Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tenaga kerja adalah aset

Sektor industri belum mampu menyerap mayoritas tenaga kerja. diperlukan man power planning 25 tahun. wawancara menaker abdul latief.

10 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENYONGSONG era tinggal landas, masalah ketenagakerjaan yang kini populer dengan sebutan sumber daya manusia menjadi masalah strategis. Mengapa? Kunci keberhasilan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT) terletak di sana. Andai kata tidak ditangani dengan seksama, tak mustahil ia akan menjadi bumerang bagi stabilitas ekonomi yang telah dimantapkan selama ini. Seperti diketahui, dalam 20 tahun (1968-1988), jumlah tenaga kerja di Indonesia bertambah dengan 36 juta orang. Dari jumlah ini, sektor pertanian menyerap 15 juta orang, sedangkan sektor industri dan jasa belum bisa menyerap seluruh sisanya. Sementara itu, jumlah orang yang memasuki pasar tenaga kerja setiap tahun diperkirakan 2,5 juta orang. Adalah wajar kalau berbagai aspek masalah sumber daya manusia menjadi tema pokok dalam jadwal kerja Menteri Tenaga Kerja yang baru, Drs. Abdul Latief. Dikenal sukses dalam bisnis eceran belum lama ini ia meletakkan jabatannya selaku bos Pasaraya Latief pastilah tak asing dari masalah ketenagakerjaan. Tiga puluh tahun berkarier sebagai pengusaha ia genap 53 tahun pada 27 April akan datang pengalaman dan pemahamannya tentang masalah tenaga kerja tentulah sangat beragam. Tapi kini ia dihadapkan langsung dengan kerumitan sektor tenaga kerja dalam skala nasional. Andai kata bukan Latief, mungkin ada rasa gentar. Tapi menteri yang satu ini malah bersemangat. ''Sekarang saya sedang menyusun program ketenagakerjaan untuk periode lima tahun mendatang,'' kata Abdul latief, yang menerima Bambang Aji dari TEMPO di rumahnya untuk sebuah wawancara. Berikut petikan wawancara tersebut. Dalam pertemuan dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Ir. Ginandjar, apa saja yang dibicarakan? Ya, masalah mendasar yang menyangkut tenaga kerja. Ketika saya mulai masuk ke Departemen Tenaga Kerja, saya tanya kepada teman-teman, apakah kita sudah ada national man power planing. Belum ada. Kalau belum ada, apakah kita sudah punya national man power indicators. Ternyata masih dalam penjajakan. Lalu saya katakan kepada Pak Ginandjar, kalau begitu kita harus membuatnya. Dapatkah diungkapkan di sini, apa yang Anda bicarakan dengan Menteri P & K Wardiman? Sistem pendidikan harus diarahkan ke pendidikan tenaga kerja yang mandiri. Untuk itu, kita harus tahu, industri masa depan apa yang kita tumbuhkan. Ini pekerjaan besar dan sulit. Tapi kita harus memulainya. Maka tema GBHN, yaitu pertumbuhan melalui pemerataan, sangat menarik buat saya. Konsep-konsep inilah yang akan kita kembangkan. Saya ingin menyusun konsep ketenagakerjaan untuk jangka waktu 25 tahun. Karena itu, saya ingin membangun suatu pusat informasi mengenai ketenagakerjaan dan menyusun rencana yang lebih ke depan. Apa tantangan terbesar, selain masalah lapangan kerja dan rendahnya mutu tenaga kerja? Ekonomi ini sulit di proyeksikan. Maka saat ini saya akan melakukan reposition. Pemikirannya begini. Kita menciptakan tenaga kerja mandiri. Masalahnya, komoditi dan jasa apa yang dibutuhkan nanti. Ini kan diperlukan data. Karena itu, saya bertemu dengan Menkoindag untuk minta informasi tentang industri yang akan kita bangun. Jadi perlu ramalan industri masa depan? Bukan soal industri, tapi perlu memproyeksikan permintaan tenaga kerja 25 tahun ke depan, misalnya industri HTI. Ini kan new demand tenaga kerja. Jangan sampai tukang potong kayu saja diimpor dari luar. Dan jangan sampai kita melahirkan tenaga yang high cost cheap labor. Maksudnya? Saya mau mencari tenaga kerja yang produktif, sehingga tenaga kerja itu menjadi aset yang diurus majikannya. Kalau sudah dianggap aset, masalah upah minimum, perlindungan, ataupun pendidikan tidak akan ramai lagi. Di Jepang, manusia itu sudah menjadi aset. Kita merupakan penduduk terbesar keempat didunia, tetapi belum menjadi bangsa yang kuat. Perlu pemikiran-pemikiran baru untuk pergerakan ini. Untuk ke sana tentu ada strateginya. Apakah itu? Ketika saya menghadap Pak Harto, selain melaporkan timbang -terima jabatan, saya juga menyampaikan program pemikiran ketenagakerjaan. Dalam hal ini Presiden minta agar dalam menangani masalah ketenagakerjaan, kita melihat ke depan dan berkesinambungan dengan program-program yang telah ada. Menurut beliau, tantangan utama adalah masalah kemiskinan yang dirasakan 27 juta penduduk Indonesia. Tantangan lain adalah masalah pengangguran yang setiap tahun bertambah dengan 2,5 juta orang. Karena itu, Pak Harto minta agar saya bekerja secara terkoordinasi dengan instansi lain. Maksudnya, perencanaan lintas sektoral. Selain itu, beliau mengharapkan agar mutu TKI (tenaga kerja Indonesia) ditingkatkan, supaya pendapatannya lebih baik dan punya akses. Ia juga menyambut baik man power planning dan minta tahapan-tahapannya. Industri masa depan adalah industri padat modal yang menyerap sedikit tenaga kerja. Bagaimana pendekatan Anda untuk masalah tenaga kerja? Pendekatan saya adalah simultan. Semua harus serentak dijalankan. Jadi, yang padat modal jalan terus, yang padat karya juga jalan terus. Dengan industri padat modal jumlah tenaga kerja sedikit, tetapi jumlah uang besar. Selain itu, kita juga harus membangun industri yang padat karya. Jadi, perlu pemecahan terpadu. Tenaga kerja kita sering diberitakan kurang terampil. Apa penyebabnya? Terus terang, saya tidak sepakat bahwa mutu tenaga kerja kita rendah. Kenapa? Karena tenaga kerja kita memang belum terlatih dan belum ada kesempatan untuk itu. Jadi, perlu pelatihan dan pendidikan yang lebih serius. Caranya? Pendekatan komoditi dan jasa. Misalnya kita bekerja sama dengan asosiasi biro perjalanan untuk membuat pendidikan biro perjalanan, yang di dalamnya ada pendidikan bahasa asing. Lulusan SMA itu tidak perlu ke universitas tapi diberi pendidikan teknik ekonomi perusahaan atau membaca neraca, lalu dimagangkan. Buruh kita saat ini tidak punya bargaining position terhadap majikan. Apakah mereka ...? Semuanya akan dijadikan proporsional. Saya tidak akan memihak ke mana pun. Saya ingin di sini ada kemitraan. Saat ini sudah ada Triparti, yang terdiri dari serikat sekerja, buruh, dan pemerintah. Lembaga ini sudah jalan. Akan kita kembangkan terus. Anda tadi menyebut- nyebut tenaga kerja mandiri. Apa itu? Kita ingin menciptakan tenaga kerja yang bisa menciptakan lapangan kerja. Untuk itu, pelatihan di BLK (Balai Latihan Kerja) akan kita kaitkan dengan program bapak angkat. Sehingga mereka bisa menciptakan pekeraan sendiri dan mampu menyerap beberapa tenaga kerja lainnya. Bukankah mereka butuh modal? Benar. Masalah ini sudah saya bicarakan dengan Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad. Ia bersedia memberi keringanan pajak untuk biaya pendidikan dan magang karyawan. Selain itu, kalau bisa, beberapa persen dari dana pengembangan pengusaha kecil (dari penyisihan 5% laba BUMN) disisihkan juga untuk pengembangan tenaga kerja mandiri. Menurut Anda, apakah upah minimum bisa dinaikkan? Kita harus melihat antara konsep dan kasus. Kalau manajemen perusahaan jelek, ya, diobrak-abrik pun tetap tidak akan menaikkan upah. Kalau perusahaan rugi, mau dikasih apa? Jadi, yang kita bantu adalah manajemen perusahaan. Buruh itu kan urusan manajemen juga. Karena itu mengelola perusahaan yang baik harus kita dorong. Bagaimana pandangan Anda tentang sektor informal. Langkah kita adalah bagaimana menformalkan sektor informal. Sehingga pada waktunya sektor informal ini tidak ada lagi. Konsep kita adalah membangun sektor formal yang bisa menampung sektor informal tadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus