Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERUSAHAAN Listrik Negara (PLN) sering disorot akhir-akhir ini. Di media sosial banyak ditayangkan tiang listrik, yang berhasil menghentikan usaha Setya Novanto, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, menghindar dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Lucunya, tiang yang ditabrak, yang tadinya diberitakan milik PLN, ternyata milik Penerangan Jalan Umum Pemerintah Jakarta.
Tapi, di halaman bisnis media cetak, usaha PLN untuk menekan biaya operasional dan meningkatkan pemakaian listrik, yang jauh di bawah target, juga mendapat perhatian yang serius. Penurunan biaya penting untuk meredam naiknya tarif listrik ke depan. Ini karena biaya listrik menjadi salah satu komponen dalam perhitungan inflasi. Dan inflasi rendah perlu untuk mempertahankan tingkat bunga rendah agar ekonomi kita, yang sedang lesu, dapat lebih bergairah.
Salah satu rencana penghematan biaya PLN, yang mengganggu dunia usaha, adalah rencana dikaji ulangnya kontrak perjanjian jual-beli tenaga listrik (PPA) antara pembangkit listrik swasta (IPP) dan PLN. Ini berlaku untuk kontrak PPA yang sudah ditandatangani, tapi belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapat surat jaminan kelayakan usaha.
Saat ini rencana kaji ulang itu dibatasi untuk IPP di Pulau Jawa. Usul yang datang dari Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral: meminta harga jual tenaga listrik dari pembangkit swasta dibatasi agar tidak lebih dari 85 persen biaya pokok produksi (BPP) listrik di wilayah setempat.
Menurut PLN, kalau rencana ini diberlakukan, harga beli listrik dari IPP dapat turun dari US$ 6,3 sen per kilowatt-jam (kWh) menjadi US$ 5,5 sen per kWh. Rencana ini, walau meredam naiknya tarif listrik, mengundang kekhawatiran pihak swasta, bahwa investasi jangka panjang pada sektor tenaga listrik dapat terganggu. Ini karena harga jual-beli, dalam kontrak PPA, menjadi dasar perhitungan para investor dan perbankan untuk investasi ataupun pembiayaan proyek pembangkit listrik.
Ternyata sektor tambang batu bara juga kena dampaknya. Ini karena batu bara menjadi sumber energi bagi beberapa pembangkit swasta besar di Jawa. Ketidakpastian investasi ini kemudian tecermin dengan turunnya indeks harga saham sektor pertambangan, sebesar 1,79 persen akhir-akhir ini. Saham tambang yang terimbas antara lain Adaro (ADRO), Bukit Asam (PTBA), dan Bumi Resources (BUMI), yang tadinya mulai membaik, jadi turun 3,6-4,9 persen.
Di samping itu, agar mengurangi kelebihan kapasitas listrik akibat lesunya permintaan, PLN berusaha meningkatkan pemakaian listrik. Ini dilakukan dengan memberi insentif bagi konsumen. Caranya dengan mengerek daya listrik bagi 13 juta pelanggan dari total 66 juta pelanggan yang berlangganan antara 1.300 VA dan 4.400 VA ke tingkat 5.500 VA tanpa adanya kenaikan tarif. Menurut beberapa laporan media, kelebihan kapasitas listrik yang tidak terpakai sudah mencapai 5-8 gigawatt dan memberatkan kinerja keuangan PLN tahun ini.
Inflasi tahunan untuk bulan Oktober berada di level 3,58 persen, yang relatif cukup rendah sehingga acuan bunga BI (7 hari repo rate) diperkirakan bakal dipertahankan di posisi 4,25 persen. Jika bank sentral Amerika Serikat menaikkan tingkat bunga dolar Amerika bulan depan, hal ini akan menaikkan bunga pinjaman berdenominasi dolar Amerika, yang akan menambah biaya pinjaman dolar bagi banyak perusahaan besar, termasuk PLN.
Menjelang akhir tahun, perusahaan biasanya mulai mengurangi kegiatan. Namun, bagi PLN, akhir tahun ini kelihatannya akan tetap sibuk.
Manggi habir Kontributor Tempo
Kurs | |
Pembukaan 10 November 2017 | 13.517 |
Rp per US$ | 13.503 |
Pembukaan 24 November 2017 |
IHSG | |
10 November 2017 | 6.075 |
6.085 | |
Pembukaan 17 November 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,72% |
3,58% | |
Oktober 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,25% | |
16 November 2017 |
Cadangan Devisa | |
30 September 2017 | US$ 129,402 miliar |
Miliar US$ | 126,547 |
31 Oktober 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,2% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo