Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank Mayapada menggugat pailit konglomerat Ted Sioeng.
Dato Sri Tahir dituding tak membayar pinjaman dari seorang kreditor Bank Mayapada.
Polisi memburu Ted Sioeng dan putrinya.
PERTEMUAN itu berlangsung pada Senin pagi, 16 Januari lalu. Selama satu jam lamanya, Jessica Gatot Elnitiarta, putri taipan Ted Sioeng alias Xiong Delong, bertemu dengan pendiri sekaligus Komisaris Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk, Dato Sri Tahir, di kantor pusat Bank Mayapada di Jakarta Selatan. Ia ingin menyelesaikan urusan utang-piutang ayahnya dengan Tahir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Periode 2014-2021, Ted dan empat perusahaannya menerima kredit dari Bank Mayapada hingga Rp 1,3 triliun. Ted mengklaim sebagian kredit itu juga dipinjam Tahir lewat orang kepercayaannya. Jessica, 56 tahun, menginginkan urusan duit itu selesai setelah menemui Tahir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misinya tak berhasil. Pertemuan Jessica dan Tahir berlangsung alot. Di pengujung pertemuan, Direktur Utama PT Sioengs Group itu mengaku meneken surat pernyataan penyerahan aset perusahaan hingga aset pribadi kepada Bank Mayapada. Ia mengambil langkah itu dengan harapan urusan utang ayahnya selesai.
Kepada Tempo, Jessica mengaku siap membayar utangnya kepada Bank Mayapada. Tapi ia meminta Tahir juga mengembalikan uang yang dipinjam. "Saya cuma ingin kebenaran,” katanya pada Kamis, 15 Juni lalu.
Seusai menemui Tahir, Jessica kembali datang ke Bank Mayapada keesokan hari. Kali ini ia membawa ayahnya, Ted Sioeng, 78 tahun. Keduanya disodori hasil valuasi aset yang akan diserahkan ke bank. Tapi nilainya dinilai dipatok di bawah harga pasar. Mereka juga masih dianggap berutang Rp 400 miliar. Keduanya menolak mentah-mentah tawaran itu.
Founder Mayapada Group, Dato Sri Tahir, di Jakarta, 27 Maret 2019/Tempo/Ijar Karim
Tempo meminta konfirmasi soal pertemuan dan urusan utang-piutang tersebut kepada Tahir, 71 tahun. Namun dia tak bersedia memberikan jawaban. “Tanya bagian hukum saja,” ujarnya lewat WhatsApp. Tahir menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden Joko Widodo sejak 13 Desember 2019.
Sekretaris Perusahaan Bank Mayapada Jennifer Ann juga tak menjawab pertanyaan. Ia meminta pertanyaan diajukan kepada Tahir. Tahir dan Bank Mayapada lantas menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum pada Rabu, 14 Juni lalu.
Esoknya, Yusril memberikan jawaban tertulis. Ia menjelaskan, Tahir merupakan Komisaris Utama Bank Mayapada yang kesehariannya tak menjalankan fungsi operasional perusahaan. ”Tidak relevan untuk diwawancarai terkait dengan kredit,” tulisnya.
Yusril juga menyebutkan persoalan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ted dan Jessica ini masih dalam proses penyidikan di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. “Seyogianya dapat ditanyakan secara langsung kepada pihak penyidik.”
Ted dan Tahir sebenarnya berteman sejak 2010. Ted dan sejumlah pengusaha lain pernah membantu Tahir mendirikan Indonesia Health Fund. Pada April 2014, mereka berhasil mengumpulkan US$ 40 juta. Tahir memang sudah lama berkecimpung di dunia filantropi.
Ted merupakan pengusaha beragam bisnis yang merambah hingga mancanegara. Namanya pernah terseret skandal sumbangan dana kampanye ilegal US$ 250 ribu ke Partai Demokrat Amerika Serikat pada 1996-1997. Peristiwa ini menyeret konglomerat James Riady. Ted disebut ikut menyumbang US$ 50 ribu. Biro Investigasi Federal atau FBI pernah menelusuri perkara ini.
Bank Mayapada pertama kali mengucurkan pinjaman kepada Ted pada Juli 2014. Ted menggunakan nama salah satu perusahaannya, PT Pasar Pinang Jaya. Hingga Februari 2020, PT Pasar Pinang menerima kredit senilai Rp 299,8 miliar. Rupanya, Ted dan Tahir membuat perjanjian. Dari pinjaman itu, Ted mengklaim Tahir meminjam uang itu Rp 150 miliar lewat orang kepercayaannya di Bank Mayapada.
Pola yang sama berulang dalam penyaluran kredit di perusahaan Ted yang lain, PT Sioengs Group. PT Sioengs Group memperoleh kredit senilai Rp 460 miliar dari Bank Mayapada selama 2016-2019. Sebanyak Rp 158,9 miliar dipinjam lagi oleh Tahir.
Pada 2018, di tengah proses pinjaman PT Sioengs, Tahir diduga meneken surat tanda terima atas 15 lembar cek tunai senilai Rp 100 miliar. Surat yang dilihat Tempo tersebut menuliskan cek digunakan untuk keperluan pribadi Tahir. Surat tersebut juga menyebutkan nomor cek. Jessica mengklaim masih memegang pertinggal cek tersebut. “Surat itu diteken Dato Sri Tahir,” tutur kuasa hukum Ted dan Jessica, Parulian Agustinus.
Berikutnya, PT Berit Jawa Barat mendapat kredit Rp 237,84 miliar pada 2018. Tahir meminjam sebanyak Rp 125 miliar. Kemudian perusahaan Ted yang lain, PT Barito Hotel Permai, mendapat kredit Rp 99,8 miliar pada 2021. Sebanyak Rp 25 miliar dipinjam Tahir.
Ted juga mengajukan permohonan kredit pribadi kepada Bank Mayapada. Dalam kurun 2014-2019, ia menerima Rp 203 miliar. Kredit ini berupa pinjaman tetap on-demand sebanyak tujuh kali. Tahir kemudian meminjam lagi sebanyak Rp 70 miliar dari kucuran uang itu melalui orang kepercayaannya.
Jumlah kredit yang diterima Ted dan perusahaannya mencapai Rp 1,3 triliun. Adapun uang yang dipinjam Tahir lewat bantuan orang kepercayaannya mencapai Rp 525 miliar. Ted mengklaim awalnya perjanjian pinjam-meminjam ini atas dasar hubungan saling menguntungkan. Masalahnya, Ted mengklaim Tahir belum membayar uang pinjaman.
Mereka akhirnya pecah kongsi. Lewat kuasa hukumnya, Tony Aries, Bank Mayapada melaporkan Ted dan Jessica ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari lalu. Keduanya dituduh menipu, menggelapkan uang, hingga melakukan pencucian uang.
Ted dilaporkan karena kredit yang diajukan permohonannya pada 2014 dengan nilai mencapai Rp 203 miliar. Kredit ini seharusnya digunakan untuk pembelian 135 unit vila Taman Buah di daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Namun Bank Mayapada menyebutkan kredit tak dibelanjakan sesuai dengan rencana awal. Laporan inilah yang membuat Jessica menemui Tahir pada 16 Januari lalu.
Bank Mayapada lewat kuasa hukumnya yang lain, Fikri Iqbal, kembali melaporkan Jessica ke Polda Metro Jaya pada 21 Januari lalu. Kali ini Jessica dilaporkan dengan dugaan pemalsuan dan penipuan. Gara-garanya, Jessica menyertakan perusahaan yang tidak dimiliki sebagai jaminan saat membuat surat penyerahan aset pada 16 Januari lalu.
Sebulan berselang, penyidik Subdirektorat Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menetapkan Jessica sebagai tersangka. “Kasusnya ditangani unit yang biasa mengurus begal,” ucap Parulian Agustinus.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko meminta pertanyaan soal kasus Ted Sioeng disampaikan langsung kepada penyidik. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dilayangkan hingga Sabtu, 17 Juni lalu.
Sementara itu, penyidik Subdirektorat Reserse Mobil, Brigadir Rinza, Saputra membenarkan kabar bahwa Jessica sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Sudah memenuhi dua alat bukti,” katanya.
Jessica dan kuasa hukumnya memprotes penetapan tersangka itu karena penyidik tak pernah sekali pun memeriksanya. Namun polisi beralasan penetapan itu sudah sesuai dengan prosedur. Mereka sudah berkali-kali mengirimkan surat kepada Jessica. Keduanya ditengarai sedang berada di luar negeri.
Ted juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Ia menyandang status tersangka pada 3 Maret lalu. Ted juga belum pernah diperiksa.
Kepolisian RI lalu menerbitkan red notice untuk Ted pada 16 Maret dan Jessica pada 28 Maret lalu. Red notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menahan sementara seseorang yang terjerat kasus hukum.
Atas permintaan polisi, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan surat penarikan sementara paspor Ted. Pada 1 Maret lalu, Imigrasi menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri untuk Jessica. Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Nyoman Gede Surya Mataram dan Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim enggan menjelaskan status cegah itu. Mereka menyerahkan prosesnya kepada polisi.
Selain gugatan pidana, Bank Mayapada mengajukan gugatan perdata kepada Ted di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 17 Februari lalu. Sebelum mengajukan gugatan, Bank Mayapada lebih dulu memberi tahu Ted bahwa piutangnya dialihkan kepada seseorang bernama Charlie Salim. Charlie masih tercatat sebagai Direktur PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk, perusahaan yang mengelola Rumah Sakit Mayapada. Ted dan Jessica memprotes surat pengalihan piutang itu.
Bank Mayapada menang. Ted dan Jessica dijatuhi putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara. Puncaknya, pada Juni 2023, Ted dan Jessica resmi dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Ted mengadukan nasibnya dengan menyurati sejumlah pejabat negara. Salah satu yang dituju adalah Presiden Joko Widodo, pada 6 Mei lalu. “Kami kirimkan lewat Setneg (Sekretariat Negara),” ujar Faisal Habibie, kuasa hukum Ted dan Jessica yang lain.
Dalam surat tersebut Ted menuduh Tahir melanggar ketentuan dalam Pasal 49 ayat 4 pada Bagian Kedua soal Perbankan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Pasal ini pada intinya melarang petinggi hingga pegawai bank menerima uang untuk kepentingan pribadi saat penyaluran kredit.
Ted Sioeng/Diskominfo Mempawah
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama membenarkan kabar bahwa surat pengaduan Ted sudah mendarat di mejanya. “Benar telah diterima,” ucapnya.
Sekretariat Negara memproses surat itu dengan mengumpulkan dan memverifikasi data pendukung. Data pendukung yang dimaksud, Setya menambahkan, adalah bukti-bukti autentik terhadap semua dokumen, akta, dan surat yang disebutkan oleh Ted dalam aduannya kepada Jokowi. Setya menyebutkan Sekretariat Negara terus berkomunikasi intensif dengan Ted untuk pengumpulan data.
Surat aduan Ted juga dikirim kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua OJK Dian Ediana Rae tak mengomentari kasus itu. “Pokoknya, kalau ada pelanggaran aturan, pasti kami tindak,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini.