 milyar, peringkatnya malah turun dari 35 ke 38. Bank Bumi Daya, dengan tetap US$ 5,16 milyar, jatuh dari kursi 53 ke-60. Demikian pula dengan Bank Dagang Negara, yang turun peringkatnya dari 65 ke-72, meski asetnya tetap US$ 4,65 milyar. Bank Rakyat Indonesia, yang baru pertama kali masuk dengan aset US$ 5,15 milyar, terus parkir di nomor 61. Selintas, daftar yang dibuat majalah berita bulanan yang dimotori sekelompok pengusaha, cendekiawan, dan wartawan dari negara-negara Dunia Ketiga yang bermukim di Inggris itu memang di sana-sini bisa disoalkan, karena banyak perusahaan raksasa yang tak diperhitungkan. Alasan South: "Hanya perusahaan yang dimiliki dan dikontrol oleh orang dari Dunia Ketiga yang bisa masuk." Bahkan, meskipun sebagian besar saham sebuah perusahaan dimiliki orang lokal, kalau terintegrasi dengan perusahaan multinasional negara mau, seperti Unilever, juga tak dihitung. Suka-suka. Praginanto & Budiono Darsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini