Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengimpor 200 ribu ton gula kristal mentah atau raw sugar pada tahun ini. Kebijakan ini sekaligus mengurungkan ambisi pemerintah menyetop impor gula konsumsi demi swasembada pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, importasi gula ini dipicu oleh harga bahan pangan itu yang, seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS), mulai bergerak naik. Gula saat ini berkontribusi terhadap inflasi sebesar 1,4 persen. “Sehingga kita ini semua memerlukan tambahan raw sugar yang akan diproses untuk cadangan pangan pemerintah. Ya betul, importasi,” ujar Arief usai rapat koordinasi terbatas (rakortas) bidang pangan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi Arief mengatakan, importasi ini tak dilakukan untuk gula kristal putih atau gula yang siap dikonsumsi. Menurut dia, gula kristal mentah yang didatangkan dari luar negeri m dijadikan cadangan pangan pemerintah, seperti importasi beras tahun lalu yang membuat stok tahun ini tercukupi. “Kami mau naikin stock level-nya pemerintah. Berbeda dengan kalau kita mengimpor karena kekurangan. Karena produksi kita masih cukup,” ujar eks Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) ini.
Importasi gula ini akan dilakukan oleh BUMN. Sebab, ujar Arief, pemerintah akan lebih mudah mengontrol stok dan harga itu jika importasi dilakukan perusahaan pelat merah. Karena itu, Bapanas akan bersurat kepada Menteri BUMN Erick Thohir. “Pemerintah harus punya cadangan pemangan. Dan itu harus dikuasai oleh BUMN,” ujarnya.
Arief tak menjawab pasti ketika ditanya kapan gula itu akan membanjiri Indonesia. Ia hanya berujar, stok gula saat ini masih cukup untuk 4 hingga 5 bulan mendatang. Tapi pemerintah tak ingin mengambil risiko. Ia juga mengatakan ingin menjamin agar harga di tingkat petani tetap terjaga.
Rakortas bersepakat, ujar Arief, agar peningkatan cadangan pemerintah dilakukan secara bertahap. Ia mengatakan akan menyesuaikan waktu kedatangan gula impor itu. Sejumlah pertumbangan yakni harga gula dunia, nilai tukar rupiah, dan masa panen petani tebu.
Kebutuhan gula nasional per bulan, Arief mengungkap, sekitar 230 sampai 300 ribu ton. Sedangkan produksi sebesar 2,5 juta ton. Tahun lalu, untuk mencukupi kebutuhan konsumsi, pemerintah mengimpor gula sekitar 700 ribu ton. Arief mengungkap, usulan ihwal importasi gula datang dari Kementerian Pertanian (Kementan). Kementerian ini yang bersurat untuk diadakan rakortas kali ini.
Pemerintah sebelumnya menggaungkan akan menyetop impor gula konsumsi, bersama beras, garam konsumsi, dan jagung pakan. Tapi sejumlah pengamat sudah menghitung Indonesia masih memerlukan tambahan stok gula.
Ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori jauh-jauh hari telah meragukan ambisi pemerintah menyetop impor gula konsumsi pada tahun ini. Pasalnya, stok gula konsumsi akan kritis pada masa transisi giling sekitar Juni hingga September 2025.
Tahun ini, pemerintah membidik produksi gula konsumsi mencapai 2,58 juta ton. Angka ini naik dari produksi tahun lalu yang diperkirakan mencapai 2,46 juta ton. Adapun stok akhir tahun lalu yang akan menjadi stok awal tahun ini yakni sebesar 1,47 juta ton.
Khudori memperkirakan, stok 1,47 juta ton itu hanya cukup memenuhi kebutuhan selama 6 bulan atau sampai Juni 2025. Sedangkan musim giling tebu pabrik gula dalam jumlah kecil baru mulai pada Mei 2025 dan dalam jumlah besar mulai pada bulan berikutnya. Musim giling biasanya berlangsung sampai Oktober atau November.
Gula hasil giling tebu juga memerlukan waktu untuk masuk ke pasar. Khudori mengatakan, waktu yang diperlukan gula untuk masuk kepasar bisa setengah sampai satu bulan. “Kalau pemerintah tetap tabah dengan stok yang ada, titik kritisnya di situ,” ujar penulis buku Gula Rasa Neoliberalisme ini saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Desember 2024.