Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali melanda Indonesia. Setelah PT Sritex mengumumkan pemberhentian 8.500 karyawan, kini PT Yamaha Musik Indonesia juga menginformasikan rencana PHK sekitar 1.100 pekerja.
Kejadian ini bagian dari gelombang PHK massal kedua setelah tahun lalu menimpa puluhan ribu buruh, menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang lebih luas terhadap sektor industri dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gelombang PHK yang terjadi di PT Sritex dan PT Yamaha Musik mengindikasikan tantangan besar bagi sektor industri di Indonesia. Penutupan pabrik serta pemecatan karyawan tidak hanya berdampak pada perekonomian daerah, tetapi juga menciptakan ketidakpastian bagi banyak pekerja dan keluarga mereka. Untuk mencegah krisis ketenagakerjaan yang lebih parah, pemerintah dan pemangku kepentingan harus segera merumuskan strategi yang efektif guna menangani persoalan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penutupan Pabrik Yamaha Music
PT Yamaha Music Product Asia yang beroperasi di kawasan MM2100, Bekasi, dijadwalkan untuk menutup pabriknya pada akhir Maret 2025. Selain itu, pabrik PT Yamaha Indonesia yang memproduksi alat musik seperti piano juga akan berhenti beroperasi pada akhir Desember 2025. Secara keseluruhan, kedua penutupan ini diperkirakan akan berdampak pada sekitar 1.100 karyawan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pihaknya akan menyelidiki lebih lanjut alasan di balik keputusan ini. Ia menegaskan bahwa penting untuk memahami konteks dari setiap kasus PHK, karena dampaknya tidak hanya mempengaruhi angka statistik tetapi juga kehidupan banyak pekerja dan keluarganya.
PHK di PT Sritex
Di sisi lain, PT Sritex yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah, telah mengumumkan bahwa seluruh operasional perusahaan akan berhenti pada 1 Maret 2025. Berdasarkan laporan dari Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja setempat, sebanyak 10.665 karyawan akan terkena dampak dari keputusan ini. Proses PHK telah dimulai sejak 26 Februari 2025, dengan hari kerja terakhir bagi karyawan jatuh pada 28 Februari 2025.
PHK di PT Sritex tidak hanya berdampak pada satu pabrik, tetapi juga terjadi di beberapa anak perusahaannya. PT Bitratex Semarang dan PT Primayuda Boyolali turut mengalami pemutusan hubungan kerja terhadap ratusan karyawan. Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menegaskan bahwa hak-hak para pekerja yang terdampak akan dijamin sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Respon Pemerintah dan Serikat Pekerja
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menerima laporan terkait PHK di Yamaha, meskipun belum mendapatkan rincian lengkap dari perusahaan. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, menyatakan bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak karyawan yang terdampak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Sementara itu, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyoroti bahwa PHK massal ini menjadi tanda peringatan bagi industri elektronik dan tekstil di Indonesia. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah guna mencegah lonjakan angka pengangguran dan menjaga stabilitas industri dalam negeri.
Ilona Estherina berkontribusi, Melynda Dwi Puspita, Yolanda Agne dan Septia Ryanthie dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Gagal Cegah PHK Karyawan di Sritex, Partai Buruh Ingin Menaker dan Wakilnya Dicopot