Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengembang memanfaatkan skema Tapera dan MLT BPJS Ketenagakerjaan.
BP Tapera menilai MLT akan menjadi pelengkap Tapera.
Klaim MLT peserta JHT terus meningkat.
RUMAH berdinding batako itu tampak mencolok jika dibandingkan dengan rumah-rumah lain di kluster Taman Buah Kutabumi 2, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten. Berkelir abu-abu dengan paduan putih dan merah marun, rumah itu dibuat beratap lebih tinggi. Walhasil, bangunan satu lantai itu terlihat lebih lapang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hunian bergaya minimalis itu baru selesai dibangun oleh PT Pamulang Graha Sentra, pengembang perumahan Taman Buah Kutabumi 2. Berbeda dengan rumah lain yang sudah lama selesai, bangunan anyar ini bisa dibeli dengan skema pembiayaan rumah bagi pekerja, program yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. “Tersedia 120 unit saja di sini,” kata Lilis, Manajer Marketing Pamulang Graha Sentra, kepada Tempo, Rabu, 5 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana tampak lengang saat Tempo berkunjung ke Taman Buah Kutabumi 2, Rabu siang itu. “Rata-rata penghuni pekerja pabrik,” ucap Lilis. Butuh waktu satu jam untuk menuju perumahan itu jika kita keluar dari gerbang jalan tol Bitung, Tangerang. Apalagi lalu lintas sepanjang Jalan Raya Pasar Kemis menuju lokasi perumahan itu sering macet.
Luas bangunan rumah-rumah baru itu mencapai 30 meter persegi. Setiap rumah berdiri di atas lahan seluas 60-95 meter persegi. Menurut Lilis, rumah-rumah itu ludes terjual hanya dalam lima bulan sejak rampung dibangun. “Tak perlu promosi,” ujarnya. Pamulang Graha Sentra bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan melalui fasilitas manfaat layanan tambahan (MLT) yang merupakan bagian dari program Jaminan Hari Tua atau JHT.
Warga di perumahan Taman Buah Kutabumi 2 Pasarkemis, Kabupaten Tangerang, Banten, 5 Juni 2024. Tempo/Ayu Cipta
Program MLT menjadi perbincangan seiring dengan penolakan publik terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Para pekerja dan pengusaha memprotes aturan Tapera, yang mewajibkan karyawan swasta membayar iuran 2,5 persen dari gaji bulanan mereka. Adapun pengusaha atau pemberi kerja harus membayar iuran 0,5 persen.
Padahal, kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal, pemenuhan kebutuhan tempat tinggal adalah tanggung jawab negara dan tidak boleh dibebankan kepada rakyat. Karena itu, menurut dia, “Tapera tak perlu diwajibkan kepada para pekerja.”
Pengusaha dan pekerja menilai Tapera tumpang-tindih dengan MLT BPJS Ketenagakerjaan. Melalui skema MLT, pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan selama 10 tahun atau lebih dapat menggunakan maksimal 30 persen saldo iuran JHT untuk mengakses kredit pemilikan rumah (KPR). Selain itu, dana tersebut bisa dipakai sebagai pinjaman uang muka perumahan, pinjaman renovasi rumah, dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi. Ketentuannya, plafon KPR dibatasi pada harga rumah Rp 500 juta. Sedangkan dana renovasi maksimal Rp 200 juta dan uang muka perumahan paling banyak Rp 150 juta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan para pengusaha mendukung upaya menyejahterakan pekerja lewat penyediaan hunian yang layak. Masalahnya, dia menjelaskan, mekanisme program Tapera sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Shinta pun menyarankan pemerintah mengoptimalkan program yang telah ada. Apindo, dia melanjutkan, mendorong kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan bank milik negara serta bank pembangunan daerah untuk memperluas manfaat program MLT perumahan pekerja.
Adapun Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan MLT perumahan adalah amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang program Jaminan Hari Tua dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2021 yang menjadi aturan teknis program JHT. Manfaat yang diberikan berupa fasilitas pembiayaan perumahan bagi pekerja yang menjadi peserta program JHT BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Oni, MLT dilaksanakan melalui skema kerja sama dengan perbankan. Lewat program ini, BPJS Ketenagakerjaan menempatkan dana deposito di bank tersebut. Selanjutnya, bank memberikan kredit dengan bunga khusus bagi peserta program MLT perumahan pekerja.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, sejak diluncurkan pada 2017 hingga kini, program MLT telah membantu penyediaan 4.512 rumah pekerja senilai Rp 1,2 triliun. Rinciannya, penggunaan dana MLT untuk KPR sebanyak 3.823 unit, pinjaman uang muka buat 34 rumah, pinjaman renovasi bagi 649 rumah, dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi untuk enam pengembang yang membangun 959 rumah.
Oni mengatakan peserta BPJS Ketenagakerjaan yang masa kepesertaannya telah mencapai 10 tahun dapat mengklaim 30 persen JHT persen untuk kebutuhan perumahan. Dalam lima tahun terakhir, jumlah peserta yang memanfaatkan sebagian klaim JHT sebagian terus meningkat. Pada 2023, terdapat 1.278 klaim senilai Rp 27,38 miliar. Meski begitu, Oni menambahkan, penyaluran MLT menghadapi sejumlah tantangan, antara lain kurangnya ketersediaan rumah nonsubsidi dengan harga dan lokasi yang terjangkau.
Ihwal tumpang-tindih program, di Kantor Staf Presiden, Sabtu, 1 Juni 2024, komisioner Badan Pengelola Tapera, Heru Pudyo Nugroho, mengatakan, "Tapera seharusnya menjadi komplemen bagi MLT.” Heru mengklaim skema Tapera bisa menyiapkan 1,465 juta rumah yang masuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP. “Sedikitnya, 1,1 juta rumah telah dimanfaatkan oleh pekerja swasta.”
BP Tapera pun membuat simulasi. Sebagai contoh, pekerja berpenghasilan Rp 6 juta menghadapi selisih angsuran Rp 1 juta per bulan untuk membeli rumah susun seharga Rp 300 juta. Jika menggunakan KPR komersial, angsurannya Rp 3,1 juta per bulan. Sedangkan jika si pekerja memanfaatkan fasilitas KPR Tapera, cicilan yang ia bayar hanya Rp 2,1 juta per bulan. “Lebih hemat sekitar Rp 1 juta per bulan,” kata Heru. Sedangkan pekerja berpendapatan Rp 4 juta yang mengambil KPR rumah tapak Rp 175 juta bisa menghemat cicilan Rp 500 ribu per bulan dibanding jika menggunakan KPR berbunga komersial.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho memberikan keterangan pers di Kantor BP Tapera, Jakarta, 5 Juni 2024. Tempo/Subekti
Apa pun skemanya, pengembang perumahan seperti PT Pamulang Graha Sentra juga mendapatkan kemudahan sekaligus limpahan konsumen. Contohnya di kluster Taman Buah Kutabumi 2. Masyarakat sangat antusias mengakses bantuan pembiayaan BPJS Ketenagakerjaan di perumahan ini. Dengan skema MLT, para pekerja peserta program JHT yang membeli rumah seharga sekitar Rp 400 juta hanya perlu mencicil Rp 3 juta per bulan selama 15-20 tahun. Mereka berbeda dibanding konsumen yang bukan peserta JHT, yang membayar cicilan rata-rata Rp 3,2 juta per bulan dengan tenor sesuai dengan setoran uang muka.
Karena itu pula Pamulang Graha Sentra kian ekspansif membangun hunian bersubsidi di Banten. Menurut Lilis, Manajer Marketing Pamulang Sentra Graha, perumahannya membangun tiga kluster, yakni Senopati Estate Cikande, Senopati Estate Ciujung, dan Senopati Estate Banjarsari. Bedanya, di Serang, Pamulang Graha Sentra bekerja sama dengan pemerintah melalui skema Tapera.
Di Senopati Estate Cikande, Pamulang Graha Sentra membangun 2.800 unit hunian dan kini hanya tersisa 20 persen. Lilis mengatakan minat warga membeli rumah di Senopati Estate Cikande lebih tinggi dibanding di dua kluster lain, yaitu Senopati Estate Ciujung dan Senopati Estate Banjarsari. “Penghuni di sana kebanyakan aparatur sipil negara, guru,” tutur Lilis.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ayu Cipta dari Tangerang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tumpang-Tindih Kredit Rumah Pekerja"