Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jaringan 3-Besar

Pola tata niaga cengkih yang baru.pihak bank siap-siap menyediakan kredit. harga dasar lelang rp 7.000 bri menyediakan dana, sebagai pembeli kud.

1 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDI Marajo, petani cengkih di Lubuk Buaya, Padang mengernyitkan dahinya ketika mengetahui penetapan harga pembelian cengkih oleh KUD sebesar Rp 6.500 per kg. "Itu merugikan petani," katanya pekan lalu. Di Pasar Kota Padang, harganya bergerak antara Rp 8.000 - Rp 9.000/kg. Keluhan yang sama juga terdengar di Lampung. H. Sulaiman, 50 tahun, yang memiliki kebun cengkih seluas 4 ha di Desa Tarahan, Lampung Selatan, berkata "Saya menurut saja apa kehendak pemerintah, walau sekarang harga di pasar mencapai Rp 8.000 sekilo." Para pedagang pengumpul di Banda Aceh masih memasang harga penawaran Rp 9.500-Rp 10.000 per kg. Bahkan hampir 80% dari produksi Kabupaten Aceh Besar yang 350 ton itu dibeli para pedagang antar pulau. KUD di Desa Keude Being, Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar hampir tak berfungsi. Salah seorang pengurusnya mengeluh "ketiadaan modal". Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kardjono Wirioprawiro yang baru pekan lalu kembali dari Minahasa, mengakui masih banyak petani yang belum jelas tentang pola tata niaga cengkih yang baru. Juga belum semua dana yang disediakan pemerintah didrop kepada KUD. "Banyak petani yang belum mengerti tentang harga dasar," katanya. "Tapi petani tak perlu khawatir, penetapan harga itu hanya bersifat sementara yang bisa diubah kemudian." Begitu juga, menurut Kardjono, dengan harga dasar lelang yang Rp 7.000 di tempat pelelangan itu. Dengan pola tata maga sekarang ini pemerintah bermaksud agar harga dasar jangan sampai merosot. Kalau misalnya harga itu tidak dicapai maka P.T. Kerta Niaga akan turun di pelelangan. Sebagai penampung stok P.T. Kerta Niaga yang bernaung di bawah Depardagkop akan melakukan pembelian dengan harga Rp 7.000/kg untuk cengkih dengan kadar air 14% dan kadar kotoran 5%. Diperkirakan pada musim panen raya tahun ini Indonesia akan menghasilkan sekitar 38.000-40.000 ton. Untuk itu BRI telah menyediakan dana Rp 15,3 milyar. Sebagai produsen utama, Sulawesi Utara yang tahun ini diperkirakan menghasilkan 18.000 ton akan mendapat Rp 5,4 milyar. Aceh dengan produksi 6.000 ton Rp 2,7 milyar, Maluku dengan produksi sekitar 4.000 ton Rp 2,9 milyar, Sum-Ut yang hanya 1.000 ton akan mendapat droping kredit BRI Rp 450 juta Sedang Sum-Bar yang produksinya ditaksir 3.000 ton disediakan dana Rp 1,35 milyar. Lain daerah seperti Riau, Jambi, Kal-Sel, Sul-Teng dan Bengkulu kebagian Rp 51 juta. Resminya, sejak 15 Januari hanya KUD yang boleh membeli cengkih dari petani. Para pedagang, agen-agen pabrik rokok kretek tidak diizinkan lagi membeli langsung dari petani. Namun kenyataannya, pelaksanaan Keppres No. 8/1980 tentang tata niaga cengkih hasil produksi dalam negeri ini belum jalan. "Tim masih sibuk ke daerah-daerah menilai KUD yang pantas dan dekat dengan daerah produksi," kata Made Oka, Sekretaris I Tim dari Kanwil Perdagangan kepada Muchlis Sulin dari TEMPO. Tampaknya pihak Tim memerlukan seleksi yang cermat. Rawan Terlepaskah petani dari jaringan ijon? Itu tidak mudah. Sistem ijon ini sudah berakar di kalangan masyarakat desa. Sampai pekan lalu, di Desa Pauh dan Lubuk Buaya, jaringan rokok Bentoel masih mendatangi rumah-rumah penduduk. "Mereka itu datang untuk menyelesaikan kontraknya dengan para petani," ujar Hasan Samah, pengurus KUD setempat. Dan di Lampung ada beberapa agen 3-Besar seperti Gudang Garam, Jambu Bol dan Jarum membeli cengkih langsung dari petani. "Memang seluruh KUD di Lampung belum ada yang melakukan pembelian cengkih," kata pejabat Kanwil Koperasi Dati I Lampung kepada Effendi Sa'at dari TEMPO. Kalangan pedagang menyebut Lampung sebagai daerah cengkih yang cukup rawan. Selain masalah ijon masih ada pengusaha berusaha menyelundupkan cengkih ke Jawa tanpa dilindungi dengan Surat Keterangan Asal (SKA) dan SRC. Buktinya, baru-baru ini KP-3 Pelabuhan Serengsem (Panjang) berhasil menangkap 8 ton cengkih milik MKA Empat Serangkai Jaya yang diangkut dengan truk gandengan. Di Aceh, 14 KUD sudah disiapkan untuk membeli cengkih dari petani. Kredit yang disediakan BRI untuk itu sejumlah Rp 2,7 milyar. Tapi "yang akan disalurkan untuk ke-14 KUD hanyalah Rp 643 juta," kata Idris Yus, Kepala Kanwil Koperasi Aceh kepada pembantu TEMPO Darmansyah. Dibandingkan dengan produksi yang diperkirakan 6.000 ton kredit itu sangat kecil. Sebagaimana di daerah lain, di serambi Mekah ini ijon masih merajalela. "Separuh dari produksi cengkih di Pulau Simeulue, Aceh Barat yang 2.000 ton adalah milik pengijon," ujar A. Rahman, 61 tahun, Keta KUD Simeulue Timur. Ia tak yakin 4 buah KUD di pulau itu mampu membeli. Masalahnya, selama ini KUD sudah terlalu banyak dibebani kredit. Baik berupa uang tunai maupun peralatan scperti mesin penggilingan padi dan alat penyemprot hama. Termasuk pemberian kredit yang tidak diminta oleh KUD.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus