Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyoroti alat pemantau kualitas udara berparameter tunggal yang belakangan kerap digunakan masyarakat. Salah satunya adalah IQAir, perusahaan teknologi asal Swiss yang mengoperasikan platform informasi kualitas udara real-time gratis terbesar di dunia dan melibatkan warga, organisasi, dan pemerintah global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siti Nurbaya mengimbau masyarakat untuk berhati-hati menerjemahkan alat pemantau kualitas udara berparameter tunggal seperti IQAir. "Kita ikuti juga, ada alat lain di ruang publik yang dipakai. Itu IQAir dan lainnya yang hanya mengukur dengan partikular 2,5 mikron (PM2,5)," kata dia dalam konferensi pers virtual diikuti dari YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin, 28 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga mengingatkan pengguna dari aplikasi tersebut untuk berhati-hati dalam menerjemahkan indikator yang muncul dari alat ukur dengan parameter tunggal. "Karena kalau hanya memakai ukuran 2,5 mikron, itu perlu hati-hati, karena ukuran uap air juga ada yang segitu (angkanya). Padahal uap air bukan material pencemaran udara," tuturnya.
Adapun situs IQAir menempatkan Jakarta sebagai kota besar di dunia dengan polusi udara terburuk kedua pada Selasa pagi ini, 29 Agustus 2023. Indeks Kualitas Udara Jakarta disebutkan sebesar 168, berbeda tipis dari Dhaka, Bangladesh, yang sebesar 169 di posisi pertama.
Indeks itu menunjukkan kualitas udara Jakarta tergolong tidak sehat dengan polutan utama yang diukur adalah PM2,5. Konsentrasi partikel debu halus yang terbukti mampu masuk sampai paru-paru, bahkan darah, itu terukur memiliki konsentrasi 88,3 mikrogram per meter kubik, atau lebih dari 17 kali nilai ambang WHO.
Lebih jauh, Siti Nurbaya menjelaskan 56 unit alat ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) yang kini tersebar di berbagai fasilitas publik di Indonesia dilengkapi dengan tujuh parameter penilai kualitas udara di sekitarnya. Salah satunya kini terpasang di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta dengan parameter kualitas udara berdasarkan kandungan nitrogen, sulfur, partikel 10 mikron (PM10), PM2,5, hingga karbon monoksida (CO).
"CO itu kalau dari knalpot keluar asap putih itu CO. Hidrokarbon yang suka hitam keluar dari alat pembakaran, ada lagi ozon. Ozon ini yang kalau masuk ke atmosfer juga akan mengganggu," katanya.
Adapun seluruh parameter yang digunakan oleh alat ukur pemerintah, menurut Siti Nurbaya, sudah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI), mulai dari alat yang digunakan, hingga cara pemasangan. "Sekarang sudah ada standar yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Ini akan dilanjutkan, diteruskan, dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam waktu yang cepat."
ANTARA | ZACHARIAS WURAGIL
Pilihan Editor: Menkes Ungkap Polusi Udara Bebani BPJS Rp 10 Triliun