Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Steve Saerang, Senior Vice President Head of Corporate Communications PT Indosat Tbk. atau Indosat Ooredoo Hutchison mengatakan tarif internet di Indonesia tergolong lebih murah jika dibandingkan dengan negara lain. Hal itu sejalan dengan studi Cable, website yang membandingkan tarif internet termurah per 1 gigabita (GB) di seluruh dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Studi Cable, Indonesia berada di posisi nomor 17 dengan internet termurah di dunia dengan harga rata-rata internet per GB senilai US$0,28 (setara Rp 4.357 dengan kurs Rp 15.561 per US$). Cable menuliskan bahwa biaya rata 1 GB itu dihitung dari lebih dari 5.600 paket data selular di seluruh dunia yang diukur pada Juni-September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Indosat melihat pentingnya keseimbangan yang tepat antara penawaran harga dan kualitas layanan internet,” ujar Steve saat dihubungi pada Jumat, 17 November 2023.
Sehingga, dia melanjutkan, Indosat tetap melakukan investasi penambahan kualitas layanan dengan menyesuaikan profil pelanggan dan area penjualan. Perusahaan juga berkomitmen meningkatkan pengembangan layanan internet dengan memadukan layanan telekomunikasi seluler terkini melalui brand IM3 dan Tri.
Oleh karenanya, Indosat fokus untuk menghadirkan berbagai produk dan layanan yang simpel dan transparan. “Serta memberikan pengalaman digital dan penawaran tarif internet terbaik kepada pelanggan,” ucap Steve.
Dalam daftar Cable, disebutkan sepuluh besar negara dengan internet termuah yakni Israel (US$ 0,02); Italia (US$ 0,09); Fiji (US$ 0,09); San Marino (US$ 0,10); Kamboja (US$ 0,12); Pakistan (US$ 0,12); India (US$ 0,16); Kirgizstan (US$ 0,17); Prancis (US$ 0,20); dan Kolombia (US$ 0,20).
Adapun peringkat kesebelas hingga kedua puluh yakni Haiti (US$ 0,22); Bangladesh (US$ 0,23); Sri Lanka (US$ 0,25); Laos (US$ 0,25); Rusia (US$ 0,25); Ukraina (US$ 0,27); Indonesia (US$ 0,28); Uruguai (US$ 0,28); Moldova (US$ 0,28); dan Malaysia (US$ 0,28).
Sementara, Direktur Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Ririek Adriansyah membeberkan bahwa industri telekomunikasi mendatang semakin menantang. Salah satu tantangannya adalah harga data atau broadband semakin menurun, sementara pemakaian semakin bertumbuh, sehingga margin tertekan.
Selanjutnya: Oleh karena itu, sebagai operator, Telkom harus memiliki...
Oleh karena itu, sebagai operator, Telkom harus memiliki strategi. Salah satu di antaranya adalah melakukan efisiensi biaya investasi atau capex maupun biaya operasi atau opex. “Itu yang salah satu yang perlu kita lakukan,” ujar dia dikutip dari akun YouTube Komisi VI DPR RI Channel pada Senin, 3 April 2023 lalu.
Selain itu, dia menuturkan, bisnis seluler khususnya menunjukan bahwa harga layanan data selular di Indonesia sebenarnya salah satu yang termurah antara nomor 2 atau 3 di dunia dibandingkan beberapa negara lain. “Ini juga semakin menantang, bagaimana kita bisa lebih efisien lagi agar bisa mempertahankan profitabilitas dari perusahaan,” ucap dia.
Namun yang menarik, Ririek melanjutkan, ada fakta baru yaitu adanya persaingan atau kanibalisme antara jaringan WiFi di rumah dengan mobile. Karena jumlah perangkat yang terkoneksi ke WiFi IndiHome semakin meningkat.
Karena kebanyakan masyarakat begitu sampai di rumah dan di kantor menggunakan jaringan WiFi. Bahkan, menurut dia, terkadang ketika nonton film melalui aplikasi Netflix, kebanyak diunduh terlebih dahulu dari rumah atau kantor kemudian ditonton di mobil atau MRT saat melakukan perjalanan pulang atau pergi bekerja. “Kita perlu mengkoordinasi dua bisnis itu jadi satu kendali,” tutur dia.
Di sisi lain, pertumbuhan penggunaan jaringan fixed broadband IndiHome semakin melambat dari tahun ke tahun, meskipun memiliki pelanggan lebih dari 19 juta. Penyebabnya, Ririek menambahkan, layanan di rumah untuk broadband ini cukup mahal. Jumlah rumah yang mampu membayar per bulan juga sudah mulai berkuang.
Kalaupun masih ada, dia berujar, letaknya agak berjauhan dan tersebar. Sehingga secara teknis membuat industri agak sulit untuk mengembangkan dan menggelar fiber optic. Hal itu juga menunjukan bagaimana potensi pasar relatif besar jika harga bulanannya hanya sekitar Rp 150 ribu ke bawah. “Ini potensinya besar,” kata dia.
Angkanya, Ririek menyebutkan, dari sekitar 65-70 juta rumah yang sudah dilayani fiber optik baru sekitar 15 persen yang aktif mau membayar rutin bulanan. “Jadi masih sangat sedikit,” ujarnya.
Pilihan Editor: Internet RI Paling Murah Nomor 17 di Dunia, Ini Kata Pakar IT