Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sinten Nyono Paling Parah

Produsen menderita kerugian besar, dengan dilarangnya 6 pabrik jamu pelancar haid a.l: pabrik sinten nyono. (eb)

1 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG buruh wanita dari pabrik obat tradisional di pinggir jalan raya Surabaya-Mojokerto tak hahis-habisnya mengeluh. "Sudah sebulan saya tak bisa lembur," katanya. Nasib buruh pabrik Sinten Nyono itu mungkin lebih baik ketimbang buruh PT Kembang Bulan Farma yang terletak di dalam Kota Surabaya. Di sini bukan saja tak ada kesempatan mencari tambahan berupa lembur, 9 dari 25 buruhnya malah diberhentikan. "Ada pemecatan. Nanti kalau pabrik jalan lagi akan dipanggil," kata Ruliyah, 17 tahun. Pengantin baru ini cuma sebulan bekerja di pabrik itu. Keadaan itu berlangsung menyusul larangan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes, 16 Januari, terhadap Super Heporine Capsules yang diduga mengakibatkan 12 bayi cacat karena ibunya minum obat pelancar haid itu selagi mengandung. (Setelah larangan terhadap produksi Sinten Nyono itu, 21 Januari jatuh pula godam larangan untuk 5 macam obat tradisional lainnya yang mengandung unsur obat-obatan sama. Masing-masing Femisin Capsules buatan Fimedco Laboratories Ltd, New Hulingkie, New Hulingkie Syrup, Super Hulingkie Capsules (tiga-tiganya buatan PT Kembang Bulan Farma) dan Super Ivorine (keluaran Asiapharco-Laboratories). Semuanya berpusat di Surabaya. Untuk membuktikan obat-obatan tadi benar-benar berbahaya, Depkes masih akan melakukan penelitian, termasuk minta bantuan laboratorium luar negri sebagaimana dikatakan Menkes Suwardjono Suryaningrat. Keenam obat tradisional tersebut dilarang diperjualbelikan mulai dari warung sampai apotik. Sedangkan yang sudah telanjur berada di pasaran supaya segera ditarik kembali. "Surat keputusan larangan memang tidak menyebutkan secara jelas kapan batas waktu penarikan. Pokoknya secepat mungkin," kata R. Bambang Sutrisno, kepala direktorat pengawasan obat tradisional, Depkes. Namun ia sendiri mengharapkan dalam waktu 3 bulan sudah selesai. Untuk mempercepat penarikan sebagaimana diceritakan Bambang Sutrisno, Depkes tak banyak bisa membantu. Kecuali sedikit keringanan, berupa disediakannya gudang kantor-kantor wilayah Depkes di berbagai daerah sebagai tempat penitipan. "Yang di Aceh misalnya, tak perlu harus dikirim ke pabrik. Bisa dititipkan di kantor wilayah," ujarnya. Kesibukan penarikan berjalan sejak awal Februari. Menurut Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan Jawa Timur, Drs. Hardoyono penarikan melalui 2 jalur. "Jalur perusahaan dengan bantuan grosir dan jalur pemerintah lewat BPOM," urainya. Namun dalam prakteknya jalur perusahaanlah yang jalannya lebih lancar. Super Heporine sudah habis tertarik sampai tingkat grosir pada Januari. Sementara PT Kembang Bulan Farma yang menalankan operasi penarikan 2 Februari, sampai sekarang sudah berhasil menarik sekitar 60%. "Sejak 4 Februari kita melakukan sendiri penarikan dengan sepeda motor. Sekarang sudah hampir habis dari pasaran," kata Makmur Van, direktur Asiapharco. Buat perusahaan ini penarikan agak gampallg karena pacaran utamanya justru Surabaya sendiri. Sejak awal sudah bisa dinyana Sinten Nyono paling banyak menderita. Ketika penyegelan dilakukan petugas terhadap gudangnya di luar Kota Surabaya, di sana masih tertimbul 200.000 kapsul SHC. Belum lagi dihitung bahan baku yang sudah telanjur ditumpuk. Masih mujur kelima produsen jamu pelancar haid yang lain. Begitu tersiar larangan terhadap SHC mereka buru-buru menangguhkan pesanan bahan baku. Itulah makanya barang-barang mereka yang terjebak di gudang jauh lebih kecil. Padahal produksi mereka separuh dari produksi SHC per bulan yang mencapai setengah juta kapsul. Omset SHC kapsul saja tiap bulan diperhitungkan sekitar Rp 11 juta. Sedangkan kelima jamu yang lain seluruhnya diperhitungkan mencapai Rp 20 juta per bulan. Bisnis obat pelancar haid ini rupanya menjadi tambang yang manis bagi produsen yang bertumpuk di Surabaya itu. Banyak juga yang mereka nikmati dari seluruh omset obat tradisional yang diperhitungkan mencapai Rp 10 milyar/tahun. Penarikan yang tersulit adalah dari tangan pengecer. Di toko-toko obat yang berjejer di daerah Keputran (Surabaya) sebagaimana disaksikan wartawan TEMPO M. Baharun dan Slamet Oerip Prihadi jamu-jamu tadi memang hilang dari pajangan. Tapi di daerah bilangan Wonokromo masih ada yang mencari obat pelancar haid terlarang itu. "Pernah satu malam dua orang ielaki muda di tengah hujan minta 2 bungkus Super Heporine. Semula saya enggan," kata pedagang bermarga Simatupang. "Tapi karena dia mau dengan harga Rp 1000 ya saya carikan," sambungnya kalem. Sebelum dilarang harganya Rp 450/lusin. Para produsen tampak tak berdaya menghadapi larangan, meskipun konsumen sendiri yang "menyalahgunakan obat pelancar haid itu menjadi obat penggugur kehamilan. Mereka menunggu saja hasil penelitian. Sementara yang masih bisa terjun dalam obat kebutuhan wanita ini jalan terus. Kembang Bulan Farma misalnya tetap jalan dengan produksinya yang bernama Hulingkie dalam bentuk pil. "Lho yang dilarang 'kan hanya yang berbentuk kapsul dan sirup," kilah J. Yosep pimpinan pabrik jamu itu. Pandai juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus