Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan belum memberikan penjelasan rinci soal rencana pangampunan pajak atau Tax Amnesty Jilid II dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP). Menteri Keuangan Sri Mulyani juga belum merinci soal program ini dalam konferensi pers APBN KITA pada hari ini, Selasa, 5 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mohon maaf, (penjelasan) nanti di press conference atau jadwal tersendiri," kata juru bicara Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari kepada media.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setali tiga uang, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal juga belum merinci rencana tersebut. Menurut dia, penjelasan rinci akan disampaikan saat pembahasan dengan DPR. "Kami akan segera update," kata dia.
Saat ini, rencana Tax Amnesty II sedang menuai polemik. Semula, tidak ada pembahasan soal rencana ini antara pemerintah dan DPR.
Tapi tiba-tiba, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan rencana itu ke publik pada saat halalbihalal bersama media, 19 Mei 2021. Airlangga pun menyebut Surat Presiden (Surpres) dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun sudah disampaikan ke DPR.
Anggota Komisi Keuangan DPR Kamrussamad mengetahuui adanya rencana Tax Amnesty Jilid II dari media. Tapi, Ia belum bisa memastikan hal tersebut karena belum menerima draf RUU KUP usulan pemerintah dari pimpinan DPR. "Kemungkinan setelah dibahas di Bamus (Badan Musyarawah DPR)," kata dia saat dihubungi.
Sementara sumber Tempo di pemerintahan menyebutkan rencana agar Tax Amnesty dibahas dalam RUU KUP datang dari Airlangga. "Itu ide beliau, minta agar nantinya dimasukkan ke draf RUU," ujar sumber tersebut, dikutip dari Koran Tempo edisi 24 Mei 2021.
Setelah isu ini beredar, Sri Mulyani pun akhirnya angkat bicara. Ia memberikan penjelasan singkat dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR pada Senin, 24 Mei 2021.
Menurut Sri Mulyani, Tax Amnesty yang direncanakan pemerintah ini berbeda dengan program yang sama di tahun 2016. Namun, ini tetap bernama program Tax Amnesty.
"Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, kami menyadari bahwa sudah ada tax amnesty waktu itu dan sebetulnya dari tax amnesty itu sudah ada rambu-rambu mengenai compliance yang harus tetap kami lakukan," kata Sri Mulyani.
Selain rambu-rambu atau landasan hukum itu, juga ditambah dengan penggunaan data automatic exchange of information atau AEoI dan akses informasi pajak sejak 2018 untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
"Akses informasi untuk 2018, terhadap beberapa ribu wajib pajak yang kami follow up dan kami akan lakukan dan nanti pasti menggunakan pasal-pasal yang ada di tax amnesty," ujarnya. Rambu-rambu itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dia mengatakan pemerintah akan lebih berfokus meningkatkan kepatuhan tanpa menciptakan perasaan ketidakadilan yang memang akan terus dijaga. "Baik dalam kerangka tax amnesty maupun dari sisi compliance facility yang kami berikan sehingga masyarakat memiliki pilihan untuk mereka lebih comply."
Pada kesempatan itu, dia juga mengatakan pemerintah butuh dukungan DPR untuk penguatan administrasi perpajakan. "Menghentikan penuntutan pidana, namun melakukan pembayaran dalam bentuk sanksi administrasi. Jadi fokusnya lebih pada revenue dan kerja sama dengan mitra-mitra dalam penagihan perpajakan kita," kata Sri Mulyani.
FAJAR PEBRIANTO