Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi menyatakan investasi bodong masih sangat marak. Faktor penyebabnya beragam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing, mengatakan salah satu sebabnya adalah rendahnya literasi keuangan masyarakat. Hingga saat ini, baru 29,66 persen masyarakat yang sudah memahami soal keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tongam menuturkan rendahnya literasi tidak berkolerasi dengan tingkat pendidikan masyarakat. "Ada juga yang pintar tapi masih juga terlibat investasi ilegal," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis, 30 November 2017. Dia mencontohkan kasus Pandawa yang diikuti banyak pegawai kantoran.
Menurut Tongam, investasi bodong masih marak karena masyarakat yang cenderung mudah tergiur keuntungan besar. Para pelaku investasi bodong biasanya akan menawarkan keuntungan besar yang tidak wajar dalam waktu cepat. Dalam kasus Pandawa, keuntungan yang ditawarkan adalah lebih dari 10 persen per bulan.
Sejumlah pelaku bahkan menyatut nama tokoh agama atau tokoh masyarakat. "Masyarakat kan biasanya lebih percaya kalau ada tokoh seperti itu," ujar Tongam.
Tongam menuturkan investasi bodong berbahaya, tak hanya untuk masyarakat dan sistem keuangan sendiri. Dana yang telah terlanjur diserahkan untuk investasi bodong tidak bisa diklaim masyarakat kepada otoritas. Sementara aktivitas tersebut berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Kegiatan tersebut juga akan menghambat pembangunan karena uang masyarakat diinvestasikan untuk kegiatan yang tidak produktif.