Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sritex Pailit: Jejak Panjang Berikut Jatuh Bangun di Industri Tekstil

Sritex adalah perusahaan tekstil yang didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto, pria yang lahir pada Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur.

28 Oktober 2024 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pada 1994, Sritex pernah menjadi produsen seragam militer NATO dan Tentara Jerman. PT Sritex sendiri memiliki lebih dari 300 ribu desain kain, termasuk enam desain pakaian militer yang telah dipatenkan di Dirjen HAKI. Kapasitas produksi Sritex tidak hanya terbatas pada seragam militer, tetapi juga mencakup perlengkapan militer untuk berbagai negara di seluruh dunia. Sebagian besar ekspor Sritex dilakukan ke Amerika Serikat dengan nilai total mencapai US$ 300 juta per tahun, diikuti oleh kawasan Eropa dengan nilai mencapai US$ 200 juta per tahun. TEMPO/Andry Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah, menyatakan perusahaan tekstil legendaris, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, dalam status pailit. Keputusan ini tercantum dalam nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada Senin, 21 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sritex memberikan klarifikasi tentang utang terhadap PT Indo Bharat Rayon (IBR) yang melakukan gugatan di Pengadilan Niaga Semarang. Sritex menyatakan memiliki utang sebesar Rp100.308.838.984 terhadap perusahaan tersebut berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian per tanggal 30 Juni 2024.

Profil Sritex

PT Sri Rejeki Isman Tbk atau dikenal sebagai Sritex, adalah perusahaan tekstil terkemuka di Indonesia dengan sejarah panjang yang dimulai dari usaha kecil hingga menjadi perusahaan besar dengan jangkauan internasional. Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto, seorang pengusaha kelahiran Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, yang lahir pada Juni 1946. Awalnya, Lukminto merintis Sritex sebagai pedagang tekstil eceran hingga berkembang pesat menjadi perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awal Berdiri
Dilansir dari digilib.uns.ac.id, perjalanan Sritex dimulai dari sebuah usaha dagang kecil bernama Sri Redjeki yang berlokasi di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Pada tahun 1968, usaha ini mengalami pertumbuhan pesat hingga Lukminto mendirikan pabrik pertama Sritex di Solo, yang fokus pada produksi kain kelantang dan celup. Dengan adanya pabrik ini, Sritex mulai mengembangkan lini produksi yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Perubahan Menjadi Perseroan Terbatas dan Ekspansi Produksi
Pada tahun 1978, Sritex resmi terdaftar sebagai perseroan terbatas (PT) di bawah naungan Kementerian Perdagangan, menandai langkah signifikan dalam ekspansi perusahaan. Empat tahun setelahnya, yaitu pada 1982, Sritex mendirikan pabrik pemintalan pertama yang menjadi fondasi untuk memperluas produksi tekstil. Dengan lahan operasional seluas 150 hektar di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sritex mampu mempekerjakan lebih dari 25 ribu karyawan.

Produksi Seragam Militer dan Ekspor
Pada tahun 1994, Sritex menorehkan prestasi sebagai salah satu produsen seragam militer untuk Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Tentara Jerman. Produksi seragam militer menjadi salah satu pilar penting bagi Sritex, yang mencakup lebih dari 300 ribu desain kain, termasuk enam desain pakaian militer yang telah dipatenkan di Dirjen HAKI.

Saat ini, sekitar 70 persen produksi Sritex diekspor ke berbagai negara, dengan Amerika Serikat sebagai tujuan utama senilai US$ 300 juta per tahun, diikuti oleh Eropa sebesar US$ 200 juta per tahun. Pasar Sritex menjangkau lebih dari 100 negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara seperti Jerman, Inggris, Malaysia, Australia, Timor Leste, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Produk yang diekspor tidak hanya meliputi seragam militer tetapi juga tekstil, benang, kain, dan pakaian jadi.

Menghadapi Krisis dan Pencapaian di Pasar Saham
Meski Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998, Sritex berhasil bertahan dan melipatgandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat pada 2001, dibandingkan saat pertama kali terintegrasi pada 1992. Kemudian pada tahun 2013, PT Sritex mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan kode ticker SRIL, membuka akses baru dalam permodalan dan ekspansi lebih lanjut.

Pada tahun 2014, Direktur Utama Sritex, Iwan S. Lukminto, anak sulung dari HM Lukminto, meraih penghargaan Businessman of the Year dari Forbes Indonesia dan EY Entrepreneur of the Year dari Ernst & Young. Pada tahun 2017, Sritex menerbitkan obligasi global senilai US$ 150 juta, yang akan jatuh tempo pada 2024.

Prestasi MURI dan Rekor Perusahaan
Prestasi Sritex tidak hanya terbatas pada aspek bisnis dan ekspor. Perusahaan ini telah menerima beberapa penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada 2015, Sritex memperoleh penghargaan sebagai Pelopor dan Penyelenggara Penciptaan Investor Saham Terbesar dalam Perusahaan. Setahun kemudian, Sritex mencatatkan rekor MURI dengan jumlah peserta terbanyak dalam penyuluhan narkoba, yang diikuti oleh 30 ribu karyawan.

Pada 2019, sebanyak 38 ribu karyawan Sritex Grup berpartisipasi dalam kerja bakti massal membersihkan lingkungan perusahaan. Aksi ini mencetak rekor MURI untuk Kerja Bakti di Lingkungan Perusahaan oleh Karyawan Terbanyak, dan dilakukan dalam rangka memperingati HUT RI ke-74 serta ulang tahun Sritex ke-53.

MYESHA FATINA RACHMAN I HAMMAM IZZUDIN I ANDIKA DWI
Pilihan editor: Sritex Ajukan Kasasi Atas Putusan Pailit Pengadilan Niaga Semarang, Apa Alasannya?

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus