Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tentang rente ekonomi itu

Penelitian tentang rente ekonomi hutan bervariasi dan penghitungannya sulit. penghitungan rente ekonomi kayu menurut wahana lingkungan hidup (walhi), ipb dan pengusaha.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIMBUNNYA hutan ternyata bukan sekadar sulit dijelajahi. Tapi juga sulit dihitung nilai ekonomisnya. Kini banyak versi yang muncul dalam menghitung rente ekonomi hutan. Prakarsa ke arah ini semula dirintis oleh tim ekonom dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Dan hasil penelitian mereka yang selama empat bulan itu sempat membuat orang terperangah. Tim ini berkesimpulan, dari hutan yang setiap tahunnya menghasilkan devisa Rp 6,5 trilyun lebih, Pemerintah hanya mencicipi 17% atau sekitar Rp 1,1 milyar. Amboi, mengapa begitu senjang antara pendapatan negara dan swasta? Orang lalu bertanya-tanya. Apakah hasil penelitian Walhi itu bisa dipercaya? Ke mana hasil hutan selebihnya? Diam-diam beberapa pakar ekonomi hutan dari IPB terdorong untuk membuat kalkulasi sendiri. Begitu pula Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap (lihat Inilah yang Saya tidak Senang). Dalam perhitungan tim Walhi, untuk menghasilkan satu meter kubik, pengusaha mengeluarkan biaya Rp 130.000. Dengan harga jual log Rp 285.000 lebih, si pengusaha bisa untung Rp 154.000 per meter kubik. Sedangkan penerimaan Pemerintah dari iuran hasil hutan (IHH), dana reboisasi (DR) dan pajak penghasilan (PPh) hanya Rp 31.000 lebih. Kalau kedua penerimaan tersebut dibandingkan dengan hasil penjualan log, rasio penerimaan Pemerintah dan swasta l7% berbanding 83%. Rasio inilah yang kemudian mengundang komentar pro dan kontra. "Orang yang mengatakan seperti itu, ia bicara lewat hidungnya" ujar raja kayu Bob Hasan. Bob sendiri tidak memberi angka yang jelas. Tapi, katanya, tidak mungkin menghitung ongkos produksi kayu gelondongan secara tepat. Selain lokasi HPH, musim juga mempunyai peran yang cukup besar dalam biaya produksi. Pada musim kemarau, misalnya, biaya overhead per meter kubik menjadi sangat tinggi. Dari hasil wawancara TEMPO dengan pelaksana PT Intraca, Dayak Besar, dan Balikpapan Forest Indonesia, biaya logging sampai diterima di Samarinda mencapai Rp 120.000 per m3. Biaya tersebut merupakan penjumlahan biaya umum (seperti biaya pemeliharaan), biaya pembukaan hutan, sampai potongan pajak penghasilan. Namun, di luar tiga perusahaan tadi, biaya log adalah Rp 70.000 sampai Rp 88.000 per m3. "Angka itu terlalu tinggi," ujar Syahranie, Kadinas Kehutanan Kalimantan Timur. Kalau dibandingkan rata-rata harga log di Kalimantan Rp 150.000 per m3, paling tidak si pengusaha mengantongi keuntungan Rp 25.000 lebih per m3. Dan biaya tadi masih harus ditambah dengan uang kaget (sogok) yang setiap kubiknya bisa mencapai Rp 4.000. Jika laba tadi dikalikan dengan jatah tebang HPH yang setiap setahun menghasilkan 65.000 m3, pemegang HPH bisa meraup untung Rp 1,3 milyar lebih. Ini menurut perhitungan resmi. Entah kalau si pemegang HPH main senggol kiri-kanan. Tentu hasilnya akan lain. Angka di atas memperlihatkan bahwa bisnis hutan sangat menguntungkan. Tak heran bila sampai saat ini kita belum pernah mendengar ada SK HPH yang nganggur. "Dalam dua tahun saja, mereka sudah bisa balik modal. Sisanya, delapan belas tahun lagi, mereka tinggal ongkang-ongkang" ujar Syahranie. Sementara itu, uang yang masuk kantong Pemerintah dari IHH, DR, dan PPh berkisar pada Rp 22.000. Dilihat dari jumlahnya, memang tidak jauh berbeda dengan yang diterima pengusaha. Hanya saja, kalau dilihat siapa pemilik hutan, seharusnya pemerintahlah yang mendapat bagian lebih besar. Bandingkan saja dengan kontrak karya minyak Pertamina dengan investor asing yang 85% : 15%. Kembali ke soal kalkulasi biaya logging. Seorang staf pengajar dari Fakultas Kehutanan IPB, Elyas, tahun ini meneliti konsesi HPH seluas 300.000 ha. Angka rente yang didapat doktor lulusan Universitas Munchen, Jerman, ini ternyata lebib tinggi dari perhitungan pengusaha kayu. Setelah memasukkan biaya umum sampai bunga bank, diperoleh biaya log sampai di pabrik sebesar Rr 130.000 per m3. Dengan memasukkan harga Rp 150.000 per m3 si pengusaha untung Rp 29.000 lebih. Dan bila harga kayu saat ini mencapai Rp 200.000, jelas keuntungan itu akan membengkak menjadi Rp 98.000 lebih per meter kubik. Jika angka itu dibandingkan pendapatan yang diterima Pemerintah (Rp 33.000), bedanya jelas terlalu jauh. Menurut Elyas, sedikitnya pendapatan yang diterima Pemerintah antara lain karena rente yang diambil, seperti dana reboisasi masih sangat kecil. Pemerintah, kata Elyas, masih bisa meningkatkan rente itu menjadi 40%. Selain pengusaha dan para pakar, Menteri Kehutanan juga mempunyai angka biaya log dan keuntungan sendiri. Angka yang disodorkan Hasjrul berbeda dengan angka Walhi, pengusaha, serta staf pengajar IPB. Menurut Hasjrul, jika harga log Rp 197.000, uang yang masuk kas Pemerintah mencapai Rp 58.500, sedangkan pihak swasta hanya kebagian Rp 54.000. "Banyak mana? Yang jelas, tidak 17% banding 83%. Ini yang saya tidak senang," ujar Menteri Hasjrul. Memang tidak mudah menghitung rente ekonomi sektor kehutanan. Bila angka itu untuk sekadar menambah pengetahuan, tentu tak jadi soal benar. Tapi bila hendak berpidato di depan pecinta lingkungan hidup, tampaknya angka dari Walhi paling tepat. Namun, jika publik yang dihadapi para pengusaha, mungkin bisa terjadi silat lidah yang dahsyat. Dwi S. Irawanto dan Bambang Aji . TABEL ----------------------------------------------------------------------- . RENTE EKONOMI KAYU . (DALAM RUPIAH PER METER KUBIK) ----------------------------------------------------------------------- . WALHI IPB PENGUSAHA ---------------------------------------------------------------------- Rata2 harga loging th 1990 (FOB) Rp 285.650 Rp 200.000 Rp 216.700 Biaya loging Rp 76.278,4 Rp 126.940 Rp 118.200 Biaya bunga Rp 22.891,4 Rp 3.490 ----------------------------------------------------------------------- Rente ekonomi kayu Rp 186.480,2 Rp 126.940 Rp 98.500 Rente yang diperoleh Pemerintah IHH dan pajak Rp 11.820 Rp 13.790 Rp 4.753,83 DR (Dana Reboisasi) Rp 19.700 Rp 19.700 Rp 20.000 Total yang diterima Pemerintah Rp 31.520 Rp 33.490 Rp 24.753,83 Persentase dr total Rente Ekonomi Rp 17% Rp 26% Rp 25% Rente yang tidak terealisir Rp 154.960,2 Rp 93.450 Rp 73.746,17 Persentase dari total Rente Rp 83% Rp 74% Rp 75% -----------------------------------------------------------------------

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus