Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manggi Habir
Perayaan Idul Fitri kali ini terasa lebih sepi daripada tahun-tahun sebelumnya. Tak seperti biasanya, angka penjualan selama Hari Raya di bawah ekspektasi. Sebelumnya, para analis berharap Ramadan akan menjadi awal dari pemulihan ekonomi yang bakal berlanjut ke semester kedua. Tapi sekarang mereka mulai menurunkan perkiraan pertumbuhan sepanjang 2015 paling optimistis hanya akan mencapai 5 persen.
Rupiah terus melemah dengan menutup pekan ini di tingkat 13.447 per dolar Amerika Serikat. Bank Indonesia berusaha mengendalikan, terlihat dari cadangan devisa yang menyusut sekitar US$ 3 miliar, hingga hanya tersisa US$ 108 miliar. Indeks harga saham gabungan juga terlihat menutup pekan ini di level 4.857, di bawah pekan lalu.
Tapi perlambatan ekonomi tidak selalu berdampak negatif. Bagi neraca perdagangan, impor menurun lebih tajam dari turunnya ekspor, sehingga defisit transaksi berjalan dapat ditekan. Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi untuk kuartal kedua lalu akan mencapai 2,5 persen dari produk domestik bruto, jauh lebih rendah dari 3,9 persen setahun lalu. Pertumbuhan kredit bank untuk bulan Mei tetap berkisar di angka 10,4 persen year on year. Dengan perlambatan, kredit bermasalah naik ke level 2,6 persen, tapi tingkat modal masih nyaman di level 20,3 persen.
Di luar negeri, krisis utang Yunani dan anjloknya indeks pasar saham di Cina masih belum tuntas. Tapi skenario terburuk sudah lewat dan dampaknya terhadap perekonomian dunia terlihat masih dapat terkendali. Hanya ada sisa satu hal yang mengganjal ke depan, yaitu keputusan Federal Reserve Amerika untuk menaikkan suku bunga, yang sudah lama ditunggu. Kebijakan ini sangat berdampak untuk mata uang dunia berkembang, dengan potensi hengkangnya dana asing ke investasi dolar Amerika.
Akibatnya, di Indonesia ada dua masalah yang harus dihadapi. Pertama, adalah rupiah yang akan melemah, sehingga impor menjadi lebih mahal dan inflasi akan meningkat. Masalah kedua adalah sulitnya penurunan suku bunga untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Jika Fed menaikkan suku bunga pada September, seperti yang diramalkan, pemerintah perlu mengkaji dampaknya. Pekan lalu, pemerintah menaikkan tarif impor terhadap beberapa barang, termasuk makanan. Tujuannya adalah menekan jumlah impor sekaligus mengurangi permintaan dolar Amerika. Tapi inflasi yang terjadi akan menyulitkan pemerintah untuk menurunkan tingkat bunga buat menstimulasi pertumbuhan.
Para analis masih menempatkan harapan pada belanja pemerintah di semester kedua, terutama untuk proyek infrastruktur. Pemerintah berusaha memberikan perlindungan hukum bagi pejabat negara untuk membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebab, isu ini menjadi salah satu hambatan dengan giatnya upaya mengurangi tingkat korupsi.
Tapi, dalam skenario terbaik, belanja ini baru akan terjadi pada kuartal ketiga.
Dan efeknya baru terasa setidaknya tiga-enam bulan kemudian. Ini yang menurunkan harapan pemulihan ekonomi akan terjadi pada semester kedua 2015.
Masalah eksekusi kebijakan pemerintah memang masih mengkhawatirkan. Perombakan kabinet yang direncanakan setelah Lebaran mengundang beberapa usul agar sebaiknya memilih menteri dari kalangan teknokrat atau akademikus daripada politikus. Tapi yang lebih penting adalah memilih menteri yang memiliki pengalaman merumuskan kebijakan yang dapat segera diimplementasikan, mengingat sisa waktu Presiden Joko Widodo yang semakin berkurang. l
Ekonom, Komisaris Bank Danamon
KURS
Rp per US$
Pekan lalu 13.353
13.447
Penutupan 24 Juli 2015
IHSG
Pekan lalu 4.870
4.857
Penutupan 24 Juli 2015
INFLASI
Bulan sebelumnya 7,15%
7,3%
Juni 2015 YoY
BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%
CADANGAN DEVISA
31 Mei 2015 US$ 110,8 miliar
US$ miliar 108,0
30 Juni 2015
Pertumbuhan PDB
2014
5,0%
5,1-5,4%
Proyeksi pemerintah 2015
Pertumbuhan kredit bank untuk bulan Mei tetap berkisar di angka
10,4 % year on year.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo