Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persamuhan baru berjalan belasan menit di lantai sembilan ruang Fraksi Partai Demokrat, gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Sekonyong-konyong BlackBerry milik Nurhayati Assegaf berdering. "Eh, ini Ical," kata Nurhayati di depan peserta rapat.
Duduk di dekat pintu masuk, Nurhayati, Ketua Fraksi Demokrat di DPR, dikelilingi anggota lain. Semua kader Demokrat di Komisi Keuangan hadir, antara lain Andi Rahmat, Achsanul Qosasi, Andi Timo Pangerang, Vera Febyanthy, I Wayan Sugiana, dan Amin Santono.
Rapat berlangsung sejak pukul lima sore, dua jam sebelum voting pemilihan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang digelar pada Selasa, 19 Juni. Agendanya membahas dukungan partai berlambang Mercedes itu kepada Yunus Husein.
Suara di seberang samar menjelaskan sesuatu. Nurhayati pamit ke luar ruangan. Tak lama dia masuk kembali. "Iya, Bang. Terima kasih," katanya. "Tapi tolong sampaikan juga instruksi itu ke bawah, ke Pak Setya Novanto dan Pak Ade juga. Jadi kami dukung Nelson, Abang dukung Yunus, ya."
Ical yang dimaksud adalah sebutan akrab Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar. Dua nama lain, Setya Novanto, Ketua Fraksi Golkar, dan Ade Komarudin, anggota Komisi Keuangan dari Partai Beringin. Satu lagi Nelson Tampubolon, calon dari Bank Indonesia.
Telepon ditutup. Hanya bercakap-cakap dua-tiga menit, tapi dialog itu melegakan 14 kader Demokrat di Komisi Keuangan, yang menyimak pembicaraan itu. "Berarti dukungan aman," begitu kata salah seorang peserta rapat kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Dukungan Golkar, pemilik sepuluh suara di Komisi, penting untuk memuluskan jalan Yunus, bekas Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Ditambah 14 suara dari kader Demokrat dan 6 suara lagi dari partai koalisi, bereslah urusan.
"Kami akhirnya memutuskan memilih Nelson, yang didukung Golkar karena berharap Ical juga bakal mendukung Yunus," kata sumber itu, saat ditemui di sebuah restoran eksklusif di sebuah mal di bilangan Jakarta Selatan.
Sejam sebelum pemungutan suara, Demokrat masih yakin jagonya bakal melenggang. Tapi Yunus gigit jari. Dia hanya meraup 26 suara. Bersama lima kandidat terpilih lainnya, Nelson dan Rahmat Waluyanto aman di kursi Dewan Komisioner dengan 44 dan 40 suara. "Kami merasa dikhianati," kata sumber tadi.
Dalam keterangannya, Nurhayati menyangkal kabar bahwa Ical pernah menelepon dia untuk menyatakan dukungan kepada Yunus sebelum anggota DPR menuliskan pilihannya. "Saya tidak pernah ditelepon Pak Ical," katanya.
Tapi Nurhayati mengakui garis kebijakan partainya mengarahkan para kader memilih Yunus, mengingat kredibilitas dan rekam jejaknya yang terbilang bersih. "Ini proses politik. Kami legowo kalau memang jagoan kami kalah," ujarnya.
Achsanul, yang juga ikut dalam rapat itu, enggan mengomentari kabar pembelotan Golkar. "Saya tidak tahu. Dalam hal ini saya bersikap pasif. Semua lobi dan urusan OJK diambil alih Ibu Ketua," kata Achsanul, menunjuk kepada Nurhayati.
Dewi fortuna seolah-olah terus menjauhi Yunus. Untuk kedua kalinya ia gagal merebut hati politikus Senayan dalam kurun tujuh bulan. Awal Desember tahun lalu, Yunus, yang juga dielus Demokrat, terjungkal dari pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Padahal Yunus dinilai memiliki kemampuan spesial ketimbang kandidat lain. Dia mumpuni mengendus ke mana transaksi keuangan mengalir. Poin ini salah satu bagian penting untuk bekal menjadi pimpinan di lembaga antirasuah itu.
Untuk perkara OJK, bagi sebagian partai, memilih Yunus bak memelihara anak singa. Salah-salah bisa memangsa tuannya. Bukan rahasia lagi, selama menjadi Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus paling galak kepada anggota parlemen yang terhormat ini.
Sejak awal, kata sumber di kalangan internal Demokrat, partainya memperjuangkan satu orang saja dalam pemilihan anggota Dewan Komisioner, yaitu Yunus. Tidak gampang menggalang dukungan untuk Yunus karena hampir semua fraksi di DPR menolaknya. Sumber itu menuturkan, resistensi anggota DPR terutama karena Yunus sering mengumbar data yang belum saatnya dibuka kepada media, seperti transaksi keuangan anggota DPR yang mencurigakan.
Dengan sistem semua anggota Komisi bisa memilih satu kandidat, ia menegaskan, 26 suara Yunus berasal dari Fraksi Demokrat (14), Fraksi Partai Amanat Nasional (5), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (1), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (3), dan Fraksi Gerindra (3).
"Kami kaget dengan suara yang didapat Yunus. Seharusnya dia minimal bisa menggaet 40 suara. Tapi suara PKS (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) dan Golkar tidak tahu lari ke mana," kata sumber itu. PKS memiliki 5 suara. Sedangkan Golkar 10 suara.
Ade Komarudin dan Setya Novanto belum merespons pesan pendek yang dikirimkan ke telepon selulernya. Tapi, dua pekan lalu, Nusron Wahid dari Golkar mengaku partainya tak memiliki masalah dengan Yunus. "Silakan pilih sesuai dengan kemauan," katanya.
Adapun seorang petinggi PKS mengatakan partainya dan Demokrat solid mendorong Yunus menjadi anggota Dewan Komisioner. "Kami sangat kenal Yunus. Istilahnya, dia itu tidur sebantal dengan Pak Kemal," katanya merujuk pada Kemal Azis Stamboel, anggota Komisi dari PKS.
Adapun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memang menolak Yunus. "Saya tidak tahu alasannya. Tapi memang begitu garis kebijakan partai," kata I Gusti Agung Rai Wirajaya, anggota Komisi dari PDIP.
Yunus sempat mengundang simpati PDIP saat memaparkan presentasi dalam uji kelayakan dan kepatutan di depan anggota Komisi pada Rabu, 13 Juni 2012. "Tapi ada pernyataan dia yang menyebutkan, 'Kalau mau menjadi kaya, jadi anggota DPR saja.' Ini bikin kami ill feel," ujar Agung Rai.
PPP, yang memerintahkan anggotanya untuk tidak memilih Yunus, justru suaranya terpecah. "Arahannya tidak memihak Yunus, tapi partai memberi alternatif sesuai dengan kriteria kami. Yunus ada di dalamnya," kata Mustofa Assegaf, anggota Komisi dari PPP, yang juga adik kandung Nurhayati.
Yunus sendiri tak berpangku tangan. Dia rajin menyambangi ketua fraksi dan para pemimpin kunci partai politik. Dengan setahu dedengkot PKS, Hidayat Nur Wahid, ia meminta dukungan Ketua Fraksi PKS di DPR, Mustafa Kamal, pada detik-detik terakhir sebelum pemilihan.
Senin pekan lalu, atau sehari sebelum voting, Yunus ikut hadir saat pengukuhan Ade Komarudin sebagai doktor di Universitas Padjadjaran, Bandung. Sumber dari partai koalisi yang ikut dalam acara itu menyebutkan, tampak pula kandidat dari Bank Indonesia seperti Nelson dan Kusumaningtuti Soetiono.
Pada menit-menit terakhir sebelum voting, pertarungan sebenarnya terjadi antara Nelson, Rahmat, dan Yunus. Ketika Demokrat melimpahkan suara kepada Nelson, sumber Tempo di kalangan internal DPR menduga Golkar, yang sudah menyatakan komitmennya lewat Ical, malah mengalihkan suara untuk Rahmat.
Pangkal kekhawatiran Golkar, Yunus akan duduk di bagian edukasi dan perlindungan konsumen. Jika nantinya terpilih, Yunus memiliki hak mengajukan gugatan atas sengketa antara nasabah dan lembaga keuangan, entah asuransi entah perbankan.
Bahkan, menurut Pasal 28 Undang-Undang OJK, dia bisa meminta pencabutan izin lembaga keuangan yang bermasalah. "Kewenangan inilah yang ditakutkan partai besar, termasuk Golkar, seandainya kelak Yunus terpilih," sumber itu menjelaskan.
Kasus gugatan nasabah Bakrie Life, misalnya, masih menjadi onak bagi kelompok usaha Aburizal Bakrie. Perusahaan asuransi itu mengalami gagal bayar saat krisis menerjang pada 2008. Sejak itu, Bakrie Life terus menunda pengembalian dana Rp 360 miliar milik nasabah.
Pemilihan kursi Dewan Komisioner OJK menyisakan pula aroma politik uang. Salah satu contohnya, sumber yang sangat paham dengan proses seleksi itu menduga Rahmat Waluyanto menyerahkan segepok duit kepada Mustofa Assegaf, anggota Komisi dari Fraksi PPP.
Menurut si sumber, Mustofa mengaku didekati Rahmat dan tim suksesnya. Berdasarkan cerita Mustofa, Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan itu menyodorkan lembaran dolar Amerika Serikat yang jumlahnya bikin jakun naik-turun.
"Nomor seri duitnya masih berurut dengan ikatan dari Bank HSBC (Hong Kong Shanghai Bank Corporation). Terbungkus rapi dalam plastik. Ada bergepok-gepok, masing-masing sekitar US$ 100 ribu (sekitar Rp 960 juta)," kata sumber ini menirukan pengakuan Mustofa.
Nama Rahmat sempat tenggelam sepekan sebelum voting. Faktor perbedaan keyakinan, konon, membuat partai-partai Islam alergi memilih namanya.
Agar lebih meyakinkan, Rahmat sendiri yang mengantarkan duit tersebut kepada Mustofa, yang juga Ketua Gabungan Kelompok Fraksi XI. "Dia membawa dua tas, satu tas golf, dan satu lagi tas raket tenis. Tapi di dalamnya berisi dolar," demikian sumber Tempo menirukan Mustofa.
Namun, sumber itu menambahkan, Mustofa dan koleganya, Muhamad Arwani Thomafi, menolak mentah-mentah tawaran tersebut. "Entah kalau anggota lain ikut menerima," kata sumber itu. Selain menempatkan Mustofa dan Arwani, PPP menempatkan Zaini Rahman dan Husnan Bey Fananie di Komisi Keuangan.
Cerita tersebut menjelaskan alasan terpecahnya suara PPP saat voting. Ketika dimintai konfirmasi, Mustofa mengelak pernah didekati Rahmat. "Kalau memang ada politik uang, semestinya mereka mengincar partai besar yang memiliki suara banyak. Bukan kami, yang partai kecil," ujarnya.
Zaini, kolega Mustofa di Komisi, membantah ada kandidat yang main tebar fulus. "Belum mendengar cerita itu. Secara pribadi saya tidak kenal Rahmat. Baru bertemu setelah fit and proper test. Saya takut mendekat kalau ada politik uangnya," ujarnya.
Kelompok pegiat antirasuah pun angkat bicara perihal politik uang yang ditebar para kandidat. "Kami duga ada. Tapi susah membuktikannya. Biarlah KPK yang menelusuri itu," kata Danang Widoyoko, koordinator Indonesia Corruption Watch.
Apa tanggapan Rahmat? "Tidak benar berita itu. Saya tidak pernah dan tidak akan seperti itu," katanya lewat pesan pendek, Kamis pekan lalu. Tapi bagaimana dengan perincian lembaran bergambar Benjamin Franklin dalam dua tas itu? "Kalau punya dolar Amerika dua tas, mendingan saya pensiun saja."
Bobby Chandra
Mereka yang Berebut Kursi
KANDIDAT | JABATAN | SUARA |
Muliaman Hadad | Ketua | Aklamasi |
Nurhaida | Anggota | 54 |
Firdaus Djaelani | Anggota | 53 |
Kusumaningtuti Soetiono | Anggota | 53 |
Ilya Avianti | Anggota | 50 |
Nelson Tampubolon | Anggota | 44 |
Rahmat Waluyanto | Anggota | 40 |
Yunus Husein | Gugur | 26 |
Riswinandi | Gugur | 3 |
Achjar Iljas | Gugur | 1 |
Mulia Nasution | Gugur | 1 |
I Wayan Agus Mertayasa | Gugur | 1 |
Isa Rachmatawarta | Gugur | 1 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo