Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tiket Pesawat Mahal, Said Didu: Menhub Seperti Juru Bicara Maskapai

Bekas Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Muhammad Said Didu mengkritik sikap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terkait kenaikan harga tiket pesawat belakangan ini.

22 Januari 2019 | 19.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas memeriksa tiket calon penumpang pesawat pasca terjadi kecelakaan pesawat Batik Air dengan nomor registrasi PK-LBS di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 4 April 2016. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Muhammad Said Didu mengkritik sikap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terkait kenaikan harga tiket pesawat belakangan ini. Ia menyebut Budi layaknya juru bicara untuk para perusahaan maskapai yang menjelaskan ihwal kenaikan tarif tiket tersebut.

BACA: Tiket Pesawat Mahal, Kemenhub Diminta Ungkap Tarif yang Wajar

"Menhub meminta rakyat untuk ikhlas dan maklum, itu kan pekerjaan juru bicara," ujar Said Didu di Sekretariat Nasional Prabowo - Sandiaga, Jakarta, Selasa, 22 Januari 2019.

Terkait kenaikan harga yang membumbung itu, Said sempat mencurigai adanya kongkow-kongkow alias kesepakatan antara  dua grup perusahaan maskapai, Garuda Indonesia dan Lion Air Group. Namun, ia menyadari tiket penerbangan pada akhirnya mesti naik lantaran selama ini perseroan memasang harga terlalu rendah. "Lion itu terlalu lama memberi tarif murah, akhirnya kena masalah," kata Said.

Ia lantas meminta Kementerian Perhubungan mengeluarkan rasionalitas harga tiket pesawat per kursi. "Menurut saya, Kemenhub sebagai regulator harus keluarkan rasionalitas penerbangan itu berapa. Kalau terlalu murah juga kita harus hati-hati," tutur Said Didu.

BACA: Tiket Pesawat Mahal, Menhub: Maskapai Tengah Merugi

Pada dasarnya, ongkos operasi setiap pesawat, menurut Said, tidak bakal berbeda jauh. Pasalnya, ada beberapa komponen biaya operasioanal yang harganya sama yaitu harga pesawat, baik cicilan maupun sewa, harga avtur, hingga gaji pilot. Perbedaan kemungkinan terjadi pada efisiensi penerbangan.

Berdasarkan perhitungannya, Said mengatakan tarif penerbangan normalnua adalah Rp 800 ribu per kursi per jam. "Jadi ke Surabaya kisarannya segitu, ke Makassar normalnya Rp 1,6 juta dengan tingkat keterisian 70 persen," tutur Didu. "Kalau di bawah itu artinya ada yang dikorbankan, seperti maintenance."

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta masyarakat memaklumi kenaikan harga tiket pesawat dalam beberapa hari terakhir. Sebab, kata Budi, kementeriannya juga harus melindungi industri penerbangan agar bisa terus bertahan.

"Kami ini mesti take (memberi) and give (menerima) ya," kata Budi saat ditemui usai bertemu ribuan pengemudi ojek dan taksi online dalam acara "Silahturahmi Nasional dengan Keluarga Besar Pengemudi Online" di Hall A Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu, 12 Januari 2019.

Selama ini, kata Budi, tarif pesawat yang berlaku merupakan hasil dari perang tarif antar maskapai sehingga terlihat terjangkau. Begitu tarif kembali ke kondisi normal maka seolah-olah terjadi kenaikan. Ini berbahaya karena di beberapa negara, banyak industri penerbangan yang bangkrut lantaran terus melakukan perang harga demi tarif yang lebih murah untuk menarik pelanggan.

Jika perang harga ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan terjadi masalah lain. "Jadi saya juga imbau masyarakat juga memberikan toleransi selain maskapai juga menaikkan jangan terlalu tinggi."

Baca berita tentang tiket pesawat lainnya di Tempo.co.

FAJAR PEBRIANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus