TIDAK lama lagi DPRD Jakarta akan memiliki gedung baru di Jl.
Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Di atas tanah bekas kantor Kedutaan
Besar Belanda itu akan berdiri sebuah bangunan mentereng
berlantai empat persis di belakang kantor gubernur DKI Jakarta.
Rencana gedung tersebut dikerjakan PT Arkonin sebagai pemenang
pertama sayembara -- memperoleh hadiah Rp 10 juta -yang
diumumkan akhir bulan lalu.
Sebagai perencana, PT Arkonin menaksir gedung DPRD Jakarta yang
mempunyai luas bangunan hampir 8.000 m2 itu akan menelan Rp 2,5
milyar. Biaya yang diajukannya itu memang tampak bersaing
dibandingkan perhitungan 14 biro arsitektur yang juga mengikuti
sayembara itu. Mereka mengajukan taksiran rata-rata di atas Rp 3
milyar.
Dalam masa 17 tahun, Arkonin yang semula merupakan bagian PT
Pembangunan Jaya telah menyelesaikan sekitar 300
proyek--kebanyakan milik Pemda DKI Jakarta. Di antara proyek
besar yang direncanakannya: gedung Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Kedubes Uni Soviet, dan Hotel Mandarin.semuanya di
Jakarta.
Bagi biro arsitektur yang mempunyai hubungan erat dengan bisnis
jasa konstruksi, pemerintah masih tetap merupakan klien yang
penting. Akibatnya, tentu saja, pasang surut bisnis biro
arsitektur banyak ditentukan oleh besar kecilnya alokasi dana
pembangunan yang disediakan pemerintah. "Semuanya itu toh tetap
terantung pada minyak," ujar Ir. Suwarmo Soepeno, Direktur
Parama Consultant. "Dulu sewaktu Pertamina naik di awal 70-an
terjadi ledakan bisnis biro arsitektur. Sekarang agak
melngendur. Tapi saya ramalkan empat atau lima tahun mendatang
bakal meledak, itulah boom yang ditunggu," kata arsitek lulusan
Melbourne itu.
Berbeda dengan Arkonin, klien Parama sebagian besar adalah
swasta, bahkan ada juga perusahaan asing seperti Unilever. Biro
arsitektur itu, yang mengaku tidak dibacking perusahaan induk
juga merencanakan pembangunan sejumlah dermaga pelabuhan,
lapangan terbang, dan proyek transmigrasi. Dan beberapa gedung
Kedubes Indonesia di luar negeri. Adakah kesulitan ditemui?
Dengan terus terang Suwarmo menyebut standard fee--semacam
imbalan yang diberikan kepada biro arsitektur--yang ditetapkan
Bappenas (sebesar 3% dari total biaya proyek) "terlalu rendah".
Maka sejumlah konsultan arsitektur sering membuat ketetapan
imbalan sendiri jika berhubungan dengan swasla. Toh Sjaiful
Arifin, Presdir Arkonin, bisa menganggap wajar. "Bappenas tidak
met masukkan perencanaan instalasi ke dalamnya. Sementara
standar Dewan Tehnik Pembangunan Indonesia menghitung semuanya,"
katanya.
Jasa yang diberikan biro arsitektur kepada klien adalah
memberikan ide dan merencanakan gambar. Sesudah klien
menyetujui, biro arsitektur kemudian mengerjakan gambar detil
dan memperinci anggaran. Proses perencanaan dan pengerjaan
gambar ini bisa memakan waktu lama. "Sebagai contoh perencanaan
arsitektur Hotel Mandarin memakan waktu dua tahun delapan
bulan," kata Sjaiful.
Tapi karena mungkin ingin meraih keuntungan lebih banyak,
sejumlah biro arsitektur sering bertindak sebagai pemborong.
"Itu bisa merusak citra biro arsitektur yang baik," kata
Suwarmo. Untuk membereskan soal ini, tentu saja Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) yang lebih tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini