Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yopie Hidayat*
Bukan sebuah kejutan ketika The Federal Reserve menaikkan bunga rujukannya, Rabu pekan lalu. Sudah lama pasar mengantisipasinya.
Tapi, bersamaan dengan naiknya bunga, ada sinyal yang langsung menggoyang pasar finansial di seluruh dunia. The Fed akan menaikkan bunga tiga kali selama 2017. Maka satu periode dolar murah dan melimpah telah berakhir. Investor, korporasi, hingga pemerintah kini harus bersiap mengantisipasi beberapa kemungkinan pada 2017.
Pertama, kurs dolar-rupiah akan berada dalam tren meningkat. Pergerakan rupiah selama tiga bulan lalu dapat memberi gambaran bagaimana faktor kenaikan suku bunga dolar ternyata jauh lebih kuat ketimbang sentimen positif yang seharusnya menguatkan rupiah.
Sentimen positif itu antara lain efek amnesti pajak dan kenaikan harga komoditas. Sekadar catatan, harga batu bara acuan yang ditetapkan pemerintah naik hampir 100 persen dari titik terendahnya tahun ini, US$ 50,92 pada Februari 2016, menjadi US$ 101,68 untuk Desember 2016. Ada juga dana repatriasi senilai Rp 143,7 triliun yang mengalir pulang hingga Desember 2016. Artinya, ada aliran dolar masuk yang cukup signifikan dalam tiga bulan terakhir yang seharusnya menguatkan rupiah.
Kenyataannya, tarikan kuat rencana kenaikan suku bunga dolar mengalahkan pertahanan kedua sentimen positif itu. Kurs rupiah cuma menguat sampai 12.915 per dolar Amerika Serikat pada akhir September. Setelah itu, rupiah terus melemah hingga 13.590 per dolar pada akhir November, titik terendahnya tiga bulan terakhir. Setelah sempat pulih sejenak, pengumuman kenaikan bunga rujukan The Fed pekan lalu kembali melemahkan rupiah. Begitulah, jika tak ada sentimen positif yang mampu mengalahkan tarikan suku bunga The Fed, kurs rupiah berpotensi terus menurun selama 2017.
Antisipasi kedua adalah menghadapi naiknya imbal hasil atau yield obligasi. Sama seperti perjalanan rupiah, yield obligasi pemerintah RI 10 tahun, yang menjadi patokan pasar, terus meningkat sejalan dengan kenaikan bunga The Fed, menjadi 7,83 persen pada Kamis pekan lalu. Semua sentimen positif, termasuk teratasinya ancaman meledaknya defisit anggaran, tak kuasa menahan efek kenaikan bunga dolar. Yield yang semakin meningkat membuat pemerintah terbebani biaya bunga yang melonjak pada 2017. Pada gilirannya, bukan cuma bunga utang pemerintah yang terkerek naik, korporasi harus pula bersiap menghadapi biaya kredit yang lebih besar.
Lalu ada pula urusan selain bunga The Fed. Harga minyak yang menggeliat patut mendapat perhatian. Ada beberapa penyebabnya. Negara eksportir minyak sudah sepakat memangkas produksi hingga 1,8 juta barel per hari. Selain itu, calon Menteri Luar Negeri Amerika Rex Tillerson adalah eksekutif puncak ExxonMobil dan kawan dekat Presiden Rusia Vladimir Putin. Pasar membaca, era konfrontasi produksi minyak Amerika melawan Rusia dan Arab sudah berakhir, harga minyak tak akan lagi terjerembap ke bawah 50 dolar per barel.
Bagi sebagian korporasi di Indonesia, naiknya harga minyak dan komoditas merupakan kabar gembira. Eksportir juga akan menikmati penghasilan yang lebih besar jika dolar mahal. Sebaliknya, untuk pemerintah, 2017 akan menjadi tahun yang sungguh berat. Bukan cuma tingkat bunga yang lebih tinggi, kurs rupiah yang melemah membuat pembayaran utang luar negeri dan bunganya akan menyedot anggaran jauh lebih besar.
Masih ada lagi satu beban politik yang berat bagi pemerintah. Jika harga minyak terus melonjak, beranikah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak? Jangan lupa, kini sudah tak ada lagi anggaran subsidi BBM yang dapat menjadi bantal penyangga. l
*) KONTRIBUTOR TEMPO
KURS | |
Pekan sebelumnya | 13.304 |
Rp per US$ | 13.426 |
Pembukaan 16 Desember 2016 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.303 |
5.260 | |
Pembukaan 16 Desember 2016 |
INFLASI | |
Bulan sebelumnya | 3,31% |
3,58% | |
November 2016 YoY |
BI 7-DAY REPO RATE | |
4,75% | |
15 Desember 2016 |
CADANGAN DEVISA | |
31 Oktober 2016 | US$ miliar 115,037 |
Miliar US$ | 111,466 |
30 November 2016 |
PERTUMBUHAN PDB | |
2015 | 4,73% |
5,1% | |
Target 2016 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo